Tuesday, June 18, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Fikih Puasa (4): Pembatal Puasa

Posted: 18 Jun 2013 08:30 AM PDT

pembatal puasa

Serial kali ini, kita akan melanjutkan mengenai pembatal puasa lainnya yang sebelumnya telah sampai pada pembatal keempat.

Abu Syuja' rahimahullah dalam Matan Al Ghoyah wat Taqrib menyebutkan sebelumnya,

Yang membatalkan puasa ada 10 hal: (1) segala sesuatu yang sampai ke jauf (dalam rongga tubuh), (2) segala sesuatu yang masuk lewat kepala, (3) segala sesuatu yang masuk lewat injeksi (suntikan) lewat kemaluan atau dubur, (4) muntah dengan sengaja, (5) menyetubuhi dengan sengaja di kemaluan, (6) keluar mani karena bercumbu, (7) haidh, (8) nifas, (9) gila, (10) keluar dari Islam (murtad).

(5) menyetubuhi dengan sengaja di kemaluan

Yang dimaksud di sini adalah memasukkan pucuk zakar atau sebagiannya secara sengaja dengan pilihan sendiri dan dalam keadaan tahu akan haramnya. Yang termasuk pembatal di sini bukan hanya jika dilakukan di kemaluan, termasuk pula menyetubuhi di dubur manusia (anal sex) atau selainnya, seperti pada hewan (dikenal dengan istilah zoophilia). Menyetubuhi di sini termasuk pembatal meskipun tidak keluar mani.

Sedangkan jika dilakukan dalam keadaan lupa dan tidak mengetahui haramnya, maka tidak batal sebagaimana ketika membahas tentang pembatal puasa berupa makan. Lihat bahasan dalam Al Iqna', 1: 408 dan Syarh Al Baijuri, 1: 559-560.

Dalil yang menunjukkan bahwa bersetubuh termasuk pembatal adalah firman Allah Ta'ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid" (QS. Al Baqarah: 187). Tubasyiruhunna dalam ayat ini bermakna menyetubuhi.

(6) keluar mani karena bercumbu

Yang dimaksud mubasyaroh atau bercumbu di sini adalah dengan bersentuhan seperti ciuman tanpa ada pembatas, atau bisa pula dengan mengeluarkan mani lewat tangan (onani). Sedangkan jika keluar mani tanpa bersentuhan seperti keluarnya karena mimpi basah atau karena imajinasi lewat pikiran, maka tidak membatalkan puasa. Lihat Al Iqna', 1: 408-409 dan Al Fiqhu Al Manhaji, hal. 344.

Muhammad Al Hishni rahimahullah berkata, "Termasuk pembatal jika mengeluarkan mani baik dengan cara yang haram seperti mengeluarkan mani dengan tangan sendiri (onani) atau melakukan cara yang tidak haram seperti onani lewat tangan istri atau budaknya." Lalu beliau katakan bahwa bisa dihukumi sebagai pembatal karena maksud pokok dari hubungan intim (jima') adalah keluarnya mani. Jika jima' saat puasa diharamkan dan membuat puasa batal walau tanpa keluar mani, maka mengeluarkan mani seperti tadi lebih-lebih bisa dikatakan sebagai pembatal. Juga beliau menambahkan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena ihtilam (mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa. Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai ijma' (konsensus ulama). (Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 251).

Dalam Hasyiyah Al Baijuri (1: 560) disebutkan bahwa keluarnya madzi tidak membatalkan puasa, walau karena bercumbu.

Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al Bugho berkata, "Diharamkan mencium pasangan saat puasa Ramadhan bagi yang tinggi syahwatnya karena hal ini dapat mengantarkan pada rusaknya puasa. Sedangkan bagi yang syahwatnya tidak bergejolak, maka tetap lebih utama ia tidak mencium pasangannya." (Al Fiqhu Al Manhaji, hal. 344).

(7) haidh dan (8) nifas

Dari Abu Sa'id Al Khudri ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata,

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ

"Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?" (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79).

Muhammad Al Hishni, penulis Kifayatul Akhyar berkata, "Telah ada nukilan ijma' (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal." (Kifayatul Akhyar, hal. 251).

Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, "Jika seorang wanita mendapati haidh dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haidh atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqodho' puasa pada hari tersebut." (Al Fiqhu Al Manhaji, hal. 344).

(9) Gila dan (10) Murtad

Kedua sifat ini membuat puasa tidak sah. Karena orang yang dalam keadaan gila dan murtad tidak dikenai kewajiban ibadah (bukan 'ahliyatul 'ibadah').

Muhammad Al Hishni berkata, "Jika datang gila atau ada yang murtad, maka batallah puasa karena tidak termasuk ahliyatul 'ibadah yaitu orang yang dikenai kewajiban ibadah." (Kifayatul Akhyar, hal. 251).

Bagaimana dengan orang yang pingsan?

Dijelaskan oleh Muhammad Al Hishni bahwa jika hilang kesadaran dalam keseluruhan hari (dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelam matahari, -pen), maka tidak sah puasanya. Jika tidak, yaitu masih sadar di sebagian waktu siang, puasanya sah. Demikian menurut pendapat terkuat dari perselisihan kuat yang terdapat pada perkataan Imam Syafi'i. Lihat pembahasan Kifayatul Akhyar, hal. 251 dan Hasyiyah Al Baijuri, 1: 561.

Bagaimana dengan orang yang tidur seharian, apakah puasanya sah?

Ada ulama yang mengatakan tidak sah sebagaimana perihal pingsan di atas. Namun yang shahih dari pendapat madzhab Syafi'i, tidur seharian tersebut tidak merusak puasa karena orang yang tidur masih termasuk ahliyatul 'ibadah yaitu orang yang dikenai kewajiban ibadah. Lihat pembahasan Kifayatul Akhyar, hal. 251.

Demikian pembahasan mengenai pembatal puasa. Moga bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian. Wallahu waliyyut taufiq.

 

Referensi:

  1. Mukhtashor Abi Syuja', Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani Asy Syafi'i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.
  2. At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, terbitan Darul Musthofa, cetakan kesebelas, tahun 1428 H.
  3. Al Iqna' fii Halli Alfazhi Abi Syuja', Syamsudin Muhammad bin Muhammad Al Khotib, terbitan Al Maktabah At Tauqifiyah.
  4. Kifayatul Akhyar fii Halli Ghoyatil Ikhtishor,  Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad bin 'Abdul Mu'min Al Hishni, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, 1428 H.
  5. Al Fiqhu Al Manhaji,  Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, terbitan Darul Qolam, cetakan kesepuluh, 1431 H.
  6. Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri 'ala Syarh Al 'Allamah Ibnul Qosim Al Ghozzi 'ala Matan Abi Syuja', terbitan Darul Kutub Al 'Ilmiyyah.

@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta, di malam Rabu, 10 Sya'ban 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Sifat Tercela: Pelit Dan Pengecut

Posted: 18 Jun 2013 01:00 AM PDT

Sedekah

Dicatat oleh Abu Daud (2511), Ibnu Hibban (808), Ahmad (2/302),

عَنْ مُوسَى بْنِ عَلِيِّ بْنِ رَبَاحٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مَرْوَانَ ، قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ” شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ “

Dari Musa bin Ali bin Rabbah, dari ayahnya, dari Abdul Aziz bin Marwan, ia berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Seburuk-buruk sifat yang ada pada seseorang adalah sifat pelit yang sangat pelit dan sifat pengecut yang sangat pengecut"

Derajat Hadits

Seluruh perawi hadits ini tsiqah, para perawi yang dipakai imam Muslim kecuali Abdul Aziz bin Marwan bin Hakim, namun ia statusnya tsiqah. Sehingga sanad hadits ini shahih tanpa keraguan. Hadits ini dishahihkan Al Mundziri dalam At Targhib (3/337), Ahmad Syakir dalam takhrij Musnad Ahmad (16/116), Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah (560).

Faidah Hadits

  1. Asy syuh semakna dengan al bukhl (pelit). Imam An Nawawi mengatakan:

    الشحُّ: هو البخل بأداء الحقوق، والحرص على ما ليس له

    "Asy syuh adalah al bukhl (pelit) untuk menunaikan hak-hak, dan disertai semangat untuk menguasai hal yang bukan miliknya" (Syarah Muslim Lin Nawawi, 16/222).
    Jadi asy syuh lebih parah dari al bukhl (pelit) karena asy syuh itu selain pelit juga semangat untuk mendapatkan hak dan harta orang lain.

  2. Adapun al bukhl, Ar Raghib Al Asfahani mendefiniskan dengan bagus:

    البُخْلُ: إمساك المقتنيات عما لا يحق حبسها عنه

    "Al bukhl adalah menahan harta yang dimiliki pada keadaan yang tidak layak untuk menahannya ketika itu" (Mufradatul Qur’an, 1/109).
    Sebagian ulama juga memaknai bahwa al bukhl itu enggan mengeluarkan harta pada hal yang wajib. Al Faiyumi mengatakan:

    البخل في الشرع: منع الواجب

    "Al bukhl dalam syari’at artinya menahan harta pada hal yang wajib" (Mashabihul Munir, 1/37)

  3. Sifat pelit termasuk akhlak tercela. Allah Ta’ala berfirman:

    وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

    "Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS. Al Hasyr: 9)
    Allah Ta’ala juga berfirman:

    وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى * وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى * فَسَنُيَسِّرُهُ للعسرى

    "Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar" (QS. Al Lail: 8-10)

  4. Mukmin sejati itu dermawan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    ‏اليد العليا خير من اليد السفلى واليد العليا هي المنفقة واليد السفلى هي السائلة

    Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta” (HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    إنَّما الدنيا لأربعة نفر: عبد رزقه الله مالاً وعلماً فهو يتقي فيه ربه ويصل فيه رحمه، ويعلم لله فيه حقاً فهذا بأفضل المنازل

    “Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rizqi oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik” (HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: “Hasan shahih”)

  5. Al Jubn artinya sifat pengecut. Ibnu Maskawaih mendefinisikan:

    الخوف مما لا ينبغي أن يخاف منه

    "Al jubn adalah takut pada hal yang tidak sepantasnya di takuti" (Tahdzibul Akhlaq, 23).

  6. Sifat pengecut tercela dalam Islam, karena Islam mengajarkan jihad fi sabilillah, mengajarkan dakwah ilallah, memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar, yang semua ini butuh pada keberanian. Bahkan Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

    ما في القرآن من الحضِّ على الجهاد والترغيب فيه، وذمِّ الناكلين عنه والتاركين له كلُّه ذمٌّ للجبن

    "Semua bagian dari Al Qur’an yang menghasung dan menyemangati kita untuk berjihad, juga ayat-ayat yang mencela sikap lemah terhadap jihad dan mencela orang yang meninggalkan jihad itu semua adalah celaan terhadap sikap pengecut" (Al Hisbah fil Islam, 102).
    Diantaranya ayat:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ زَحْفاً فَلاَ تُوَلُّوهُمُ الأَدْبَارَ وَمَن يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلاَّ مُتَحَرِّفاً لِّقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزاً إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاء بِغَضَبٍ مِّنَ اللّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

    "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya" (QS. Al Anfal: 15-16)
    Juga diceritakan dalam hadits Jubair bin Muth'im radhiallahu’anhu :

    أنه بينما هو يسير مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ومعه الناس مقفله من حنين فعلقه الناس يسألونه حتى اضطروه إلى سمرة، فخطفت رداءه، فوقف النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: «أعطوني ردائي لو كان لي عدد هذه العضاه نعما لقسمته بينكم ثم لا تجدوني بخيلا ولا كذوبا ولا جبانا

    Bahwasanya beliau pernah berjalan bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersama orang-orang ketika pulang dari Hunain. Lalu orang-orang berusaha menggandeng beliau hingga beliau terdesak ke pohon Samurah. Lalu tiba-tiba rida’ (semacam selendang) milik beliau direbut orang. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri dan bersabda: "kembalikan selendangku. Andaikan aku memiliki unta sebanyak duri pohon ini (pohon Samurah) pastilah aku akan membagikannya kepada kalian, kemudian kalian tidak akan mendapatiku sebagai orang yang pelit, pendusta maupun pengecut" (HR. Al Bukhariy 2821).

  7. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berlindung dari dua sifat ini, pelit dan pengecut. Beliau mengajarkan doa:

    اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ ، وَالْحَزَنِ ، وَالْعَجْزِ ، وَالْكَسَلِ ، وَالْبُخْلِ ، وَالْجُبْنِ ، وَفَضَحِ الدَّيْنِ ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

    "Ya Allah aku memohon perlindungan dari kegelisahan, kesedihan, dari ketidakmampuan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan pengecut, dari beban hutang dan penindasan oleh orang-orang" (HR. At Tirmidzi 3484, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

 

Referensi:

No comments:

Post a Comment