Saturday, September 21, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Jadi Islam KTP

Posted: 21 Sep 2013 04:30 PM PDT

bangga_muslim

Jangan jadi muslim hanya di KTP. Orang Islam yah sudah dimaklumi dikenal anti syirik, bukan jadi pemuja kubur, dan bukan gemar sesajen dan atau sedekahan. Orang Islam benar-benar menjalani rutinitas shalat 5 waktu, semua shalat tersebut terus dijaga. Orang Islam juga selalu mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beramal.

Allah Ta'ala memerintahkan kepada kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffah sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah: 208).

Ayat ini menerangkan -kata Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya- perintah pada para hamba Allah yang beriman yang membenarkan risalah Rasul-Nya untuk mengambil (mengamalkan) seluruh ajaran Islam semampunya, termasuk menjalankan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan.

Yang dimaksud 'udkhulu fis silmi', masuklah dalam Islam. Demikian kata Al 'Aufi dari Ibnu 'Abbas dan lainnya. Sedangkan Robi' bin Anas katakan bahwa maksudnya adalah laksanakanlah ketaatan.

Adapun maksud 'kaaffah' dalam ayat tersebut -sebagaimana dikatakan oleh Ibnu 'Abbas dan selainnya-' adalah keseluruhan. Mujahid mengatakan, "Lakukanlah seluruh amalan dan berbagai bentuk kebajikan." Ibnu Katsir menegaskan bahwa maknanya adalah lakukan seluruh ajaran Islam, yaitu berbagai cabang iman dan berbagai macam syari'at Islam.

Ibnu 'Abbas juga mengatakan mengenai ayat tersebut,

ادخلوا في شرائع دين محمد صلى الله عليه وسلم ولا تَدَعَوا منها شيئًا وحسبكم بالإيمان بالتوراة وما فيها.

"Masuklah dalam syari'at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, jangan tinggalkan ajarannya sedikit pun, maka itu sudah mencukupkan kalian dari Taurat dan ajaran di dalamnya."

'Ikrimah mengatakan bahwa ayat di atas itu turun pada segolongan orang yang baru masuk Islam dari kalangan Yahudi dan lainnya. Mereka adalah seperti 'Abdullah bin Salaam, Tsa'labah, Asad bin 'Ubaid di mana mereka meminta izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk dibolehkan membaca taurat di malam hari, maka Allah memerintahkan untuk menyibukkan diri dalam menjalankan syari'at Islam saja sehingga bisa melupakan ajaran yang lainnya. Keterangan ini dan sebelumnya disarikan dari Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim karya Ibnu Katsir mengenai tafsir ayat yang kita kaji.

Ketika menjelaskan ayat di atas, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As Sa'di rahimahullah berkata, "Laksanakanlah seluruh ajaran Islam, jangan tinggalkan ajaran Islam yang ada. Jangan sampai menjadikan hawa nafsu sebagai tuan yang dituruti. Artinya, jika suatu ajaran bersesuaian dengan hawa nafsu, barulah dilaksanakan dan jika tidak, maka ditinggalkan,. Yang mesti dilakukan adalah hawa nafsu yang tunduk pada ajaran syari'at dan melakukan ajaran kebaikan sesuai kemampuan. Jika tidak mampu menggapai kebaikan tersebut, maka dengan niatan saja sudah bisa mendapatkan pahala kebaikan." Lihat Taisir Al Karimir Rahman karya Syaikh As Sa'di tentang tafsiran ayat di atas.

Pelajaran dari ayat di atas, jika syari'at Islam memerintahkan untuk meninggalkan ajaran dan tradisi syirik, maka kita sami'na wa atho'na. Jangan karena alasan mempertahankan budaya, akhirnya tradisi yang dimurkai Allah tersebut terus dilariskan, seperti kita lihat saat ini masih saja laris manis tradisi ruwatan, sedekah laut, minta keberkahan dengan menggantung jimat dan lainnya yang dijalankan oleh orang yang 'ngaku Islam'. Jika Islam memerintahkan untuk melaksanakan ibadah badan yang mulia seperti shalat dan zakat, maka kita terus berusaha menjaganya. Jika ajaran Islam memerintahkan kita bersedekah yang wajib dengan harta kita, maka kita pun manut dan menjalankannya, tanpa ada rasa kikir dan pelit. Begitu pula ketika ajaran Islam memerintahkan untuk berlepas diri dari ajaran orang kafir yang berkaitan dengan perayaan mereka, maka kita pun tidak boleh menghadiri, memeriahkan atau sekedar mengucapkan selamat. Oleh karenanya, jangan jadi Islam yang separuh-paruh, alias Islam KTP. Jadilah Islam yang kaaffah, yang menjalankan seluruh syari'at Islam.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Berkat nikmat Allah @ Riyadh-KSA, 1 Rabi'ul Akhir 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Patungan Kurban Sapi Tapi Niat Berbeda-Beda

Posted: 21 Sep 2013 09:45 AM PDT

pemanfaatan-kurban

Fatwa Syaikh Khalid Al Mushlih

Soal: 

Apakah boleh tiga orang yang di rumah yang berbeda patungan kurban sapi, namun satu orang diantara mereka berniat untuk kurban sedangkan dua orang lagi tidak berniat kurban, hanya sekedar ingin memanfaatkan dagingnya?

Jawab:

Terdapat dua pendapat diantara para ulama mengenai tercampurnya niat antara orang-orang yang ingin berkurban dengan yang ingin memanfaatkan dagingnya saja:

Pendapat pertama, hukumnya boleh ada percampuran niat dalam kurban. Baiknya niat yang tercampur itu antara niat kurban wajib dengan niat kurban sunnah. Atau juga niat yang tercampur itu antara niat kurban dengan niat ingin memanfaatkan dagingnya saja. Ini pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (1318) hadits dari Jabir Radhiallahu’anhu, ia berkata:

خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم مهلين بالحج، فأمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نشترك في الإبل والبقر، كل سبعة منا في بدنة

“kami pernah pergi haji bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk patungan kurban unta dan sapi. Tujuh orang tiap satu ekor”

dalam riwayat lain:

اشتركنا مع النبي صلى الله عليه وسلم في الحج والعمرة كل سبعة في بدنة

“kami patungan kurban ketika berhaji dan berumrah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, tujuh orang tiap ekor sapi atau unta”

Sisi pendalilan dari hadits ini adalah bahwa berkurban dalam haji itu ada yang wajib dan ada yang sunnah namun perbedaan dari niat taqarrub (ibadah) ini tidak memberi pengaruh. Jadi hadits ini menunjukkan bahwa perbedaan niat tidak mempengaruhi keabsahan kurban.

Pendapat kedua, tidak boleh ada perbedaan niat antara niat taqarrub dengan selain taqarrub. Karena kurban itu satu kesatuan, tidak boleh ada perbedaan dari orang yang patungan yaitu sebagiannya ingin taqarrub dan lainnya bukan ingin ibadah. Ini pendapat Hanafiyyah.

Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak boleh ada perbedaan niat kurban kecuali perbedaan niat yang semuanya masih termasuk niat taqarrub. Karena yang diizinkan dalam hadits-hadits adalah dalam konteks yang demikian. Adapun perbedaan niat antara kurban yang wajib dengan kurban yang sunnah, ini tidak mengapa. Karena semua ini termasuk niat taqarrub. Sebaliknya, jika perbedaannya antara ibadah dan bukan ibadah, tidak boleh. Wallahu’alam.

 

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/39383?ref=w-new

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

No comments:

Post a Comment