Monday, June 17, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Fikih Puasa (3): Pembatal Puasa

Posted: 17 Jun 2013 08:20 AM PDT

puasa_ramadhan_pembatal

Saat ini kita akan melihat penjelasan selanjutnya dari Abu Syuja' dalam Matan Al Ghoyah wat Taqrib mengenai pembatal-pembatal puasa yang di mana pembahasan ini dibagi dalam dua seri.

Abu Syuja' rahimahullah menyebutkan,

Yang membatalkan puasa ada 10 hal: (1) segala sesuatu yang sampai ke jauf (dalam rongga tubuh), (2) segala sesuatu yang masuk lewat kepala, (3) segala sesuatu yang masuk lewat injeksi (suntikan) lewat kemaluan atau dubur, (4) muntah dengan sengaja, (5) menyetubuhi dengan sengaja di kemaluan, (6) keluar mani karena bercumbu, (7) haidh, (8) nifas, (9) gila, (10) keluar dari Islam (murtad).

Kita akan menjelaskan hal di atas dari penjelasan para ulama sebagai berikut.

(1) segala sesuatu yang sampai ke jauf (dalam rongga tubuh), (2) segala sesuatu yang masuk lewat kepala, (3) segala sesuatu yang masuk lewat injeksi (suntikan) lewat kemaluan atau dubur

Ketiga hal di atas termasuk pembatal menurut ulama Syafi'iyah.

Makan dan minum termasuk pembatal jika dilakukan dengan sengaja walau jumlah yang dikonsumsi sedikit. Begitu yang punya makna sama dengan makan dihukumi pula sebagai pembatal.

Patokan makan atau minum bisa jadi pembatal: jika ada yang masuk dari luar ke dalam perut lewat saluran yang terbuka dan dilakukan dengan sengaja dalam keadaan berpuasa. Yang dimaksud jauf di sini adalah berupa rongga. Sehingga menurut ulama Syafi'iyah contoh yang jadi pembatal adalah tetes telinga karena tetes tersebut masuk dari luar ke perut melalui rongga terbuka. Sedangkan menggunakan celak tidaklah termasuk pembatal -kata ulama Syafi'iyah- karena mata bukanlah saluran yang sampai ke rongga perut. Sedangkan menelan ludah tidak membatalkan puasa karena berasal dari dalam tubuh. Lihat penjelasan ini dalam Kifayatul Akhyar, hal. 249.

Sedangkan orang yang makan dalam keadaan lupa, walau banyak, puasanya tidaklah batal. Demikian pendapat Imam Nawawi dengan berdalil pada hadits,

مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

"Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan berpuasa lantas ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena Allah-lah yang memberi ia makan dan minum." (HR. Bukhari no. 1933 dan Muslim no. 1155).

Sedangkan jika seseorang jahil (tidak tahu) akan haramnya makan saat puasa, maka apabila ia baru masuk Islam atau berada di pelosok suatu negeri yang tidak tahu akan ilmu ini, puasanya tidaklah batal. Jika tidak, maka puasanya barulah batal. Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 250.

Komentar:

Mengenai pembahasan "al jauf" ada berbagai pendapat di kalangan ulama madzhab. Kita ringkas saja menjadi dua macam pendapat:

1- Para ulama yang menyatakan bahwa pembatal puasa terjadi jika ada sesuatu yang diinjeksi melalui otak (rongga pada tenggorak kepala), melalui dubur atau semacamnya. Mereka menganggap bahwa saluran-saluran tadi bersambung dengan saluran pada organ dalam perut. Akan tetapi pendapat ini lemah karena penelitian kedokteran terkini membuktikan bahwa saluran-saluran tersebut tidak bersambung dengan organ dalam tubuh.

2- Para ulama yang menganggap "الجوف" adalah organ dalam perut saja. Dan ada yang menganggap bahwa "الجوف" bukan hanya organ dalam perut.

Pada kenyataannya, dalil begitu jelas menunjukkan bahwa yang membatalkan puasa hanyalah makan dan minum. Ini berarti bahwa yang dianggap membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk menuju perut (lambung). Inilah yang menjadi batasan hukum dan jika tidak memenuhi syarat ini berarti menunjukkan tidak adanya hukum. Sehingga pendapat terkuat dalam masalah ini, yang dimaksud "الجوف" adalah perut (lambung), bukan organ lainnya dalam tubuh.

Juga ditambahkan bahwa yang membatalkan puasa adalah jika yang masuk ke dalam perut berupa makanan atau minuman artinya bisa mengenyangkan, bukan segala sesuatu yang masuk dalam perut. Alasan yang mendukung hal ini:

1- Yang dimaksud makan dan minum dalam berbagai dalil adalah makan yang sudah ma'ruf di tengah-tengah kita, bukan dengan memakan batu dan uang dirham. Memakan seperti itu tidak dianggap makan sebagaimana maksud dalil. Oleh karenanya ketika pakar bahasa Arab mendefiniskan apa itu makan, mereka berkata, "Yang namanya makan itu sudah ma'ruf".

2- Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya menjadikan makan dan minum sebagai pembatal puasa karena keduanya bisa menguatkan dan mengenyangkan, bukan hanya sekedar memasukkan sesuatu ke perut.

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Orang yang berpuasa dilarang makan dan minum karena keduanya dapat menguatkan tubuh. Padahal maksud meninggalkan makan dan minum di mana kedua aktivitas ini yang mengalirkan darah di dalam tubuh, di mana darah ini adalah tempat mengalirnya setan, dan bukanlah disebabkan karena melakukan injeksi atau bercelak. " (Majmu' Al Fatawa, 25: 245). Jika demikian sebabnya, maka memasukkan sesuatu yang bukan makanan ke dalam perut tidaklah merusak puasa.

3- Pengertian makan menurut bahasa adalah dengan memasukkan makanan. Dalam Lisanul 'Arob disebutkan,

أكلت الطعام أكلاً ومأكلاً

"Aku benar-benar makan dan yang dimakan adalah makanan."

Ar Romaani dalam Al Mishbahul Munir berkata,

الأكل حقيقةً بلع الطعام بعد مضغه، فبلع الحصاة ليس بأكل حقيقةً

"Makan hakikatnya adalah memasukkan makanan setelah dikunyah. Jika yang dimasukkan adalah batu, maka itu sebenarnya tidak disebut makan."

Dalam Al Mufrodhaat Al Ashfahani disebutkan,

الأكل تناول المطعم

"Makan adalah mencerna makanan."

Nukilan-nukilan pakar bahasa di atas menunjukkan bahwa makan hanyalah dimaksudkan jika yang dimasukkan itu makanan. Hal ini dikuatkan pula dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Puasa itu meninggalkan makanan  dan minuman." (HR. Bukhari no. 1903). Lihat pembahasan guru penulis Syaikh Dr. Ahmad bin Muhammad Al Kholil dalam tulisan "Mufthirootu Ash Shiyam Al Mu'ashiroh".

(4) muntah dengan sengaja

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

"Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qodho' baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qodho'." (HR. Abu Daud no. 2380, Ibnu Majah no. 1676 dan Tirmidzi no. 720. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Yang tidak membatalkan di sini adalah jika muntah menguasai diri artinya dalam keadaan seperti dipaksa oleh tubuh untuk muntah. Hal ini selama tidak ada muntahan yang kembali ke dalam perut atas pilihannya sendiri. Jika yang terakhir ini terjadi, maka puasanya batal. Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Bajuri, 1: 556.

Insya Allah pembahasan pembatal puasa lainnya akan dilanjutkan dalam serial fikih puasa ke-4, dengan izin Allah. Semoga Allah beri tambahan ilmu yang bermanfaat.

 

Referensi:

Al Fiqhu Al Manhaji,  Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, terbitan Darul Qolam, cetakan kesepuluh, 1431 H.

Al Iqna' fii Halli Alfazhi Abi Syuja', Syamsudin Muhammad bin Muhammad Al Khotib, terbitan Al Maktabah At Tauqifiyah.

At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, terbitan Darul Musthofa, cetakan kesebelas, tahun 1428 H.

Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri 'ala Syarh Al 'Allamah Ibnul Qosim Al Ghozzi 'ala Matan Abi Syuja', terbitan Darul Kutub Al 'Ilmiyyah.

Kifayatul Akhyar fii Halli Ghoyatil Ikhtishor,  Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad bin 'Abdul Mu'min Al Hishni, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, 1428 H.

Mufthirootu Ash Shiyam Al Mu'ashiroh, -Guru kami- Syaikh Dr. Ahmad bin Muhammad Al Kholil (Asisten Profesor di jurusan Fikih Jami'ah Al Qoshim), soft file.

Mukhtashor Abi Syuja', Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani Asy Syafi'i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.

@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta, di malam Selasa, 9 Sya'ban 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Bulan Yang Dinantikan

Posted: 17 Jun 2013 07:10 AM PDT

hikmah-ramadhan

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa" (QS. Al-Baqarah: 183)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan kamu menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika kamu mampu mengadakan perjalanan ke sana" (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu" (HR. Bukhari dan Muslim)

Ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa amalan puasa Ramadhan adalah ibadah yang sangat utama. Ia termasuk rukun Islam dan juga amalan yang akan menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa. Puasa juga merupakan amalan untuk mendidik pribadi yang bertakwa. Pribadi yang mengedepankan firman Allah dan sabda Rasul-Nya di atas akal pikiran, hawa nafsu, dan perasaannya.

Bulan Yang Dinantikan Umat Islam

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat dinantikan umat Islam di berbagai penjuru dunia. Bulan yang menjadi simbol ketakwaan dan kancah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Bulan yang diistimewakan dengan ibadah puasa; menahan lapar dan dahaga demi menggapai cinta dan ridha-Nya.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

"Bulan Ramadhan itu, bulan yang diturunkan padanya al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelas dari hidayah, dan pembeda [antara kebenaran dan kebatilan]. Maka barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan bulan itu hendaklah berpuasa" (QS. Al-Baqarah: 185)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila telah datang Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, dikunci pintu-pintu neraka, dan dibelenggu setan-setan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada bulan Ramadhan inilah bersemi berbagai ketaatan dan ibadah. Membaca al-Qur'an, bersedekah, sholat berjama'ah, sholat malam, memberi makan bagi kaum muslimin yang berpuasa, mendengarkan nasihat dan ceramah agama, dan berbagai amal utama yang lainnya. Sungguh, saat yang ditunggu-tunggu oleh insan beriman.

Di bulan inilah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan teladan kepada kita untuk menjadi semakin bertambah dermawan. Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma berkata, "Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam manusia yang paling dermawan. Dan beliau menjadi lebih dermawan daripada biasanya pada saat Ramadhan; yaitu ketika Jibril bertemu dengannya…" (HR. Bukhari dan Muslim)

Bulan Pengendalian Diri

Di bulan inilah umat Islam digembleng untuk lebih bisa mengendalikan diri. Tidak berkata dan berbuat kecuali yang diridhai Allah ta'ala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan beramal dengannya maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya" (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga menuntunkan, "Apabila kalian sedang menjalani puasa maka janganlah dia berkata-kata kotor dan berteriak-teriak. Kalau ada orang yang mencaci atau mengajak berkelahi hendaklah dikatakan kepadanya, "Aku sedang puasa"" (HR. Bukhari dan Muslim)

Memang, menjaga lisan adalah amalan yang tidak bisa disepelekan. Sebab ia menjadi tanda kelurusan iman seorang hamba. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata-kata baik atau diam" (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah subhanahu wa ta'ala bahkan memerintahkan untuk bertakwa dan mengucapkan perkataan yang lurus kepada orang-orang beriman, agar dengan sebab itu Allah mengampuni dosa dan memperbaiki amal-amal hamba. Allah ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang lurus/benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagi kalian amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-nya sungguh dia telah mendapatkan keberuntungan yang sangat besar" (QS. Al-Ahzab: 70-71)

Bulan Keikhlasan

Bulan Ramadhan mendidik kita untuk beramal ikhlas karena-Nya, bukan karena mencari pujian manusia atau karena mengejar keuntungan dunia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya setiap amalan itu dinilai dengan niatnya. Dan setiap orang akan dibalas berdasarkan apa yang dia niatkan" (HR. Bukhari dan Muslim)

Keikhlasan inilah yang menjadi syarat utama diterimanya amalan. Di samping amalan itu harus mengikuti tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah ta'ala berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

"Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun" (QS. Al-Kahfi: 110)

Keikhlasan inilah yang menjadi kunci keselamatan dan kebahagiaan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang [nabi] sebelum kami; Jika kamu berbuat syirik niscaya lenyaplah seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan tergolong orang-orang yang merugi" (QS. Az-Zumar: 65)

Tanpa keikhlasan, ibadah sebanyak apapun tidak ada artinya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

"Dan Kami hadapkan segala amal yang dahulu pernah mereka perbuat lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan" (QS. Al-Furqan: 23)

Bulan Kesabaran

Bulan Ramadhan menempa pribadi muslim dan muslimah untuk tabah dan sabar dalam menjalani agamanya. Sabar dalam ketaatan. Sabar dalam menjauhi kemaksiatan. Sabar dalam menghadapi rasa lapar dan dahaga, sabar menahan perut yang keroncongan, sabar menunggu datangnya waktu berbuka, sabar menahan lisan dari ucapan tak berguna, sabar dalam menundukkan pandangan, dan sabar untuk menjaga hati dari pikiran-pikiran yang bukan-bukan. Inilah bulan untuk menempa kesabaran. Yang dengan kesabaran itulah orang beriman akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran" (QS. Al-'Ashr: 1-3)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Orang yang berpuasa itu akan mendapatkan dua kegembiraan. Kegembiraan ketika berbuka [berhari raya] dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya" (HR. Muslim)

Bulan Al-Qur'an

Di bulan Ramadhan ini pula, kaum muslimin memperbanyak bacaan dan tadabbur al-Qur'an. Dengan mengikuti ajaran al-Qur'an itulah umat akan selamat dari kesesatan di dunia dan kecelakaan di akhirat. Allah ta'ala berfirman,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

"Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka" (QS. Thaha: 123)

Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma berkata mengomentari ayat ini, "Allah menjamin bagi siapa saja yang membaca al-Qur'an dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur'an dan mengajarkannya" (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh Allah akan mengangkat derjat sebagian kaum dengan Kitab ini dan akan merendahkan sebagian yang lain dengan Kitab ini pula" (HR. Muslim)

Bulan Nasihat 

Di bulan Ramadhan ini pula kita lihat kaum muslimin sangat bersemangat menyimak nasihat, tausiyah, ceramah agama, dan arahan-arahan untuk memupuk amal kebaikan. Ini tentu saja menjadi suatu hal yang amat menggembirakan. Tatkala manusia sadar bahwa kehidupan yang mereka lalui membutuhkan petunjuk dan bimbingan dari Rabb alam semesta; melalui lisan para ulama dan da'i yang menerangkan al-Kitab dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Agama ini adalah nasihat" Para sahabat bertanya, "Untuk siapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan juga rakyatnya" (HR. Muslim)

Di bulan inilah kaum muslimin kembali belajar tentang syari'at dan petunjuk Rabbnya. Sebuah amalan yang akan melapangkan jalan mereka menuju surga dan ampunan-Nya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu [agama] maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga" (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun menegaskan tentang keutamaan menimba ilmu dan menyimak nasihat ini, "Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya maka Allah akan pahamkan dalam urusan agama" (HR. Bukhari dan Muslim)

Bulan Dakwah ila Allah

Di bulan Ramadhan ini pula kita bisa melihat para da'i dan muballigh begitu bersemangat menyebarkan nasihat dan berbagi pengetahuan kepada umat. Hal ini tentu saja merupakan bagian dari perwujudan firman Allah subhanahu wa ta'ala,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ

"Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak [kalian] kepada [agama] Allah di atas bashirah/ilmu" (QS. Yusuf: 108)

Allah ta'ala juga berfirman,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Dan siapakah yang lebih baik ucapannya daripada  orang yang mengajak kepada [agama] Allah dan beramal salih, dan dia berkata; Sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang yang pasrah" (QS. Fushshilat: 33)

Inilah saatnya bagi para da'i untuk merajut amal salih dan menebarkan ajaran-ajaran Islam kepada segenap khalayak. Agar mereka bisa tergolong pengikut nabi dan orang yang dicintai Allah. Allah ta'ala berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah: Jika kalian mengaku mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian" (QS. Ali 'Imran: 31)

Bulan Dzikir dan Taubat

Di bulan Ramadhan ini pula, kaum muslimin mengobarkan semangat untuk membasahi lisan mereka dengan dzikir-dzikir sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam; dzikir di waktu pagi dan petang, dzikir sebelum memasuki masjid, dzikir keluar dari masjid, dzikir setelah sholat, dan dzikir-dzikir syar'i lainnya. Inilah kesempatan emas bagi kita untuk memperberat timbangan amal salih, dengan amal-amal yang ringan di lisan namun berat di dalam timbangan dan dicintai oleh ar-Rahman.

Di samping itu, di bulan Ramadhan umat Islam disadarkan untuk kembali taat dan menjauhi maksiat, untuk bertaubat dan beristighfar dari dosa dan kesalahan. Agar amal ibadah puasa yang dijalankannya semakin sempurna di sisi Rabbnya. Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, "Seorang mukmin melihat dosa-dosanya seperti sedang berdiri di bawah sebuah gunung; yang dia khawatir gunung itu akan hancur menimpanya. Adapun seorang fajir/ahli maksiat akan melihat dosanya seperti lalat; dia akan mengusirnya seperti ini -yaitu cukup dengan menggerakkan jari tangan di depan hidungnya-" (HR. Bukhari)

Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita menyemaikan benih-benih pahala, mencabut akar-akar dosa, mempertebal tawakal dan kesabaran, mengokohkan pondasi tauhid dan keimanan, memperkuat ketakwaan dan muraqabah, mendorong kepada amal salih, dan membendung keburukan berupa hawa nafsu maupun kerancuan pemikiran. Kepada Allah jua kita berharap; semoga kita bisa berjumpa dengan bulan yang mulia dan penuh barokah itu, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Mengabulkan doa.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi, S.Si

Artikel Muslim.Or.Id

Daurah Kitab Tsalatsatul Ushul & Qowa’idul Arba’ (Yogyakarta 29 Juni – 4 Juli 2013)

Posted: 16 Jun 2013 05:45 PM PDT

Kajian Intensif Aqidah Islam

Mengenal Tiga Pondasi Islam dan Empat Kaedah Tauhid

 

Pemateri             : Ustadz Abu 'Isa 'Abdullah bin Salam (Staf Pengajar Ma'had Ihya' As Sunnah Tasikmalaya)

Rujukan               : Tsalatsatul Ushul & Qowa'idul Arba'

Waktu                   : Sabtu-Kamis, 29 Juni-4 Juli 2013

Tempat                : Masjid Al Ashri, Pogung Rejo

 

Waktu Pendaftaran : 10 -25 Juni 2013

Briefing                : Jumat, 28 Juni 2013//16.00 – selesai//Masjid Al Ashri

Biaya                     : Rp 10.000, 00

Fasilitas               : Matan Kitab

 

Tersedia Buku Penjelasan Kitab Tsalatsatul Ushuul (Harga Rp 30.000,-, dapat pesan via sms ke No CP)

Pendaftaran via sms : Dauroh Liburan#Nama#Usia#Alamat, kirim ke No CP

CP : Putra : 085799203331

Putri  : 085292995015

 

Penyelenggara : Ma'had Al 'Ilmi YPIA Yogyakarta

Informasi : www.muslim.or.id, www.muslimah.or.id, www.mahadilmi.wordpress.com

dauroh MI

No comments:

Post a Comment