Friday, September 6, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Berhaji Mestikah Berkurban?

Posted: 06 Sep 2013 05:00 AM PDT

kambing

Perlu diketahui bahwa yang menjalankan ibadah haji dengan mengambil manasik tamattu' dan qiron punya kewajiban untuk menunaikan hadyu (hewan sembelihan yang dihadiahkan untuk tanah haram Mekkah). Sedangkan di sisi lain saat Idul Adha juga dianjurkan bagi kaum muslimin untuk berqurban (menunaikan udhiyah). Bagaimanakah dengan jama'ah haji? Apakah mereka disunnahkan pula melakukan kedua-duanya? Apakah berhaji mesti juga berqurban?

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, "Udhiyah (qurban) disunnahkan untuk jama'ah haji dan seorang musafir sebagaimana disunnahkan bagi orang yang mukim. Tidak ada beda dalam hal ini dan tidak ada beda pula sunnahnya hal ini bagi laki-laki maupun perempuan." (Al Muhalla, 7: 375)

Riwayat berikut ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berqurban untuk istri-istrinya saat berhaji.

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ عَلَيْهَا وَحَاضَتْ بِسَرِفَ ، قَبْلَ أَنْ تَدْخُلَ مَكَّةَ وَهْىَ تَبْكِى فَقَالَ « مَا لَكِ أَنَفِسْتِ » . قَالَتْ نَعَمْ . قَالَ « إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ » . فَلَمَّا كُنَّا بِمِنًى أُتِيتُ بِلَحْمِ بَقَرٍ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا قَالُوا ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ أَزْوَاجِهِ بِالْبَقَرِ

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha (ia berkata), Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah  menemui 'Aisyah di Sarif sebelum masuk Mekkah dan ketika itu 'Aisyah sedang menangis. Beliau pun bersabda, "Apakah engkau haidh?" "Iya", jawab 'Aisyah. Beliau bersabda, "Ini adalah ketetapan Allah bagi para wanita. Tunaikanlah manasik sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji selain dari thawaf di Ka'bah." Tatkala kami di Mina, kami didatangkan daging sapi. Aku pun berkata, "Apa ini?" Mereka (para sahabat) menjawab, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan udhiyah (berqurban) atas nama dirinya dan istri-istrinya dengan sapi." (HR. Bukhari no. 5548)

Guru kami, Syaikh Dr. 'Abdullah As Sulmiy, Dosen Ma'had 'Ali lil Qodho di Riyadh KSA ditanya, "Apa hukum menggabungkan antara hadyu dan udhiyah (qurban)?"

Beliau -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau- berkata,

"Yang kita bahas pertama, apakah udhiyah (qurban) dianjurkan (disunnahkan) untuk jama'ah haji. Para ulama Hanafiyah, Malikiyah dan dipilih oleh Ibnu Taimiyah bahwasanya hal itu tidak dianjurkan (disunnahkan). Sedangkan ulama Syafi'iyah, Hambali dan juga Ibnu Hazm berpendapat tetap disunnahkannya udhiyah (qurban) bagi jama'ah haji. Pendapat terakhir inilah yang lebih kuat. Karena udhiyah itu umum, untuk orang yang berhaji maupun yang tidak berhaji. Dan ada hadits yang menunjukkan bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu berqurban (menunaikan udhiyah) padahal beliau sedang berhaji. Seperti riwayat Daruquthni, namun asalnya dalam shahih Muslim yaitu dari hadits Tsauban …. Ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berqurban saat haji dan waktu lainnya." [Sumber fatwa: http://www.youtube.com/watch?v=F-Oy26wROk0]

Lantas bagaimana mengenai larangan mencukur bagi shohibul qurban, apa berlaku juga untuk jama'ah haji yang juga berqurban di negerinya?

Syaikh Dr. Abdullah As Sulmi mengatakan bahwa larangan tersebut tetap berlaku bagi jama'ah haji yang berqurban. Namun setelah tahallul awal mereka boleh memotong kuku dan mencukur rambut meski qurbannya belum disembelih. Karena mencukur saat tahallul itu perintah dan untuk shohibul qurban tadi adalah larangan. Berdasarkan kaedah, perintah didahulukan dari larangan. [Faedah dari ceramah beliau pada link di atas]

Mudah-mudahan bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Setelah shalat Isya' @ Sakan 27 Jami'ah Malik Su'ud, Riyadh, KSU, 29/11/1433 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Penghalang Ittiba’ (8) : Bersandar pada Nash-Nash Yang Lemah Dan Palsu

Posted: 06 Sep 2013 02:24 AM PDT

riwayat

Termasuk penghalang ittiba' yang terbesar adalah bersandar kepada nash-nash yang lemah dan palsu, menetapkan hukum dengannya dan melakukan penolakan dengannya terhadap kebenaran yang telah tetap dengan nash-nash yang shahih. Sama saja apakah hal itu disebabkan karena kebodohan dan ketidakmampuan mereka untuk membedakan antara nash-nash yang shahih, lemah dan palsu, atau karena tertipu dengan pernyataan sebagian ahli ilmu yang membolehkan amal dengan hadits yang lemah dalam masalah fadhailul a'mal (keutamaan-keutamaan amal). Mereka pura-pura lupa bahwa hal itu ada syarat-syaratnya. Yang terpenting adalah:

  1. Ketika beramal, tidak meyakini keabsahan hadits tersebut, agar tidak menisbatkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sesuatu yang beliau katakan.
  2. Hendaknya kelemahan hadits itu tidak parah.
  3. Dan hukum yang ditetapkan oleh hadits lemah itu masuk di bawah dalil yang umum. Sehingga sesuatu yang tidak ada dalilnya atau yang tidak bisa ditetapkan hukumnya dari jalan manapun akan keluar dengan syarat ini (yakni tidak bisa diamalkan-pen).1

Inilah sekilas pandangan tentang hakikat ittiba'. Aku hadiahkan kepada kekasih-kekasihku di jalan Allah untuk memurnikan mutaba'ah yang hakiki kepada Nabi terpilih dan tercinta Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan agar nampak hakikat pengakuan cinta dari ahli bid'ah, para pengikut thariqah-thariqah dan selain mereka serta sejauh mana penyimpangan mereka dari jalan yang lurus.

إِنْ أُرِيدُ إِلاَّ اْلإِصْلاَحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلاَّ بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

"Yang aku inginkan tidak lain hanyalah perbaikan selama aku mampu. Dan taufiq yang aku peroleh hanyalah dengan pertolongan Allah. Hanya kepadaNya aku bertawakal dan hanya kepadaNya aku kembali" (QS. Huud: 88).

[Selesai]

Catatan Kaki

1 Lihat Al-I'tisham karya Asy-Syathibi (1/228-231)

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Artikel Muslim.Or.Id

Kajian Umum Bersama Syaikh Muhammad Abdul Latif (Sangatta, 7 September 2013)

Posted: 05 Sep 2013 09:15 PM PDT

sangatta

Kajian umum di Sangatta, Kalimantan Timur, bersama :

Syaikh Muhammad Abdul Latif Hafidzahullah

(Murid Syaikh Muqbilbin Hadi Al Wadi’i Rahimahullah dan Syaikh Abul Hasan Al Ma’ribi Hafidzahullah)

dengan tema:

“MEMBINA KELUARGA ISLAMI”

Sabtu, 7 September 2013.
18.30-selesai
Masjid An Nur Swarga Bara, Sangatta.

Diselenggrakan oleh: Yayasan Imam Syafi’i-Radio Dakwah Sangatta-DKM An Nur

Informasi: 08521546 1593

 

sangatta

No comments:

Post a Comment