Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah |
- Ucapan “Ash Shalaatu Khoirum Minan Naum”
- Seni Berbakti pada Orang Tua
- Dauroh Ilmiyah Dan Pelatihan Bahasa Arab PP Madinatul Qur’an (Bogor, 9 Juni – 27 Juli 2013)
- Soal-270: Membaca Al-Ikhlas 3x Seperti Mengkhatamkan Al-Quran?
- Daurah Bahasa Arab Dan Aqidah Ma’had Al Furqan Al Islami (Gresik, 29 Mei – 21 Juni 2013)
Ucapan “Ash Shalaatu Khoirum Minan Naum” Posted: 09 Apr 2013 03:00 PM PDT Alhamdulillah, Shalawat dan Salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga akhir jaman. Sebagian kaum muslimin di negara kita mengingkari sunnah at-tatswib pada adzan subuh. Padalah at-tatswib merupakan amal yang disyariatkan. Tulisan berikut ini merupakan beberapa nukilan dari para ulama tentang masalah at-tatswib dan jawaban atas syubhat-syubhat mereka yang mengingkari at-tatswib dan menganggapnya sebagai bid'ah. Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata, "Disunnahkan pada adzan subuh mengucapkan "Ash-Shalatu khairum minan naum" dua kali setelah mengucapkan, "Hayya 'alal falah"ini pendapat Ibnu Umar, Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin, Az-Zuhri, Malik, Ats-Tsauri, Al Auzai, Ishaq, Abu Tsaur dan As-Syafi'i sebagaimana yang valid darinya."[1] Dalilnya adalah hadis Abu Mahdzurah, ia berkata, "Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sunnah adzan." Kemudian beliau menyebutkannya. Hingga beliau bersabda setelah ucapan "hayya 'alal falah.", «فإن كان صلاة الصبح قلت : الصلاة خير من النوم الصلاة خير من النوم الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله» "Pada shalat subuh, engkau mengucapkan, "Ash-Shalatu khairum minan naum, ash-shalatu khairum minan naum, Allahu akbar, Allahu akbar."[2] Diriwayatkan dari Bilal, ia berkata: «أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أثوب في الفجر ونهاني أن أثوب في العشاء» "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkanku untuk melakukan tatswib pada shalat fajar dan melarangnya pada shalat isya."[3] Asy-Syairazy –rahimahullah- berkata, "Dan pada adzan subuh ada tambahan padanya (adzan), yaitu setelah "hayya 'alal falah" mengucapkan, "ash-shalatu khairum minan naum" An-Nawawi berkata dalam Syarahnya, "Adapun tatswib, yang shahih padanya ada dua riwayat; yang shahih yang disebutkan oleh pengarang dan jumhur bahwa ia sunnah dengan dasar hadis Abu Mahdzurah. Dari Anas bin Malik berkata, "Bagian dari sunnah adalah seorang muadzin berkata pada adzan fajar, "hayya 'alal falah" kemudian berkata, "ash-shalatu khairum minan naum",Allahu akbar, Allahu akbar." Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, Ad-Daruquthny, Al Baihaqy. Al baihaqy berkata, "sanadnya shahih"[4] Para fukaha sepakat atas tatswib, yaitu tambahan pada adzan shalat fajar setelah al falah, yaitu, "ash-shalatu khairum minan naum" dua kali, mengamalkan yang telah valid dari Bilal, juga dengan dasar sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Abu Mahdzurah, "Pada shalat subuh, engkau mengucapkan, "Ash-Shalatu khairum minan naum, ash-shalatu khairum minan naum, Allahu akbar, Allahu akbar."[5] Dari nukilan-nukilan diatas jelaslah bahwa para ulama menyatakan at-tatswib merupakan sunnah adzan yang hanya dilakukan pada shalat subuh, dan tidak boleh dilakukan pada selain shalat subuh. Meluruskan Pemahaman Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin –rahimahullah- berkata, "Sebagian kaum muslimin di zaman ini ada yang menyangka bahwa adzan yang diucapkan padanya dua kalimat ini (at-tatswib) adalah adzan sebelum fajar. Syubhat mereka dalam hal ini adalah bahwa dalam sebagian riwayat hadis terdapat lafadz: «إذا أذَّنت الأوَّلَ لصلاة الصُّبْحِ فقل: الصلاة خيرٌ من النَّوم» Jika engkau adzan yang pertama untuk shalat subuh, maka ucapkanlah, "ash-shalatu khairum minan naum."[6] Dengan hadis ini mereka menyangka bahwa at-tatswib untuk adzan di akhir malam. Karena mereka menamainya dengan adzan awal. Dan mereka berkata bahwa at-tatswib pada adzan setelah masuk waktu subuh sebagai bid'ah. Kita katakan: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika engkau adzan yang pertama untuk shalat subuh.", maka di sana disebutkan, "untuk shalat subuh". Sebagaimana diketahui bahwa adzan pada akhir malam itu bukanlah untuk shalat subuh, akan tetapi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah adalah, "Untuk membangunkan orang yang tidur."[7] Adapun shalat subuh, tidak dilakukan adzan untuknya melainkan setelah terbit fajar. Jika adzan dilakukan sebelumnya, maka tidaklah disebut adzan untuk shalat subuh. Dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika shalat telah datang, maka adzanlah salah seorang diantara kalian." Dan diketahui juga bahwa shalat tidak datang kecuali setelah masuk waktunya. Kemudian tinggal tersisa masalah pada sabda Nabi, "Jika engkau adzan yang pertama". Maka kita katakan, hal itu tidak bermasalah. Karena adzan secara bahasa adalah i'lam (pemberitahuan), dan iqamat termasuk i'lam. Maka adzan subuh setelah masuk waktunya disebut adzan awal. Hal ini sebagaimana telah datang secara jelas dalam hadis yang diriwayatkan Muslim dari Aisyah tentang shalat Nabi pada malam hari, "Beliau biasa tidur pada awal malam, dan menghidupkan akhirnya. Jika beliau ada keperluan kepada istrinya, maka beliau menyelesaikannya lalu beliau tidur. Dan ketika panggilan (adzan) yang pertama beliau bangun dan mandi. Jika beliau tidak junub maka beliau wudhu sebagaimana seseorang wudhu untuk shalat. Kemudian shalat dua rakaat.[8] Maksud dari perkataan Aisyah, "panggilan yang pertama" adalah adzan fajar tanpa keraguan lagi. Disebut pertama karena iqamat (sebagai panggilan yang kedua). Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Antara dua adzan ada shalat."[9]Maksud dua adzan adalah adzan dan iqamat. Maka, selesailah permasalahan lafadz "adzan pertama" dan tatswib dilakukan pada adzan saat masuk subuh. Mereka juga mengatakan bahwa "ash-shalatu khairum minan naum" menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah sebelum waktu subuh karena shalat yang dimaksud adalah shalat tahjjud, bukan shalat fardhu. Karena tidak ada perbandingan keutamaan antara shalat fardhu dan tidur. Dan khairiyyah (perbandingan dalam kebaikan) adalah dalam rangka untuk memotivasi. Hal ini lah juga yang menguatkan bahwa yang dimaksud dengan adzan (awal) itu adalah adzan pada akhir malam. Kita katakan: bahwa anggapan ini disebabkan karena kekeliruan yang pertama. Khairiyyah terkadang digunakan untuk sesuatu yang paling wajib. Sebagaimana firman Allah, "(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Ash-Shaff [61]: 11) Allah menyebutkan bahwa iman dan jihad itu khair (lebih baik), maksudnya lebih baik bagi kalian dari segala hal yang melenakan kalian berupa perdagangan kalian. Khairiyyah disini antara yang wajib dan yang selainnya. Begitu juga dalam ayat lain Allah berfirman, "Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."(QS. Al Jumu'ah [62]: 9) Maksudnya adalah lebih baik dari jual beli. Dan diketahui bahwa menghadiri shalat jumat ke mesjid hukumnya wajib. Walau demikian Allah berfirman, "Yang demikian itu lebih baik bagimu." Dengan demikian, jika melakukan at-tatswib pada adzan sebelum subuh, maka kita katakana, hal itu tidak disyariatkan."[10] Wallahu 'alam, wa shallallahu 'ala nabiyyinaa Muhammad. — Subang, 9 Ramadhan 1432 Penulis: Ustadz Abu Khaleed Resa Gunarsa, Lc Artikel Muslim.Or.Id
[1] Al Mughny: vol. 2, hal. 61 [2] HR Abu Dawud: 500, Ahmad: 15379, Ibnu Hibban: 1682, Al Baihaqy: 1831, Dishahihkan Al Albany dalam "Misykat al Mashabih" no. 645 [3] HR Ibnu Majah: 715, Ahmad: 231914, Didhaifkan Al Albany dalam "Irwa al Ghalil" no. 235 [4] Lihat Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab: vol. 3, hal. 99-100 [5] Al Fiqhu Al Islamy wa Adillatuhu, vol. 1, hal. 543 [6] HR Abdurrazaq (1821), Ahmad (3/408), Abu Dawud, Kitab Ash-Shalatu, Bab Kaifa Al Adzan, no. (501), An-Nasa`I, Kitab Al Adzan, Bab Adzan fis Safar (2/7), no. (632) dari Abu Mahdzurah [Muhaqqiq Syarh Al Mumti'] [7] HR Bukhari (621), Muslim (1093) Dari Hadis Ibnu Mas'ud [Idem] [8] HR Bukhari (1146), Muslim (739) [9] HR Bukhari (627), Muslim (838) Dari hadis Abdullah bin Buraidah [10] As Syarh Al Mumti' alaa Zaad Al Mustaqni', vol. 2, hal, 52 |
Posted: 09 Apr 2013 10:01 AM PDT Bagi yang belum pernah merasakan nikmat dan indahnya berbakti kepada orang tua Bagi yang belum maksimal berbakti kepada mereka Ketauhilah…bahwa ternyata dalam usaha untuk melaksanakan bakti terdapat seni! Seni bagaimana bertutur kata yang baik…mencari kata-kata yang tidak menyakiti orang tua. Seni bagaimana membuat orang tua selalu tersenyum bahkan kalau bisa tertawa riang gembira. Seni bagaimana menahan rasa ingin makanan dan minuman yang tersedia karena dikira orang tua juga menginginkannya. Seni bagaimana berusaha mencari makanan dan minuman yang diinginkan oleh orang tua, meskipun terkadang harus kepanasan, kehujanan. Seni bagaimana lebih mendahulukan mereka dibandingkan anak dan istri tanpa menelantarkan anak dan istri. Seni bagaimana menjaga perasaan orang tua. Seni bagaimana bersikap tawadhu’ di depan orang tua. Seni ketika menafkahi orang tua, bagaimana kita harus lebih beriman kepada janji Allah Ta’ala dalam hal memberikan nafkah, meskipun terkadang kita dalam keadaan sulit dan kepepet. Seni bagaimana agar orang tua tidak malu menerima pemberian kita, anaknya. Dari sinilah akhirnya, semoga kita lebih memahami: 1- Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh seseorang lebih mendahulukan berbakti kepada orang tuanya dibandingkan berjihad ( sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari) عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ ). Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata; “Pernah seseorang mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu ia minta izin untuk berjihad, Lalu Beliau bertanya: “Apakah kedua orang tua masih hidup?” Orang itu menjawab:”Iya”. Beliau bersabda: “Berjihadlah dalam mengurus keduanya.” HR. Bukahri. 2- Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk tetap diam bersama ibunya, karena pada kedua kaki ibunya terdapat surga. عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ، أَنَّ جَاهِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ فَجِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ. قَالَ: «أَلَكَ وَالِدَةٌ؟» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «اذْهَبْ فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا» هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ. Artinya: “Mu’awiyah bin Jahimah meriwayatkan bahwa Jhimah radhiyallahu ‘anhu pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: “Sungguh aku ingin berperang, dan aku datang meminta petunjuk kepada engkau?”, beliau bersabda: “Apakah kamu memiliki ibu?”, ia menjawab: “Iya”, beliau bersabda: “Pergilah dan tinggallah bersamanya, karena sesungguhnya surga pada kedua kakinya.” HR. Al Hakim, beliau berkata: “Hadits ini adalah yang shahih sanadnya dan belum disebutkan oleh kedua imam (Yaitu Imam Bukhari dan Muslim). 3- Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang pemuda yang telah membuat ibunya menangis untuk kembali membuatnya tertawa. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ ( أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي جِئْتُ أُرِيدُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَقَدْ أَتَيْتُ وَإِنَّ وَالِدَيَّ لَيَبْكِيَانِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا ). Artinya: “Abdullah bin ‘Amr berkata: “Seseorang pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku datang ingin berjihad bersama, aku berharap wajah Allah dan kehidupan ahirat, dan aku telah datang dalam keadaan kedua orang tuaku benar-benar menangis?”, beliau menjawab: “Kalau begitu, kembalilah kepada keduanya, buatlah mereka berdua tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka berdua menangis.” HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan An Nasai. Sobat … Sungguh pemandangan yang terindah, yang sangat sulit dilupakan bagi seorang anak shalih. semoga Allah Ta’ala membantu kita mewujudkannya. Allahumma amin. — Sabtu, 18 Jumadal Ula 1434H, Perjalanan Ke Madinah Nabawiyyah Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc Artikel Muslim.Or.Id |
Dauroh Ilmiyah Dan Pelatihan Bahasa Arab PP Madinatul Qur’an (Bogor, 9 Juni – 27 Juli 2013) Posted: 09 Apr 2013 03:14 AM PDT Pondok Pesantren Madinatul Qur’an menyelenggarakan Dauroh Ilmiyah Dan Pelatihan Bahasa Arab Dauroh Ilmiyah Bersama Masyaikh Waktu: 9-19 Juni 2013 Pemateri:
Pembelajaran akan dibagi menjadi 2 kelompok: pemula dan lanjutan Dauroh Ilmiyah Bersama Asatidz Waktu: 1-5 Juli 2013 Pemateri:
Pelatihan Bahasa Arab Dasar Waktu: 7-27 Juli 2013 Pemateri:
Peserta dibatasi 50 orang. Yang dipelajari adalah kitab Al Muyassar Fi Ilmin Nahwi dan Al Mukhtarat Qawaidul Lughah Al ‘Arabiyah Biaya
Informasi dan Pendaftaran
Alamat Kantor Ma'had Website: http://www.madinatulquran.or.id |
Soal-270: Membaca Al-Ikhlas 3x Seperti Mengkhatamkan Al-Quran? Posted: 08 Apr 2013 07:49 PM PDT Apa benar membaca surah al-ikhlas 3x seperti mengkhatamkan al-quran? Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI. Jawabannya Klik Player: |
Daurah Bahasa Arab Dan Aqidah Ma’had Al Furqan Al Islami (Gresik, 29 Mei – 21 Juni 2013) Posted: 08 Apr 2013 06:30 PM PDT DAUROH BAHASA ARAB DAN AQIDAH MAHAD AL FURQAN Marhalah ( tingkat )
Biaya daurah dan kitab secara paket ( kitab disediakan panitia ) Tempat Pondok pesantren Al Furqan Al Islami, Srowo, Sedayu, Gresik. Telepon 0313949156 Persyaratan
Fasilitas
Waktu 19 Rajab – 12 Sya'ban 1434 / 29 Mei – 21 Juni 2013 (selama 25 hari ) Pendaftaran
Jam pelajaran Untuk ikhwan Untuk Akhwat Informasi Hubungi 082 333 906 577 ( Ahmad Zamroni ) tidak melayani SMS |
You are subscribed to email updates from Muslim.Or.Id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
No comments:
Post a Comment