Tuesday, July 16, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Fatwa Ramadhan: Jadwal Imsakiyah Yang Dibagikan Di Bulan Ramadhan

Posted: 16 Jul 2013 03:00 PM PDT

calendar

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahlullah

Soal:
Saudara Fulan Dari Riyadh bertanya: sebagian yayasan dan lembaga membagi-bagikan jadwal imsakiyah pada bulan Ramadhan Mubarak. Jadwal imsakyah ini khusus juga untuk waktu-waktu shalat. Akan tetapi yang menarik perhatianku, mereka membuat waktu imsak seperempat jam sebelum adzan subuh. Apakah perbuatan mereka ada dasarnya dari sunnah?

Jawab:
Saya tidak mengetahui adanya dasar dari syariat dalam perincian (waktu imsak) ini. Bahkan dalil dari Qur’an dan Sunnah menunjukkan bahwa imsak itu ketika terbitnya fajar (mulai shalat subuh). Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

"dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar" (QS. Al-Baqarah: 187)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الفجر فجران، فجر يحرم الطعام وتحل فيه الصلاة، وفجر تحرم فيه الصلاة (أي صلاة الصبح) ويحل فيه الطعام

"Fajar itu ada dua, yang pertama mengharamkan makan dan membolehkan shalat [subuh], yang kedua yaitu yang diharamkan shalat (shalat subuh) ketika itu dan masih boleh makan" (HR. Ibnu Khuzaimah dan Hakim, keduanya menshahihkan sebagaimana di Bulughul Maram)

Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

إن بلالا يؤذن بليل، فكلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم

"sesungguhnya Bilal mengumandangan Adzan di waktu malam, makan dan minumlah kalian sampai Ibnu ummi Maktum mengumandangkan adzan"

Perawi hadits ini berkata, "Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta, tidaklah ia menyerukan adzan kecuali dikatakan kepadanya: sudah masuk waktu subuh, sudah masuk waktu subuh". Wallahul muwaffiq.

 

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/523

Penerjemah: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.Or.Id

Kajian Ramadhan 6: Puasa Tetapi Masih Terus Bermaksiat

Posted: 15 Jul 2013 08:01 PM PDT

puasa maksiat

Tidak sedikit yang berpuasa namun masih bermaksiat. Lihat saja para wanita ada yang sengaja membuka auratnya ketika puasa, padahal hal itu tidak dibolehkan bahkan termasuk dosa besar. Namun pamer aurat itu masih terus dilakukan meskipun di bulan suci Ramadhan.

Sebagian ulama salaf berkata,

أهون الصيام ترك الشراب و الطعام

“Puasa yang jelek adalah jika saat puasa hanya meninggalkan minum dan makan saja.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 277).

Maksudnya, puasa yang dilakukan hanya menahan lapar dan dahaga, namun maksiat masih terus jalan.

Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata,

إذا صمت فليصم سمعك و بصرك و لسانك عن الكذب و المحارم و دع أذى الجار و ليكن عليك وقار و سكينة يوم صومك و لا تجعل يوم صومك و يوم فطرك سواء

“Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan dan lisanmu dari dusta dan perkara yang diharamkan. Jangan sampai engkau menyakiti tetanggamu. Juga bersikap tenanglah di hari puasamu. Jangan jadikan puasamu seperti hari-hari biasa.” (Idem)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja. Betapa banyak pula yang melakukan shalat malam, hanya begadang di malam hari” (HR. Ahmad 2: 373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid).

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Mendekatkan diri pada Allah Ta'ala dengan meninggalkan perkara yang asalnya mubah[1] tidaklah sempurna sampai seseorang meninggalkan keharaman. Barangsiapa yang melakukan yang haram disertai mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah, maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang wajib lalu beralih mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang yang bermaksiat tetap dianggap sah dan tidak diperintahkan untuk mengqodho' puasanya menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama). Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus (seperti makan, minum dan jima') dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama.” (Latho'iful Ma'arif, hal. 277-278)

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, "Menjauhi berbagai hal yang dapat membatalkan puasa, hukumnya wajib. Sedangkan menjauhi hal-hal selain itu yang tergolong maksiat termasuk penyempurna puasa.” (Fathul Bari, 4: 117)

Mula 'Ali Al Qori rahimahullah berkata, "Ketika berpuasa begitu keras larangan untuk bermaksiat. Orang yang berpuasa namun melakukan maksiat sama halnya dengan orang yang berhaji lalu bermaksiat, yaitu pahala pokoknya tidak batal, hanya kesempurnaan pahala yang tidak ia peroleh. Orang yang berpuasa namun bermaksiat akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang ia lakukan.” (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, 6: 308).

Dalam Al Qur’an setelah Allah melarang dari makan dan minum di siang hari saat puasa, disebutkan pula setelah itu keharaman memakan harta orang lain tanpa lewat jalan yang benar. Padahal memakan harta orang lain dengan jalan keliru adalah terlarang di setiap waktu. Sedangkan larangan untuk makan dan minum hanyalah saat puasa. Ini adalah isyarat bahwa siapa yang mendekatkan diri pada Allah dengan menjauhi makan dan minum, maka ia juga diharuskan untuk menjauhi memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Namun memakan harta seperti itu berlaku setiap waktu, bukan ketika Ramadhan saja atau waktu tertentu saja. Lihat penjelasan Ibnu Rajab Al Hambali dalam Lathoiful Ma’arif, hal. 278.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Puasa yang telah Allah syari’atkan adalah jalan yang Dia jadikan untuk kita belajar menjaga anggota badan dari perkara-perkara yang Dia haramkan dan hendaklah anggota tubuh ini digunakan hanya pada jalan ketaatan. Juga semoga hal ini semakin mengingatkan pada nikmat Allah.” Lihat Syarh Samahatusy Syaikh Al ‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz ‘ala Kitab Wazhoif Ramadhan, hal. 77.

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

  • Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.
  • Syarh Samahatusy Syaikh Al ‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz ‘ala Kitab Wazhoif Ramadhan (kitab ringkasan dari Lathoiful Ma’arif Ibnu Rajab dan tambahan dari ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim, terbitan Muassasah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Di pagi penuh berkah, 7 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

 


[1]     Makan, minum, jima' di luar puasa adalah suatu yang asalnya mubah (dibolehkan). Ketika puasa hal ini dilarang dan termasuk pembatal puasa.

Mengenal Al Qa’diyah, Salah Satu Sekte Khawarij

Posted: 15 Jul 2013 06:30 PM PDT

jihad-islam

Telah kita ketahui bersama bahwa Khawarij termasuk firqah sesat yang paling tua karena ia telah muncul ketika Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- masih hidup. Setelah wafatnya Rasulullah, sekte ini berkembang menjadi beberapa macam, di antaranya Azaariqah, Ibadhiyah, dan lain-lain. Ciri-ciri khawarij itu sendiri ada banyak, sehingga siapa saja yang mencocoki salah satu cirinya kita katakan ia menganut faham khawarij.

Kita tidak akan membahas satu-satu dari masing-masing sekte berikut ciri-cirinya, namun yang akan kita bahas secara ringkas salah satu sekte yang bernama Al Qa’diyah, yang telah muncul sejak zaman tabi’in, dengan tokohnya yang bernama ‘Imran bin Hiththan. Pada awalnya ‘Imran adalah seorang tokoh ahlus sunnah yang menikahi seorang wanita khawarij dengan maksud ingin mengembalikannya ke jalan yang benar. Namun yang terjadi selanjutnya justru ‘Imran yang terpengaruh dan malah menjadi pemuka kaum Khawarij.

Di antara ciri Al Qa’diyah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- dalam Hadyus Saari halaman 483:

والقَعَدية الذين يُزَيِّنون الخروجَ على الأئمة ولا يباشِرون ذلك

“Al Qa’diyah adalah kelompok yang memprovokasi massa untuk memberontak penguasa sedang mereka tidak terlibat langsung dalam pemberontakan tersebut.”

As Sakhawi berkata dalam Fathul Mughits (1/332):

القعدية قوم الخوارج كانوا يقولون بقولهم ولا يرون بالخروج بل يدعون إلى آرائهم ويزينون مع ذلك الخروج ويحسنونه

“Al Qa’diyah termasuk kaum khawarij yang bermain dengan kata-kata, dan tidak memandang perlu pemberontakan, akan tetapi, mereka mengajak manusia pada opini mereka dan menghasut (untuk memberontak).”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Masail Ahmad hal. 271 dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin Muhammad Adh Dha’if bahwa beliau berkata: “Kelompok Al Qa’diyah ini merupakan sekte Khawarij yang paling berbahaya!”

Fadhilatusy Syaikh Shalih As Sadlaan menerangkan: ”Sebagian saudara-saudara kita melakukan hal itu dengan niat baik. Mereka beranggapan bahwa pembangkangan itu hanyalah dengan senjata saja. Padahal pembangkangan itu tidak hanya dilakukan dengan senjata atau dengan tindakan-tindakan anarkis yang sudah dikenal luas. Bahkan pembangkangan lewat kata-kata lebih berbahaya daripada pembangkangan dengan senjata. Karena pembangkangan dengan senjata hanyalah perpanjangan dari pembangkangan lewat kata-kata.” (Muraja’at fi Fiqhil Waqi’ As Siyasi, hal 88)

Pada masa sekarang ini sangat disayangkan ada jama’ah yang malah terang-terangan mempraktekkan warisan kaum khawarij di atas, sebagaimana ditunjukkan dalam kitab rujukan harakah mereka. Seringkali mereka menjustifikasi provokasi mereka dengan alasan bolehnya nasehat terang-terangan kepada penguasa. Padahal semua yang memperhatikan sepak terjang harakah itu tahu bahwa yang mereka lakukan adalah bukanlah nasehat, namun menjelek-jelekkan penguasa dengan memanfaatkan kelemahan pemerintah dalam mengurus kemashalatan seperti pembangunan jembatan, pendirian rumah sakit, penetapan harga BBM, dan lain-lain. Bukan dalam rangka nasehat sama sekali. Karena tujuan awalnya jelas bahwa mereka ingin rakyat tidak percaya pada pemerintah, dan kemudian mengalihkan kepercayaaan rakyat pada harakah mereka.

Cara-cara semacam ini hanyalah bentuk dari ketergesa-gesaan yang tidak akan membawa kebaikan, malah akan menghancurkan bangunan yang sedang dibangun. Al ‘Allamah Ibnul Qayyim Al Jauziyah menjelaskan: ”Barangsiapa yang merenungkan tentang berlangsungnya fitnah-fitnah terhadap Islam, baik fitnah besar maupun kecil, niscaya ia akan mendapati bahwa fitnah-fitnah itu disebabkan karena hilangnya prinsip ini, dan tidak sabar dengan kemunkaran. Kemudian menuntut segera dihilangkannya kemunkaran itu. Akibatnya melahirkan kemunkaran yang lebih besar lagi!”

Oleh karena itu, mari kita memohon kepada Allah agar dijauhkan dari sikap tergesa-gesa yang bisa saja membawa kita menjadi orang-orang yang ekstrim seperti kaum Khawarij. Aamiin.

Magelang, 6 Ramadhan 1434 H

Penulis: Ristiyan Ragil P
Artikel Muslim.Or.Id

No comments:

Post a Comment