Thursday, July 25, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Kajian Ramadhan 15: I’tikaf Demi Raih Lailatul Qadar

Posted: 25 Jul 2013 09:00 AM PDT

lailatul qadar

Kita telah mengetahui bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh kemuliaan dan punya keistimewaan dibanding malam-malam lainnya. Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Mujahid mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan, yaitu untuk amalan, puasa, dan shalat malam yang dilakukan ketika itu lebih baik dari seribu bulan.

Mengenai i’tikaf yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam hadits ‘Aisyah berikut ini, di mana beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, hingga Allah mewafatkan beliau. Kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan i’tikaf di bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun di tahun beliau diwafatkan, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari no. 2044).

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk meraih lailatul qadar. Beliau ingin mengasingkan diri dari berbagai kesibukan dengan melakukan i’tikaf. Dengan menyendiri akan lebih berkonsentrasi dalam dzikir dan do’a. Dan beliau pun benar-benar menjauh dari manusia kala itu.”

Imam Ahmad sampai berpendapat bahwa orang yang beri’tikaf tidak dianjurkan bergaul dengan orang-orang sampai pun untuk tujuan mengajari ilmu atau membaca Al Qur’an. Imam Ahmad katakan bahwa yang lebih baik adalah menyendiri dan mengasingkan diri dari orang banyak untuk bermunajat pada Allah, serta berdzikir dan berdo’a. I’tikaf ini bermaksud menyendiri yang disyari’atkan dan hanya dilakukan di masjid. I’tikaf di masjid dilakukan agar tidak ketinggalan shalat Jum’at dan jama’ah. Namun kalau mengasingkan diri dengan tujuan supaya luput dari shalat Jum’at dan shalat jama’ah, maka jelas terlarang.

Ibnu ‘Abbas pernah ditanya mengenai seseorang yang puasa di siang hari dan mendirikan shalat malam lalu tidak menghadiri shalat Jum’at maupun shalat berjama’ah. Jawaban Ibnu ‘Abbas, “Ia di neraka.”

Menyendiri yang disyari’atkan adalah dilakukan di masjid, terkhusus di bulan Ramadhan, terkhusus lagi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan.

Demikian ringkasan dari penjelasan Ibnu Rajab dalam Lathoiful Ma’arif, hal. 338.

Semoga kita dimudahkan untuk meraih malam seribu bulan, dan moga juga kita dimudahkan untuk melakukan i’tikaf.

 

Referensi:

Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Disusun di malam hari, 17 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Kajian Ramadhan 14: Nuzulul Qur’an dan Tadabbur Al Qur’an

Posted: 25 Jul 2013 02:30 AM PDT

semangat ibadah lailatul qadar

Kapan Al Qur’an itu diturunkan? Sebagian mengatakan bahwa turunnya adalah 17 Ramadhan sehingga dijadikan peringatan Nuzulul Qur’an. Padahal tujuan Al Qur’an diturunkan bukanlah diperingati, yang terpenting adalah ditadabburi atau direnungkan sehingga bisa memahami, mengambil ibrah dan mengamalkan hukum-hukum di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Dalam surat Al Qadar di atas disebutkan bahwa Allah menurunkan Al Qur’an pada Lailatul Qadar. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (QS. Ad Dukhon: 3). Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadar yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena Al Qur’an itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebut dalam ayat,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran ” (QS. Al Baqarah: 185).

Ada riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menjelaskan mengenai nuzulul Qur’an, yaitu waktu diturunkannya permulaan Al Qur’an. Ibnu ‘Abbas berkata,

أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العِزّة من السماء الدنيا، ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله صلى الله عليه وسلم

Al Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun.” (HR. Thobari, An Nasai dalam Sunanul Kubro, Al Hakim dalam Mustadroknya, Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Ibnu Hajar pun menyetujui sebagaimana dalam Al Fath, 4: 9).

Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah itu menjadikan permulaan turunnya Al Qur’an adalah di bulan Ramadhan di malam Lailatul Qadar.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931).

Jika dinyatakan bahwa Al Qur’an secara keseluruhan itu diturunkan di bulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar, maka klaim yang mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan, jelas-jelas tidak berdasar. Karena Lailatul Qadar itu terjadi di sepuluh hari terakhir. Sehingga jelas-jelas penetapan 17 Ramadhan sebagai perayaan Nuzulul Qur’an tidak berdasar atau mengada-ngada.

Perayaan Nuzulul Qur'an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengatakan,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

"Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya." Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid'ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 622, surat Al Ahqof (46) ayat 11.

Al Qur’an pun diturunkan bukan untuk diperingati setiap tahunnya. Namun tujuan utama adalah Al Qur’an tersebut dibaca dan direnungkan maknanya. Allah Ta’ala berfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. ” (QS. Shaad: 29).

Al Hasan Al Bashri berkata, “Demi Allah, jika seseorang tidak merenungkan Al Qur’an dengan menghafalkan huruf-hurufnya lalu ia melalaikan hukum-hukumnya sehingga ada yang mengatakan, “Aku telah membaca Al Qur’an seluruhnya.” Padahal kenyataannya ia tidak memiliki akhlak yang baik dan tidak memiliki amal.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 418-419).

Membaca saja tentu belum tentu punya akhlak dan amal yang baik. Memperingati turunnya pun tidak bisa menggapai maksud mentadabburi Al Qur’an. Jadi yang terpenting adalah rajin-rajin mengkaji sekaligus mentadabburi Al Qur’an.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Disusun di sore hari, 16 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ramadhan: Dosakah Tidak Membaca Al Qur’an Di Bulan Ramadhan?

Posted: 24 Jul 2013 09:20 PM PDT

quran3d3

Fatwa Syaikh Dr Khalid Al Mushlih

Soal:

Apakah seorang muslim berdosa ketika dia tidak pernah membaca Al Quran di bulan Ramadhan?

Jawab:

Tentu saja, Rasulullah pernah mengadukan kaumnya kepada Rabbnya

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَـٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

"Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan“. (Qs. Al Furqan: 30)

Bentuk tidak acuh dan meninggalkan Al Quran, itu ada beberapa macam:

  • Tidak membacanya
  • Tidak merenungi maknanya (tadabbur)
  • Tidak mengamalkannya
  • Tidak mendakwahkannya
  • Tidak berhukum dengannya

Ini semua adalah bentuk mengacuhkan Al Quran dan ini menunjukkan kurangnya iman dan kebaikan pada seseorang sekadar bentuk ketidakacuhan dia pada Al Quran.

Maka seorang yang perhatian pada Al Quran adalah yang membacanya, merenungkannya, mengamalkannya, berdakwah dengannya dan berhukum dengan Al Quran. Apabila ini dilakukan maka seseorang tidak termasuk orang yang tidak acuh dengan Al Quran.

 

(Dijawab oleh Syaikh Dr Khalid al Mushlih dalam video https://www.youtube.com/watch?v=0w6ZZe4RKtQ)


Penerjemah: Amrullah Akadhinta
Artikel Muslim.Or.Id

No comments:

Post a Comment