Friday, August 2, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Fatwa Ramadhan: Lailatul Isra’ Lebih Mulia Daripada Lailatul Qadar?

Posted: 02 Aug 2013 02:39 AM PDT

doa ampunan lailatul qadar

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:

Apa hukum syar'i dalam pandangan anda bagi orang yang mengatakan, 'lailatul isra' lebih mulia dari lailatul qadar?

Jawab:

Kami berpandangan dalam masalah ini bahwa lailatul qadar lebih mulia daripada lailatul isra’ jika dinisbatkan kepada ummat Islam. Adapun jika dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka lailatul isra' dan juga lailatul mi'raj lebih mulia (daripada lailatul qadar). Karena khusus untuk beliau. Beliau mendapat berbagai keutamaan yang tidak didapatkan oleh (nabi) yang lain. Maka kita tidak lebih memuliakan lailatul qadar secara mutlak (daripada lailatul isra') dan juga sebaliknya.

Penanya mengisyaratkan pada apa yang sering dilakukan oleh sebagian manusia pada malam ke-27 bulan Rajab, yaitu perayaan malam isra' dan mi'raj. Mereka menyangka bahwa tanggal tersebut adalah malam isra' dan mi'raj. Padahal realitanya tidak ada (dalil) dari segi sejarah, tidak ada juga hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjalani isra' pada malam tersebut. Bahkan pendapat terkuat bahwa peristiwa mi'raj terjadi pada bulan Rabi'ul Awaal.

Jika seandainya benar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjalani isra' dan Mi'raj pada malam ke-27 bulan Rajab maka tidak menuntut perlu dilakukan perayaan dan pengkhususan ibadah pada malam tersebut.

Oleh karena itu perayaan malam ke-27 bulan Rajab tidak ada asalnya baik dari segi sejarah maupun syariat. Jika tidak ada dalil baik dari sejarah maupaun syariat maka perayaan , maka termasuk hal sia-sia dan bid'ah merayakan malam tersebut.

 

Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasa'il 20/68, Asy-Syamilah

Penerjemah: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Kajian Ramadhan 20: Hikmah Penunaian Zakat Fithri

Posted: 01 Aug 2013 06:00 PM PDT

zakat_fitrah

Zakat fithri atau zakat fitrah punya hikmah yang begitu banyak. Zakat ini diwajibkan bagi yang beragama Islam dan yang mendapati tenggelamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan, serta memiliki kelebihan makanan bagi diri dan keluarganya pada hari terakhir Ramadhan dan malamnya. Zakat tersebut ditunaikan oleh penanggung nafkah di mana ia tunaikan untuk dirinya dan orang-orang yang ia tanggung nafkahnya. Yang ditunaikan adalah berupa satu sho’ makanan pokok dari negeri masing-masing seperti beras. Satu sho’ itu diperkirakan sekitar 2,157-3,0 kg.

Dinamakan Zakat Fithri

Fithri berarti tidak berpuasanya orang yang berpuasa. Zakat ini disandarkan pada kata fithri karena kewajiban tersebut berkaitan dengan Idul Fithri, sehingga penunaiannya pun dekat-dekat dengan hari raya tersebut, bukan di awal atau pertengahan bulan.

Zakat fithri bisa pula disebut dengan fitrah, yang artinya khilqoh atau sifat pembawaan dari lahir.

Imam Nawawi mengatakan bahwa makanan yang digunakan untuk zakat fithri disebut dengan fithroh (fitrah). Itu hanya istilah fuqoha saja, bukan istilah dari Arab atau diarab-arabkan. Sehingga boleh juga penyebutannya dengan zakat fitrah sebagai istilah syar’i.

Intinya, zakat fithri adalah zakat yang diwajibkan karena tidak berpuasanya lagi orang yang berpuasa. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 23: 335.

Hikmah Zakat Fithri

Di antara hadits yang menyebutkan tentang hikmah disyari’atkannya zakat fithri adalah hadits berikut. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Hikmah disyari'atkannya zakat fithri amatlah banyak sekali yang bisa dirinci di antaranya sebagai berikut:

1- Untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor serta catat (kekurangan) saat puasa. Jadilah kebaikan di hari raya menjadi sempurna.

2- Untuk memberi makan kepada orang iskin dan mencukupi mereka sehingga tidak perlu meminta-minta di hari raya, sekaligus membahagiakan mereka di hari raya. Jadilah hari raya itu menjadi hari kebahagiaan.

3- Bentuk saling berbuat memberi kebaikan antara orang kaya dan orang miskin di hari raya.

4- Mendapat pahala karena telah menunaikan zakat pada yang berhak menerima di waktu yang telah ditentukan.

5- Zakat fithri adalah zakat untuk badan yang Allah tetapkan setiap tahunnya di hari raya Idul Fithri.

6- Zakat fithri adalah bentuk syukur setelah puasa itu sempurna. (Lihat Az Zakat fil Islam, 322-324)

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

Mukhtashor Abi Syuja’ (Matan Al Ghoyah wat Taqrib), Ahmad bin Al Husain Al Ashfahaniy Asy Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H, hal. 89-90.

Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu-un Al Islamiyyah (Kementrian Agama Kuwait), jilid ke-23.

Az Zakat fil Islam fii Dhou-il Kitab was Sunnah, Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qohthoniy, terbitan Maktabah Al Malik Fahd, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Disusun di pagi hari penuh berkah, 24 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

No comments:

Post a Comment