Sunday, August 25, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Menyikapi Pemimpin Bengis Seperti Al Hajjaj

Posted: 25 Aug 2013 10:04 AM PDT

Hadits berikut disampaikan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin ketika menyebutkan Bab “Bersegera dalam melakukan kebaikan …“. Di mana hadits ini berisi pelajaran agar tetap taat dan patuh pada pemerintah betapa pun bengis dan kejamnya. Ini adalah pertimbangan memilih mudhorot yang lebih ringan daripada memilih untuk memberontak.

Lihatlah ketika Anas bin Malik ditanya bagaimana sikap kita ketika menghadapi pemimpin yang kejam dan zalim seperti Al Hajjaj bin Yusuf yang dulu terkenal sebagai pemimpin yang kejam dan bengis. Nasehat Anas -sebagaimana yang ia dengar dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa cara menghadapi kebengisan tersebut adalah dengan bersabar. Artinya tetap taat dan tidak memberontak. Hal ini berbeda dengan sikap sebagian saudara kita yang menyikapi pemimpin yang bengis dengan cara yang tidak sabar.

Perhatikan hadits yang kami maksudkan,

عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِىٍّ قَالَ أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَشَكَوْنَا إِلَيْهِ مَا نَلْقَى مِنَ الْحَجَّاجِ فَقَالَ « اصْبِرُوا ، فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِى عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِى بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ ، حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ » . سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ – صلى الله عليه وسلم -

Dari Az Zubair bin ‘Adiy, ia berkata, “Kami pernah mendatangi Anas bin Malik. Kami mengadukan tentang (kekejaman) Al Hajjaj pada beliau. Anas pun mengatakan, “Sabarlah, karena tidaklah datang suatu zaman melainkan keadaan setelahnya lebih jelek dari sebelumnya sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian. Aku mendengar wasiat ini dari Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 7068).

Beberapa faedah dari hadits:

1- Bolehnya orang yang berilmu mengadu pada pemimpin atau hakim.

2- Kepemimpinan Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi terkenal bengis.

3- Orang yang berilmu memiliki pandangan yang lebih jauh dan mendalam dibanding orang awam.

4- Dianjurkan untuk bersabar ketika menghadapi fitnah.

5- Perintah untuk segera beramal sholih karena zaman berikutnya dikabarkan lebih parah dari sebelumnya.

6- Di akhir zaman banyak kerusakan yang timbul.

7- Tidak boleh keluar dari ketaatan pada penguasa.

8- Menolak masfadat (kerusakan) yang lebih besar dengan mengambil mafsadat yang lebih ringan. Seandainya Anas bin Malik mewasiatkan untuk memberontak tentu akan timbul kerusakan yang besar ketika itu. Namun beliau perintahkan untuk bersabar sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Al Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al ‘Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H, 13: 20.

Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 153.

Diselesaikan di Jetis, Saptosari, Gunungkidul saat dinner nasgor, 18 Syawal 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Apa Perbedaan Antara Mukmin Dengan Muslim?

Posted: 23 Aug 2013 12:09 AM PDT

Fatwa Syaikh Abdullah Al Faqih

Soal:

Apa Perbedaan antara seorang yang Mu’min dengan Muslim? Apakah setiap yang Muslim pasti dikatakan Mu’min?

Jawab:

Sesungguhnya perbedaan batasan antara Mukmin dan Muslim sama halnya dengan perbedaan batasan Islam dan Iman. Dan ada kaidah yang dikatakan oleh para Ulama: bahwasanya keduanya jika berkumpul dalam satu kalimat, artinya berbeda. Namun jika tidak berkumpul maka artinya sama.

فإذا ورد الإسلام والإيمان في نص واحد، كان معنى الإسلام: الأعمال الظاهرة. ومعنى الإيمان: الاعتقادات الباطنة، كقوله تعالى: ) [الحجرات:14]

Maka jika terdapat kata Islam dan Iman pada suatu nash (baik Al-Qur’an atau Hadits), maka Islam maknanya amalan-amalan yang nampak, sedangkan Iman adalah keyakinan dalam hati. Sebagaimana dalam Firman Allah:

(قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْأِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

Orang Arab Badui berkata: Aku telah beriman. Katakanlah, Kalian belum beriman. Akan tetapi katakanlah Aku telah berislam. Karena Iman belum masuk kedalam hati-hati kalian” (QS. Al Hujurat: 14)

Adapun jika disebutkan Islam saja, maka termasuk di dalamnya makna Iman, sebagaimana Firman Allah:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلامُ

Sesungguhnya Agama (yang benar) disisi Allah hanyalah Islam” (QS. Al Imran: 19)

وإذا ذكر الإيمان وحده دخل فيه الإسلام، كقوله تعالى: () [المائدة:5].

Dan jika disebutkan Iman saja, maka termasuk juga didalamnya makna Islam, sebagaimana dalam Firman-Nya:

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْأِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ

Barangsiapa yang kafir setelah beriman, maka hilanglah amalannya” (QS. Al Maidah: 5)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka sesungguhnya setiap Mukmin adalah Muslim, akan tetapi tidak setiap Muslim adalah Mukmin. Karenanya, seorang munafik tetap dikatakan sebagai seorang muslim di dunia, padahal di dalam hatinya tidak ada Iman. Dan jika orang munafik itu mati membawa kemunafikannya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi pada hari kiamat.

Wallahu A’lam.

 

Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=19304

Penerjemah: Rian Permana, S.T.
Artikel Muslim.Or.Id

No comments:

Post a Comment