Friday, August 30, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Dauroh Ilmiyyah Bersama Syaikh Muhammad Abdul Latif (Bontang, 3 – 8 September 2013)

Posted: 29 Aug 2013 11:03 PM PDT

Dauroh syaikh muhammad bin abdul latif

Hadirilah dauroh ilmiah ke 4 bersama:

Syaikh Muhammad Abdul Latif حفظه الله

(Murid Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i رحمه الله & Syaikh Abul Hasan Al Ma’ribi حفظه الله)

Penerjemah: Ustadz Hizbul Majid حفظه الله

Mulai tanggal 3 – 8 September 2013

(Beliau akan mengisi di Kajian Ba’da Maghrib, Ba’da Shubuh dan di Kajian Ummahat)

 

Adapun DAUROH insyaAllah akan diadakan pada hari :

Sabtu 7 September 2013

Jam 08.30 -12.00 WITA

Tempat: Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq, Pisangan.

Tema: “Pengaruh Keimanan Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Ahad 8 September 2013

Jam 08.30 -12.00 WITA

Tempat: Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq, Pisangan.

Tema: “Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

CP:

  • Bapak Rosiin: 082155593038
  • Bapak Wahyudi: 085249721532

Dauroh syaikh muhammad bin abdul latif

Kajian Umum Bersama Ust. Badrusalam, Lc. (Samarinda, 31 Agustus – 1 September 2013)

Posted: 29 Aug 2013 07:57 PM PDT

ustdz badru di samarinda

Sabtu, 31 Agustus 2013

Waktu : 13.30 – selesai
Tempat : Islamic Center
Tema : “Membangun Rumah di Surga”

Waktu : Ba'da Maghrib – Selesai
Tempat : Mesjid Agung Pelita
Tema : “Amal Pembuka Rezeki”

Ahad, 01 September 2013

Waktu : Ba'da Shubuh – Selesai
Tempat : Islamic Center
Tema : “Menangis karena takut kepada Allah”

Waktu : 09.00 – 11.30
Tempat : Islamic Center
Tema: “Menjadi Bidadari Surga”

Waktu : Ba'da Maghrib – Selesai
Tempat : Mesjid SDIT Fastabiqul Khoirot ( air hitam )
Tema : “Mereka yg diinginkan kebaikan oleh Allah”

CP :

  • Anwar 08979632261
  • Abu Ghoza 085247965554

ustdz badru di samarinda

Penghalang Ittiba’ (6) : Diamnya Para Ulama

Posted: 29 Aug 2013 05:15 PM PDT

orang-shalih

Dengan diamnya para ulama dari menyebarkan kebenaran dan memperingatkan kebatilan, suara kebatilan menjadi tinggi, suara kebenaran menjadi lemah dan banyak orang menyangka bahwa orang-orang yang berada di atas kebatilan – karena banyak dan tersebarnya mereka – adalah orang-orang yang benar, dengan dalil muncul dan nampaknya mereka, karena jika tidak demikian tentu mereka tidak akan muncul dan nampak. Dan sebagai akibat darinya, pengikut kebenaran menjadi sedikit.

Oleh karena itu, nash-nash datang dengan membawa peringatan dari menyembunyikan ilmu dan tidak menyebarkannya. Allah berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ (159) إِلاَّ الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan bayyinah (penjelas) dan petunjuk yang Kami turunkan, setelah Kami jelaskan kepada manusia di dalam al-kitab, mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Alah dan orang-orang yang melaknat. Kecuali orang-orang yang telah bertaubat, memperbaiki dan menjelaskan, maka Allah akan menerima taubat mereka dan Aku Maha menerima taubat dan Maha penyayang" (QS. Al-Baqarah: 159-160)

Asy-Syaukani di dalam menjelaskan ayat ini mengatakan, "Mereka (para ulama-pen) berselisih tentang yang dimaksud dengan orang-orang itu. Ada yang mengatakan, mereka adalah ulama-ulama yahudi dan pendeta-pendeta nasrani yang meninggalkan urusan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan ada yang mengatakan, mereka adalah setiap orang yang menyembunyikan kebenaran dan tidak menjelaskan apa yang diwajibkan oleh Allah untuk dijelaskan. Inilah pendapat yang lebih kuat, karena yang dijadikan patokan adalah keumuman lafadznya bukan kekhususan sebabnya. Sebagaimana hal ini telah ditetapkan dalam ilmu ushul. Seandainya kita terima bahwa sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan sikap orang-orang yahudi dan nasrani yang menyembunyikan ilmu, maka hal ini tidak bertentangan dengan cakupan ayat terhadap setiap orang yang menyembunyikan kebenaran. Dan di dalam ayat ini terdapat ancaman yang sangat keras, tidak bisa diukur besarnya. Karena barangsiapa yang dilaknat oleh Allah dan hamba-hambaNya yang bisa melaknat, berarti kecelakaan dan kerugiannya telah sampai kepada batas yang tidak bisa dijangkau dan diketahui hakikatnya."1

Dan di dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ ))

"Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang dia ketahui kemudian dia menyembunyikannya maka pada hari kiamat dia dikekang dengan tali kekang dari api"2

Dalam riwayat Ibnu Majah,

مَا مِنْ رَجُلٍ يَحْفَظُ عِلْمًا فَيَكْتُمُهُ إِلاَّ أُتِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلْجَمًا بِلِجَامٍ مِنْ النَّارِ

"Tidaklah seseorang menghafal suatu ilmu lalu dia menyembunyikannya, melainkan pada hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dikekang dengan tali kekang dari neraka"3

Catatan Kaki

1 Fathul Qadir (1/238).

2 At-Tirmidzi (5/29) no. 2649.

3 Ibnu Majah (1/96) no. 261, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah (1/49) no. 210.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id

Kajian Umum Bersama Ust. Zaenal Abidin, Lc. (Balikpapan, 30 Agustus – 1 September 2013)

Posted: 29 Aug 2013 04:57 PM PDT

kajian-balikpapan

Jadwal Kegiatan Kajian Ust. Zaenal Abidin di Balikpapan, 30 Agustus – 1 September 2013

JUM'AT, 30 AGUSTUS 2013
Waktu : Ba'da Maghrib – Selesai
Peserta : Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat : Masjid Istiqomah (Jl. Sport, Gn Dubs, Samping Lapangan Merdeka)
Tema : Badai Rumah Tangga Pasti Berlalu

SABTU, 31 AGUSTUS 2013
Waktu : 09.00 – Zhuhur
Peserta : Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat : Masjid Istiqomah (Jl. Sport, Gn Dubs, Samping Lapangan Merdeka)
Tema : Rumahku Taman Syurgaku

Waktu : Ba'da Maghrib – Selesai
Peserta : Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat : Masjid Baiturrahman (Balikpapan Regency Tahap II)
Tema : Pahala Berlimpah Para Pencari Nafkah

AHAD, 1 SEPTEMBER 2013
Waktu : Ba'da Shubuh – Selesai
Peserta : Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat : Masjid Istiqlal (Jl. Panorama, Samping Stadion Persiba)
Tema : Bijak Terhadap Ajaran Wali Songo

Waktu : 09.00 – Zhuhur
Peserta : Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat : Masjid Al-Imam An-Nasa'i (Jl. Syarifudin Yos, Depan Sepinggan Pratama)
Tema : Perjalanan Ruh Setelah Kematian.

SENIN, 2 SEPTEMBER 2013
Waktu : 08.00 –10.00 wita
Peserta : Khusus Muslimah
Tempat : Pondokan Nadita (Jl. Marsma Iswahyudi, sebelah DHL Expedisi, dekat Bandara Sepinggan)
Tema : Membuat Suami Kangen Rumah

 

Info: 085245262706

atau melalui FB Group Majelis Ilmu Balikpapan atau website http://www.majelisilmu.com

 

Diselenggarakan oleh: Yayasan Thaifah Al Manshurah

Bekerjasama dengan:

  • Pondokan Nadita
  • Dewan Kemakmuran Masjid Al Istiqomah
  • Dewan Kemakmuran Masjid Baiturrahman
  • Dewan Kemakmuran Masjid Istiqlal
  • Rodja TV

kajian-balikpapan

Hukum dan Syarat Haji

Posted: 29 Aug 2013 02:29 PM PDT

haji

Hukum Haji

Hukum haji adalah fardhu 'ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur'an, As Sunnah dan ijma' (kesepakatan para ulama).

1. Dalil Al Qur'an

Allah Ta'ala berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imron: 97).

Ayat ini adalah dalil tentang wajibnya haji. Kalimat dalam ayat tersebut menggunakan kalimat perintah yang berarti wajib. Kewajiban ini dikuatkan lagi pada akhir ayat (yang artinya), "Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam". Di sini, Allah menjadikan lawan dari kewajiban dengan kekufuran. Artinya, meninggalkan haji bukanlah perilaku muslim, namun perilaku non muslim.

2. Dalil As Sunnah

Dari Ibnu 'Umar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

"Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan." (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).

Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan wajibnya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah." Lantas ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?" Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda, "Seandainya aku mengatakan 'iya', maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup" (HR. Muslim no. 1337). Sungguh banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai derajat mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat memastikan hukum haji itu wajib.

3. Dalil Ijma' (Konsensus Ulama)

Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma'lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan  kafir.

Syarat Wajib Haji

  1. Islam
  2. Berakal
  3. Baligh
  4. Merdeka
  5. Mampu

Kelima syarat di atas adalah syarat yang disepakati oleh para ulama. Sampai-sampai Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata, "Saya tidak mengetahui ada khilaf (perselisihan) dalam penetapan syarat-syarat ini." (Al Mughni, 3:164)

Catatan:

  1. Seandainya anak kecil berhaji, maka hajinya sah. Namun hajinya tersebut dianggap haji tathowwu' (sunnah). Jika sudah baligh, ia masih tetap terkena kewajiban haji. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma').
  2. Syarat mampu bagi laki-laki dan perempuan adalah: (a) mampu dari sisi bekal dan kendaraan, (b) sehat badan, (c) jalan penuh rasa aman, (d) mampu melakukan perjalanan.
  3. Mampu dari sisi bekal mencakup kelebihan dari tiga kebutuhan: (1) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah, (2) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian, (3) penunaian utang.
  4. Syarat mampu yang khusus bagi perempuan adalah: (1) ditemani suami atau mahrom, (2) tidak berada dalam masa 'iddah.

Syarat Sah Haji

  1. Islam
  2. Berakal
  3. Miqot zamani, artinya haji dilakukan di waktu tertentu (pada bulan-bulan haji), tidak di waktu lainnya. 'Abullah bin 'Umar, mayoritas sahabat dan ulama sesudahnya berkata bahwa waktu tersebut adalah bulan Syawwal, Dzulqo'dah, dan sepuluh hari (pertama) dari bulan Dzulhijjah.
  4. Miqot makani, artinya haji (penunaian rukun dan wajib haji) dilakukan di tempat tertentu yang telah ditetapkan, tidak sah dilakukan tempat lainnya. Wukuf dilakukan di daerah Arofah. Thowaf dilakukan di sekeliling Ka'bah. Sa'i dilakukan di jalan antara Shofa dan Marwah. Dan seterusnya.

Bersambung insya Allah …

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 1 Dzulhijjah1432 H (29/10/2011)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Naik Haji dalam Keadaan Berutang

Posted: 28 Aug 2013 04:00 PM PDT

Utang riba bank

Tanya:

Apakah boleh seseorang berhaji dalam keadaan berutang? Aku pernah mendengar, ada yang katakan bahwa tidak boleh seseorang berhaji dalam keadaan seperti itu sampai ia melunasi utang-utangnya. Apakah benar seperti itu? Apakah haji itu hanya diperintahkan pada orang yang telah nikah saja atau selainnya (yaitu bujang) juga termasuk di dalamnya?

Jawaban dari Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia:

Pertama, jika berutang tadi mampu untuk dilunasi ditambah ia masih memiliki nafkah untuk berangkat haji dan ia tidak terasa berat untuk melunasinya, atau ia berhaji dan diizinkan dan diridhoi oleh orang yang memberi utangan, maka dibolehkan seperti itu. Jika tidak demikian, maka tidak dibolehkan ia berhaji. Namun seandainya ia berhaji pun dalam keadaan seperti itu, hajinya sah.

Kedua, hukum berhaji bagi seorang mukallaf (yang dibebani syariat) adalah wajib jika ia mampu (untuk berhaji), terserah dia sudah menikah ataukah masih bujang. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta'ala,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Imron: 97)

Wabillahit taufiq, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Yang menandatangani fatwa ini:

Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh 'Abdur Rozaq 'Afifi selaku wakil ketua, Syaikh 'Abdullah bin Ghudayan selaku anggota.

Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al 'Ilmiyyah wal Ifta' 11/48-49, pertanyaan kelima no. 9405.

***

Dari sini kita dapat memahami bahwa hukum haji dalam keadaan berutang itu boleh asalkan ia mampu atau yakin melunasi utangnya atau diridhoi oleh orang yang memberi utangan. Namun tentu saja utang ini dicari dengan jalan yang halal, tanpa riba, tanpa bunga, bukan meminjam di bank. Akan tetapi, demikianlah keadaan sebagian orang yang berangkat berhaji, tidak kenal halal dan haram. Padahal haji adalah ibadah yang amat urgent. Namun kenapa begitu nekad mendatangi bank dan meminjam uang dari mereka, dan ini tentu saja riba. Karena di balik utang bank itu ada keuntungan yang mereka ambil. Keuntungan inilah riba. Sebagaimana para ulama katakan, "Setiap utangan yang ditarik keuntungan, maka itu adalah riba." Jika orang berhaji, carilah cara yang halal untuk mendapatkan utang karena ancaman adalah laknat Allah bagi orang yang meminjam uang dan membayar ribanya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya." Beliau mengatakan, "Mereka semua itu sama."(HR. Muslim no. 1598)

Renungkanlah, bagaimana bisa meraih haji mabrur jika sejak awal sudah mendapatkan laknat seperti ini? Padahal yang disebut haji mabrur adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

""Siapa yang berhaji ke Ka'bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya." (HR. Bukhari no. 1521). Ibnu Kholawaih berkata, "Haji mabrur adalah haji yang maqbul (haji yang diterima)." Ulama yang lainnya mengatakan, "Haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri dengan dosa." (Lihat Fathul Bari, 3/382)

Sabarlah untuk menabung sebagai bekal haji. Jika kita ingin selalu cari yang halal dan diridhoi Allah, pasti Allah akan mudahkan.

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

"Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu." (HR. Ahmad. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.

3 days before wuquf in Arofah, 6 Dzulhijjah 1431 H, KSU, Riyadh, KSA

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Hukum Umrah, Wajibkah?

Posted: 27 Aug 2013 04:00 PM PDT

Hukum umrah

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Kita sudah tahu dan jelas bagaimana hukum menunaikan ibadah haji. Namun bagaimanakah hukum umrah, yang di dalamnya ada dua ritual ibadah utama yaitu thowaf mengelilingi ka'bah dan sa'i antara Shofa dan Marwah?

Dalam masalah ini ada khilaf (silang pendapat) di antara para ulama. Ulama Malikiyah, kebanyakan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa 'umroh itu sunnah muakkad, yaitu 'umroh sekali seumur hidup.

Sedangkan sebagian ulama Hanafiyah lainnya berpendapat bahwa 'umroh itu wajib sekali seumur hidup karena menurut istilah mereka sunnah muakkad itu wajib.

Pendapat yang paling kuat dari Imam Syafi'i, juga menjadi pendapat ulama Hambali, 'umroh itu wajib sekali seumur hidup. Imam Ahmad sendiri berpendapat bahwa 'umroh tidak wajib bagi penduduk Makkah karena rukun-rukun 'umroh yang paling utama adalah thowaf keliling Ka'bah. Mereka, penduduk Makkah, sudah sering melakukan hal ini, maka itu sudah mencukupi mereka.

Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berdalil bahwa 'umroh itu hukumnya sunnah dengan dalil,

حديث جابر بن عبد اللّه رضي الله عنهما قال : « سئل رسول اللّه صلى الله عليه وسلم عن العمرة أواجبة هي ؟ قال : لا ، وأن تعتمروا هو أفضل » .

Hadits Jabir bin 'Abdillah radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya mengenai 'umroh, wajib ataukah sunnah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Tidak. Jika engkau berumroh maka itu afdhol." (HR. Tirmidzi no. 931, sanad hadits ini dho'if sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

وبحديث طلحة بن عبيد اللّه رضي الله عنه : « الحجّ جهاد والعمرة تطوّع » .

Hadits Tholhah bin 'Ubaidillah radhiyallahu 'anhu, "Haji itu jihad dan 'umroh itu tathowwu' (dianjurkan)." (HR. Ibnu Majah no. 2989, hadits ini dho'if sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

Sedangkan ulama Syafi'iyah dan Hambali berpendapat bahwa 'umroh itu wajib sekali seumur hidup dengan alasan firman Allah Ta'ala,

وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ

"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah." (QS. Al Baqarah: 196). Maksud ayat ini adalah sempurnakanlah kedua ibadah tersebut. Dalil ini menggunakan kata perintah, hal itu menunjukkan akan wajibnya haji dan umroh.

Juga dalil lainnya adalah,

وبحديث عائشة رضي الله تعالى عنها قالت : « قلت : يا رسول اللّه هل على النّساء جهاد ؟ قال : نعم ، عليهنّ جهاد لا قتال فيه : الحجّ والعمرة » .

Dengan hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?" Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Iya. Dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan 'umroh." (HR. Ibnu Majah no. 2901, hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani). Jika wanita saja diwajibkan 'umroh karena itu adalah jihad bagi wanita muslimah, lantas bagaimanakah dengan pria?

Pendapat yang terkuat dalam hal ini, umrah itu wajib bagi yang mampu sekali seumur hidup. Sedangkan pendapat yang menyatakan hukumnya sunnah (mu'akkad) berdalil dengan dalil yang lemah (dho'if) sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Jadi bagi yang mampu, sekali seumur hidup berusahalah tunaikan umroh. Namun perlu diketahui bahwa ibadah 'umroh ini bisa langsung ditunaikan dengan ibadah haji yaitu dengan cara melakukan haji secara tamattu' atau qiran. Karena dalam haji tamattu' dan haji qiran sudah ada 'umroh di dalamnya. Wallahu a'lam.

Moga Allah mudahkan kita kemudahan dalam ibadah.

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.

 

Referensi:

Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah, index: 'Umroh, 30/314, terbitan Kementrian Agama dan Urusan Islam, Kuwait

 

Riyadh-KSA, 16 Rabi'uts Tsani 1432 (21/03/2011)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Taat pada Pemimpin Walau Penuh Derita

Posted: 27 Aug 2013 03:00 PM PDT

20130824-081604.jpg

Inilah yang diwasiatkan oleh Rasul kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Rasul itu ditaati bukan hanya ketika senang saja atau ketika menyenangkan kita. Namun saat susah pun, pemimpin tetap ditaati, saat ditindas pun tetap didengar selama ia tidak memerintahkan dalam maksiat. Dan seandainya saudara kita yang biasa menyuarakan slogan anti pemerintah dan ingin memberontak mau mendengar wasiat baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu mereka akan meraih maslahat yang besar. Taatlah pada Pemimpin dalam keadaan senang maupun susah atau penuh derita.

Ini salah satu hadits yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Sholihin ketika membawakan judul Bab “Wajibnya Mentaati Pemimpin dalam Perkara yang Bukan Maksiat dan Haramnya Mentaati Mereka dalam Perkara Maksiat.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِى عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ

Hendaklah engkau dengar dan taat kepada pemimpinmu baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah, baik dalam keadaan rela ataupun dalam keadaan tidak suka, dan saat ia lebih mengutamakan haknya daripada engkau.” (HR. Muslim no. 1836).

Beberapa faedah dari hadits di atas:

  1. Yang dimaksud taat ketika susah dan senang adalah taat kepadanya ketika dalam keadaan engkau fakir atau engkau berkecukupan. Berarti ketika rakyat dimakmurkan, tetap taat pada pemimpin dan ketika rakyat sengsara atau penuh derita, tetap juga taat.
  2. Hadits ini menunjukkan taat kepada pemimpin dalam setiap urusan selain dalam hal maksiat atau dalam hal yang tidak mampu dilaksanakan.
  3. Hadits ini menerangkan bahwa ada sifat pemimpin yang lebih mengutamakan urusan dunia dan menghalangi hak-hak rakyatnya. Pemimpin seperti ini tetap wajib ditaati selama ia tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat.

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

ReferensiBahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 657.

Disusun di pagi hari penuh berkah, 17 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Donasi Khitanan Massal di Daerah Minoritas Muslim di Nusa Tenggara Timur

Posted: 26 Aug 2013 07:44 PM PDT

Flores

Sebagian kawasan timur Indonesia merupakan daerah dengan penduduk muslim sebagai minoritas. Di samping itu, tidak sedikit kaum muslimin di kawasan tersebut yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Salah seorang rekan kami yang beberapa bulan yang lalu mengunjungi beberapa wilayah di Flores, mendapati banyak sekali anak muslim yang tidak mampu berkhitan karena keluarganya kekurangan biaya. Di sisi lain, ada pula orang-orang yang baru masuk Islam (muallaf), yang perlu dikenalkan dengan syariat khitan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Insya Allah Peduli Muslim, bidang sosial di bawah Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari bekerjasama dengan Yayasan Al-Furqon Magelang, akan mengadakan program khitanan massal di kawasan minoritas muslim di Nusa Tenggara Timur, dalam rentang waktu antara 11 Oktober 2013 hingga 17 Oktober 2013.

Kegiatan ini, akan dilaksanakan di tiga tempat, yaitu:

  • Desa Menanga, kecamatan Solor, Kabupaten Flores Timur
  • Aula Masjid Raya Ende, Ende, Flores
  • Masjid Babul Jannah Atulaleng, Kec. Buyasuri, Kab. Lembatta
  • Masjid Arrahman Peusawa, Kab. Lembatta

Kaum muslimin yang ingin berpartisipasi membantu program ini dalam hal donasi, dapat menyalurkannya melalui rekening:

Bank BNI Syariah Yogyakarta, no. rekening 0293.191.838 a.n. Peduli Muslim YPIA

  • Untuk transfer dari luar negeri, gunakan kode cabang: BNINIDJA

  • Untuk transfer via ATM non BNI, gunakan Kode Bank BNI (009)

  • Untuk transfer via internet banking, gunakan kode bank BNI

Disarankan agar menyampaikan konfirmasi via sms ke nomor CP/bendahara +628.961.546.4449 (Muhammad Iqbal)

Semoga Allah ta’ala mengikhlaskan langkah kita semua dalam berkhidmat kepada kaum muslimin. اللهم آمين

Flores

Haji Mabrur adalah Jihad

Posted: 26 Aug 2013 04:13 PM PDT

Haji dan jihad

Haji mabrur adalah keinginan dan cita-cita setiap orang. Bahkan amalan haji inilah seutama-utamanya jihad. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya, "Amalan apa yang paling afdhol?" Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Ada yang bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jihad di jalan Allah." Ada yang bertanya kembali, "Kemudian apa lagi?" "Haji mabrur", jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Bukhari no. 1519)

Dari 'Aisyah—ummul Mukminin—radhiyallahu 'anha, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ « لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ »

"Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?" "Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur", jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Bukhari no. 1520)

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

""Siapa yang berhaji ke Ka'bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya." (HR. Bukhari no. 1521).

Ash Shubayy bin Ma'bad berkata, "Dulu aku adalah seorang Nashrani dan sekarang aku  masuk Islam. Aku pernah bertanya pada sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, manakah yang lebih afdhol, jihad ataukah haji? Mereka katakan, "Haji itu lebih utama."[1] Ketika mengomentari perkataan ini, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, "Yang dimaksud, haji itu bisa lebih utama bagi orang yang belum pernah berhaji sama sekali seperti orang yang baru saja masuk Islam ini. Bisa pula yang dimaksud dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa jihad dilihat dari jenisnya itu lebih utama dari haji dilihat dari jenisnya. Jika haji itu memiliki keistimewaan dari jihad yaitu karena haji itu dikatakan fardhu 'ain (bagi yang mampu), maka haji seperti ini menjadi lebih utama dari jihad. Jika tidak sampai haji itu fardhu 'ain, maka jihad itu lebih afdhol."[2]

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, "Dalam hadits dikatakan bahwa jihad itu lebih utama dari haji. Ini yang terjadi di awal Islam dan ketika terjadi banyak peperangan. Ketika itu hukum jihad adalah fardhu 'aihn. Adapun jika Islam semakin jaya, maka hukum jihad menjadi fardhu kifayah. Ketika inilah haji dikatakan lebih afdhol."[3]

Ibnu Hajar Asy Syafi'i rahimahullah mengatakan, "Haji disebut jihad karena di dalam amalan tersebut terdapat mujahadah (jihad) terhadap jiwa."[4]

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, "Haji dan umroh termasuk jihad. Karena dalam amalan tersebut seseorang berjihad dengan harta, jiwa dan badan. Sebagaimana Abusy Sya'tsa' berkata, 'Aku telah memperhatikan pada amalan-amalan kebaikan. Dalam shalat, terdapat jihad dengan badan, tidak dengan harta. Begitu halnya pula dengan puasa. Sedangkan dalam haji, terdapat jihad dengan harta dan badan. Ini menunjukkan bahwa amalan haji lebih afdhol'."[5]

Inilah yang menunjukkan keutamaan haji, yaitu haji yang mabrur. Sungguh mulia sekali jika seseorang mampu menunaikannya di saat memiliki kemampuan. Jihad tentu saja memang butuh perjuangan. Di negeri kita, mungkin saja harus mengantri sampai bertahun-tahun, ada yang bisa sampai 10 tahun untuk bisa berangkat haji. Inilah jihad, inilah perjuangan, inilah mujahadah. Butuh kesabaran. Butuh perjuangan. Butuh menghadapi kerasnya iklim haji, dengan cuaca yang terik, bersesakkan dan sebagainya. Semua ini bisa semakin mudah dengan 'iyanah dan pertolongan Allah ketika ingin dan sedang menunaikannya. Tentu saja jihad haji ini dijalani dengan jalan yang benar, ikuti aturan yang benar. Misalnya seperti di Saudi, harus memenuhi syarat tasyrih (izin haji), yah sudah seharusnya dipenuhi. Karena sebaik-baik muslim adalah yang taat pada aturan penguasa. Hanya Allah yang beri taufik.

Ya Allah, mudahkanlah kami semua untuk menunaikan haji yang afdhol ini dengan segala kemudahan.

اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً

"Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahlaa, wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahlaa" [artinya: Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah].[6]

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

26th Dzulqo'dah 1431 H, in KSU, Riyadh, KSA

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

 


[1] Lathoif Al Ma'arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 400.

[2] Idem.

[3] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, Asy Syamilah, 7/220

[4] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma'rifah, 1379, 3/382.

[5] Lathoif Al Ma'arif, hal. 403.

[6] Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (3/255). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi 'Umar, Ibnus Suni dalam 'Amal Yaum wal Lailah. (Lihat Jaami'ul Ahadits, 6/257, Asy Syamilah)

No comments:

Post a Comment