Tuesday, May 14, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Serial 9 Alam Jin: Hewan Tunggangan Jin

Posted: 14 May 2013 03:30 PM PDT

Jin juga ternyata memiliki kendaraan atau tunggangan sebagaimana manusia pun demikian. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan,

لَكُمْ كُلُّ عَظْمٍ ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ يَقَعُ فِى أَيْدِيكُمْ أَوْفَرَ مَا يَكُونُ لَحْمًا وَكُلُّ بَعَرَةٍ عَلَفٌ لِدَوَابِّكُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَلاَ تَسْتَنْجُوا بِهِمَا فَإِنَّهُمَا طَعَامُ إِخْوَانِكُمْ »

"Untuk kalian (golongan jin) segala tulang yang disebut nama Allah atasnya (pada saat penyembelihannya), yang kalian dapatkan masih banyak dagingnya, dan setiap kotoran binatang adalah makanan untuk binatang kalian (golongan jin). Oleh karenanya janganlah (golongan manusia) beristinjak (cebok) dengan keduanya, sebab keduanya adalah makanan saudara-saudara kalian" (HR. Muslim no. 450).

Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa jin memiliki hewan tunggangan. Makanan hewan tunggangan jin adalah kotoran dari hewannya manusia.

Begitu pula setan memiliki kuda. Disebutkan dalam ayat,

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا

"Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu (suaramu), dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka" (QS. Al Israa': 64).

Ayat di atas membicarakan tentang iblis karena ayat sebelumnya disebutkan,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ قَالَ أَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ طِينًا (61) قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلَّا قَلِيلًا (62) قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُورًا (63)

"Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu semua kepada Adam”, lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata: “Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” (QS. Al Israa': 61).

Dia (iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil“. (QS. Al Israa': 62).

Allah berfirman: “Pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. (QS. Al Israa': 63).

Dan disebutkan dalam surat Al Israa' ayat 64 bahwa setan memiliki hewan tunggangan yaitu kuda: "dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda".

Insya Allah serial berikutnya akan dilanjutkan dengan hewan-hewan yang diserupakan dengan setan. Semoga Allah mudahkan.

 

Referensi:

'Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. 'Umar bin Sulaiman bin 'Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H.

 

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, selepas shalat Fajar, 5 Rajab 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Apa Makna Jumhur?

Posted: 14 May 2013 08:18 AM PDT

pertengahan

Fatwa Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah

Soal:

Apa yang dimaksud dengan jumhur?

Jawab:

Jumhur artinya mayoritas. Ketika dalam suatu bahasan kami mengatakan “Syafi’iyyah berpendapat demikian..“, lalu diujung bahasan kami mengatakan “Jumhur berpendapat …“, maka yang dimaksud jumhur di sini adalah para imam madzhab yang empat selain Syafi’iyyah. Jika kami mengatakan “Hanafiyyah berpendapat…“, lalu setelah itu kami mengatakan “Jumhur berpendapat …“, maka yang dimaksud jumhur di sini adalah para imam madzhab yang empat selain Hanafiyyah.

Demikian juga jika dalam suatu masalah ada tiga pendapat. Misalnya saya berkata “pendapat Asy Syafi’i begini, pendapat Abu Hanifah begitu, dan pendapat dua imam yang lain adalah begini..“. Maka di sini ada pendapat Asy Syafi’i, Abu Hanifah dan pendapat jumhur, dua imam yang lain yaitu Ahmad dan Malik di sini menjadi jumhur terhadap masing-masing pendapat Asy Syafi’i dan Abu Hanifah. Demikian perkaranya jika kita menemukan istilah jumhur di kitab-kitab perbandingan madzhab yang bertujuan menjelaskan khilaf diantara madzhab yang empat.

Sedangkan pada kitab-kitab yang bertujuan menjelaskan fiqih salaf yaitu pendapat para sahabat Nabi dan juga tabi’in, maka ketika disebut ‘jumhur‘ artinya adalah ‘ulama selain dari yang sudah disebutkan‘. Misalnya dikatakan “pendapat jumhur salaf begini…” lalu setelah itu dikatakan “pendapat Asy Sya’bi, Qatadah, dan Al Hasan adalah begitu…“, maka maksud ‘jumhur’ di sini adalah selain Asy Sya’bi, Qatadah, dan Al Hasan tidak diketahui adanya khilaf. Atau misalnya dikatakan “pendapat jumhur sahabat adalah begini…” lalu setelah itu dikatakan “pendapat Abu Bakar, Umar, dan Al Mughirah adalah begitu…“, maka maksud ‘jumhur’ di sini adalah selain Abu Bakar, Umar, dan Al Mughirah tidak diketahui adanya khilaf. Sehingga para sahabat selain Abu Bakar, Umar, dan Al Mughirah termasuk dalam jumhur. Demikian, wallahu’alam.

 

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/30980

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Meraih Khusyu’ Dalam Ibadah (2)

Posted: 13 May 2013 06:10 PM PDT

Lebih lanjut, syaikh 'Abdullah bin 'Abdur Rahman al-Bassam1 menjelaskan dengan lebih rinci, beberapa sebab untuk menghadirkan hati dan meraih khusyu' dalam shalat, berdasarkan pengamatan terhadap dalil-dalil dalam al-Qur-an dan hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, akan kami bawakan di sini beserta tambahan keterangan dan penyebutan dalil, sebagai berikut:

1- Berlindung kepada Allah Ta’ala dari (godaan) setan yang terkutuk.

Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda tentang Setan yang selalu mengganggu manusia dalam shalat: "Itu adalah Setan yang bernama Khinzab, jika kamu merasakan (godaannya) maka berlindunglah kepada Allah darinya, dan hembuskanlah sedikit ludahmu ke (arah) kiri tiga kali". 'Utsman bin Abil 'Ash Radhiallahu’anhu berkata: Lalu aku praktekkan petunjuk Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam tersebut, maka Allah menghilangkan (godaan) Setan itu dariku2.

2- Merenungi/menghayati (makna) bacaan al-Qur-an dan zikir-zikir dalam shalat.

Karena bacaan al-Qur-an dan zikir-zikir yang disyariatkan dalam Islam akan bermanfaat bagi orang yang membacanya jika dibaca dengan perenungan dan penghayatan dalam hati. Allah Ta’ala berfirman:

{كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ}

"Ini adalah sebuah kitab (al-Qur-an) yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka merenungkan (makna) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS Shaad: 29).

Dalam ayat lain, Dia berfirman:

{إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ}

"Sesungguhnya pada yang demikian itu (al-Qur-an) benar-benar terdapat peringatan (pelajaran) bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang mengkonsentrasikan pendengarannya, sedang dia menghadirkan (hati)nya" (QS Qaaf:37).

3- Menghadirkan kebesaran Allah Ta’ala dan (meyakini) bahwa orang yang shalat sedang bermunajat dan menghadapkan diri kepada-Nya.

Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya orang yang shalat sedang bermunajat (berkomunikasi) dengan Allah Ta’ala, maka hendaknya salah seorang darimu memperhatikan bagaimana dia bermunajat dengan Allah, dan janganlah kalian saling mengeraskan suara ketika membaca al-Qur-an (dalam shalat)"3.

4- Mengetahui kelemahan dan ketergantungan manusia ketika dia ruku' dan sujud terhadap keagungan dan kebesaran Allah Ta’ala.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: "Termasuk sempurnanya sifat khusyu' dan ketundukan seorang hamba kepada Allah Ta’ala ketika dia ruku' dan sujud adalah tatkala dia merendahkan diri kepada Allah dalam ruku' dan sujudnya maka pada saat itu dia menyifati-Nya dengan sifat-sifat kemuliaan, kebesaran, keagungan dan ketinggian, seolah-olah hamba itu berkata: "kerendahan dan ketundukan adalah sifatku, sedangkan ketinggian, keagungan dan kebesaran adalah sifat-Mu". Oleh sebab itu, orang yang shalat disyariatkan membaca (zikir) dalam ruku'nya: subhaana Rabbiyal 'azhiim (maha suci Rabb-ku/Allah Ta’ala yang maha agung)", dan dalam sujudnya membaca (zikir): subhaana Rabbiyal a'laa (maha suci Rabb-ku/Allah yang maha tinggi)"4.

5- Membatasi pandangan (matanya hanya) pada tempat sujudnya, karena sesungguhnya jika pandangan itu tersebar (kemana-mana) maka hati (dan pikiran) akan mengikutinya.

Inilah di antara hikmah disyariatkannya meletakkan sutrah (pembatas shalat) di depan orang yang shalat, sebagaimana yang diperintahkan dalam beberapa hadits yang shahih5, untuk membatasi pandangan mata sehingga hati dan pikiranpun akan lebih terkonsentrasi pada shalat yang sedang dikerjakan, maka ini jelas akan memudahkan untuk mencapai khusyu' dengan izin Allah Ta’ala6.

Oleh karena itu, orang yang sedang shalat disunnahkan agar pandangan matanya tidak melewati tempat sujudnya7.

Bahkan dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam menegaskan bahwa memalingkan pandangan dari tempat sujud adalah tipu daya Setan yang ingin merusak shalat manusia. Dari 'Aisyah Radhiallahu’anha dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang orang yang menoleh (memalingkan pandangan) ketika shalat, maka Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda: "Itu adalah rampasan Setan dari shalat seorang hamba"8.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah menghadapkan wajah-Nya kepada wajah hamba-Nya dalam shalatnya selama hamba-Nya itu tidak memalingkan pandangan"9.

6- Jangan mengerjakan shalat ketika hati/pikiran sedang sibuk (dengan hal lain), seperti keinginan makan dan minum, menahan buang air besar dan kecil, atau hal-hal lain yang mengganggu pikiran.

Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda: "Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan dan ketika menahan buang air besar dan kecil"10.

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam ketika shalat mengenakan pakaian yang bercorak (bergambar), setelah selesai shalat beliau Shallallahu’alahi Wasallam bersabda: "Sungguh pakaian ini melalaikanku (mengganggu kekhusyu'anku) ketika aku shalat tadi"11.

Hadits-hadits di atas menunjukkan tidak disukainya shalat dalam keadaan hati dan pikiran disibukkan dengan hal lain, seperti rasa lapar dan haus, atau keinginan untuk buang hajat. Demikian juga shalat dengan pakaian atau di hadapan sesuatu yang bermotif, bergambar, bertulisan, berwarna-warni dan hal-hal lain yang menggangu atau meyibukkan pikiran, karena semua ini akan merusak kekhusyu'an dalam shalat12.

Hukum khusyu' dalam shalat dan ibadah lainnya

Imam asy-Syaukani berkata: "Para ulama berbeda pendapat tentang (hukum) khusyu', apakah termasuk kewajiban shalat atau keutamaan (anjuran) dalam shalat"13.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menguatkan pendapat bahwa khusyu' hukumnya wajib dalam shalat dan beliau membawakan banyak dalil untuk menguatkan pendapat ini14.

Akan tetapi pendapat yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama bahwa khusyu' bukan merupakan kewajiban dalam shalat, sehingga shalat yang dilakukan dengan tidak khusyu' tetap sah dan mencukupi, meskipun jelas pahala dan keutamaannya sangat berkurang15. Maka shalat yang didominasi oleh kelalaian dan bisikan-bisikan Setan tidaklah batal dan tidak disyariatkan untuk diulang, meskipun jelas nilai pahala dan keutamaannya sangat kurang16.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-'Utsaimin berkata: "Pendapat yang benar: khusyu' adalah sunnah (anjuran), akan tetapi anjurannya sangat ditekankan (sunnatun muakkadah). Karena khusyu' adalah ruh shalat yang sebenarnya. Maka shalat (yang dikerjakan) tanpa menghadirkan hati (khusyu') tidak lain (ibaratnya seperti) kulit tanpa isi dan pahala/keutamaan shalat akan berkurang sesuai dengan berkurangnya kekhusyu'an"17.

Di antara dalil yang menunjukkan tidak wajibnya khusyu' adalah hadits-hadits yang shahih tentang sujud sahwi, juga sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang Setan yang mengganggu hamba yang shalat sehingga hamba tersebut tidak mengetahui berapa rakaat shalat yang telah dikerjakannya18. Dalam hadits-hadits ini, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak memerintahkan shalat tersebut untuk diulangi, padahal jelas shalat tersebut dilakukan tanpa menghadirkan hati dan khusyu'19.

Kesimpulannya, dalam hal ini para ulama bersepakat bahwa shalat yang dikerjakan seorang hamba tidak akan meraih pahala dan keutamaan kecuali sesuai dengan kadar kekhusyu'an dan kehadiran hatinya dalam shalat tersebut. Maka shalat tanpa khusyu' tetap dikatakan sah, dalam artian tidak perlu diulangi, meskipun jelas pahala dan keutamaannya sangat sedikit20.

Syubhat (kerancuan dan kesalahpahaman) tentang khusyu'

Beberapa perbuatan yang dianggap oleh orang-orang bodoh termasuk bentuk khusyu' padahal sama sekali bukan khusyu', di antaranya:

1- Khusyu' nifaq (khusyu' munafik), yaitu anggota badan yang terlihat tunduk dan tenang padahal hatinya lalai dan jauh dari khusyu'.

Hudzaifah bin al-Yaman berkata radhiallahu’anhu: "Jauhilah khusyu' munafik". Seseorang bertanya kepada beliau: Apa itu khusyu' munafik? Hudzaifah radhiallahu’anhu berkata: "(Yaitu) kamu melihat (anggota) badan yang (seolah-olah) khusyu' padahal hatinya tidak khusyu'"21.

Inilah makna ucapan 'Umar bin al-Khattab radhiallahu’anhu, ketika beliau melihat seorang pemuda yang tertunduk kepalanya, beliau  berkata: "Wahai pemuda, angkatlah kepalamu, karena sesungguhnya khusyu' itu tidak lebih dari apa yang ada di dalam hati"22.

Dalam atsar lain, Ummul mu'minin 'Aisyah radhiallahu’anha melihat beberapa orang pemuda yang terlihat lemas ketika berjalan, 'Aisyah radhiallahu’anha bertanya: "Siapakah mereka itu"? Orang-orang menjawab: Mereka adalah ahli ibadah. Maka `'Aisyah radhiallahu’anha berkata: "Dulunya 'Umar bin al-Khattab radhiallahu’anhu kalau berjalan (langkahnya) cepat, kalau berbicara (suaranya) keras, kalau memukul (pukulannya) menyakitkan dan kalau dia memberi makan mengenyangkan, padahal beliau adalah ahli ibadah yang sejati"23.

Imam Ibnu Rajab berkata: "Barangsiapa yang menampakkan (seolah-olah) khusyu' (padahal) berbeda dengan apa yang ada di dalam hatinya maka itu tidak lain adalah kemunafikan di atas kemunafikan"24.

2- Persangkaan sebagian dari orang-orang awam yang mengatakan bahwa ibadah yang khusyu' adalah ibadah yang dikerjakan oleh seseorang tanpa ada bisikan, was-was dan godaan setan dalam hatinya.

Jelas ini merupakan persangkaan yang sangat keliru, karena tidak mungkin Iblis dan bala tentaranya pernah berhenti atau libur menggoda dan berusaha menghalangi manusia dari jalan kebaikan, apalagi kebaikan besar yang mendatangkan keridhaan Allah Ta’ala, yaitu beribadah dengan khusyu'. Dalam al-Qur-an, Allah Ta’ala menceritakan ucapan dan tekad Iblis untuk memalingkan manusia dari semua jalan kebaikan:

{قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ}

"Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)" (QS al-A'raaf).

Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya Setan (Iblis) akan selalu duduk (menghalangi) manusia pada semua jalan (kebaikan yang akan ditempuhnya)"25.

Imam Ibnul Qayyim berkata: "Tidak ada satu jalan kebaikanpun kecuali Setan selalu menghadang untuk menghalangi orang yang ingin mengerjakannya"26.

Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan dalam hadits yang shahih tentang adanya Setan yang tugasnya menggoda manusia dalam shalatnya, yaitu ketika 'Utsman bin Abil 'Ash radhiallahu’anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Setan menghalangiku (menggodaku) dalam shalat dan mengacaukan bacaanku (dalam shalat). Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Itu adalah Setan yang bernama Khinzab, jika kamu merasakan (godaannya) maka berlindunglah kepada Allah darinya, dan hembuskanlah sedikit ludahmu ke (arah) kiri tiga kali". 'Utsman bin Abil 'Ash radhiallahu’anhu berkata: Lalu aku praktekkan petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tersebut, maka Allah menghilangkan (godaan) Setan itu dariku27.

Oleh karena itu, upaya Setan untuk selalu menggoda manusia dalam ibadah mereka agar mereka jauh dari sifat khusyu' tentu besar sekali, karena semakin besar pahala dan keutamaan suatu amal kebaikan, maka semakin besar pula usaha Setan untuk menghalangi manusia darinya.

Maka jika ada orang yang menyangka bahwa ketika dia beribadah tidak diganggu oleh Setan, maka ini ini justru menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan; apakah memang hatinya sedemikian parah kerusakannya sehingga Setan tidak merasa perlu untuk menggodanya? Karena kalau imannya benar dan hatinya khusyu' maka bagaimana mungkin Setan akan membiarkannya dan tidak berusaha merusak kekhusyu'annya?

Bahkan boleh jadi semua ini justru merupakan bukti nyata kuatnya kedudukan dan tipu daya setan bersarang dalam diri mereka. Karena bagaimana mungkin setan akan membiarkan manusia merasakan ketenangan iman dan tidak membisikkan was-was dalam hatinya?

Imam Ibnul Qayyim membuat perumpaan hal ini28 dengan seorang pencuri yang ingin mengambil harta orang lain; manakah yang akan selalu diintai dan didatangi oleh pencuri tersebut: rumah yang berisi harta dan perhiasan yang melimpah atau rumah yang kosong melompong bahkan telah rusak?

Jawabnya: jelas rumah pertama yang akan ditujunya, karena rumah itulah yang bisa dicuri harta bendanya. Adapun rumah yang kedua, maka akan "aman" dari gangguannya karena tidak ada hartanya, bahkan mungkin rumah tersebut merupakan lokasi yang strategis untuk dijadikan tempat tinggal dan sarangnya.

Demikianlah keadaan hati manusia, hati yang dipenuhi tauhid, keimanan yang kokoh dan selalu khusyu' kepada Allah Ta’ala, akan selalu diintai dan digoda setan untuk dicuri keimanannya dan dirusak kekhusyu'annya, sebagaiamana rumah yang berisi harta akan selalu diintai dan didatangi pencuri.

Oleh karena itu, dalam sebuah hadits shahih, ketika salah seorang sahabat radhiallahu’anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membisikkan (dalam) diriku dengan sesuatu (yang buruk dari godaan setan), yang sungguh jika aku jatuh dari langit (ke bumi) lebih aku sukai dari pada mengucapkan/melakukan keburukan tersebut. Maka beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan menjadi was-was (bisikan dalam jiwa)"29.

Dalam riwayat lain yang semakna, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Itulah (tanda) kemurnian iman"30.

Dalam memahami hadits yang mulia ini ada dua pendapat dari para ulama:

  • Penolakan dan kebencian orang tersebut terhadap keburukan yang dibisikkan oleh setan itulah tanda kemurnian iman dalam hatinya

  • Adanya godaan dan bisikkan setan dalam jiwa manusia itulah tanda kemurnian iman, karena setan ingin merusak iman orang tersebut dengan godaannya31.

Adapun hati yang rusak dan jauh dari sifat khusyu' ketika beribadah kepada Allah Ta’ala, maka hati yang gelap ini terkesan "tenang" dan "aman" dari godaan setan, karena hati ini telah dikuasai oleh setan, dan tidak mungkin "pencuri akan mengganggu dan merampok di sarangnya sendiri".

Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin 'Abbas radhiallahu’anhu, ketika ada yang mengatakan kepada beliau: Sesungguhnya orang-orang Yahudi menyangka bahwa mereka tidak diganggu bisikan-bisikan (setan) dalam shalat mereka. Abdullah bin 'Abbas radhiallahu’anhu menjawab: "Apa yang dapat dikerjakan oleh setan pada hati yang telah hancur berantakan?"32.

Penutup

Dalam al-Qur-an Allah Ta’ala mengajak orang-orang yang beriman untuk meraih sifat khusyu' dengan mempelajari dan memahami petunjuk-Nya, Allah Ta’ala berfirman:

{أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نزلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ}

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu' (tunduk) hati mereka kepada peringatan dari Allah (al-Qur-an) dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturnkan al-kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik" (QS al-Hadiid: 16).

Ayat ini memberikan motivasi bagi orang-orang yang beriman untuk bersungguh-sungguh meraih sifat khusyu' dalam hati mereka, sekaligus merupakan celaan bagi orang-orang yang tidak mau tunduk hatinya ketika membaca, mendengarkan dan merenungkan isi ayat-ayat al-Qur-an33.

Kalau hati manusia tidak juga mau berubah dan tunduk ketika membaca dan merenungkan firman Allah Ta’ala, maka kapan lagi hatinya akan tunduk dan menjadi baik?

Oleh karena itu, peringatan dan ancaman Allah Ta’ala dalam al-Qur'an hanyalah akan bermanfaat dan memberikan kebaikan bagi orang-orang yang hatinya hidup, beriman kepada Allah Ta’ala dan takut terhadap azab-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

{إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ. لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ}

"al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir" (QS Yaasiin: 69-70).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga berfirman:

{فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ }

"Maka berilah peringatan dengan al-Qur’an kepada orang yang takut kepada ancaman-Ku" (QS Qaaf: 45).

Adapun orang-kafir dan munafik, maka peringatan dan ancaman dalam al-Qur'an tidak bermanfaat bagi mereka, karena hati mereka tidak mengimaninya. Allah Ta’ala berfirman:

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لا يُؤْمِنُونَ}

"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman" (QS al-Baqarah: 6).

Juga firman-Nya tentang orang-orang munafik:

{وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ}

"Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka mau mendengar (peringatan Allah dalam al-Qur'an). Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu)" (QS al-Anfaal: 23).

Semoga Allah memudahkan taufik-Nya kepada kita untuk meraih sifat khusyu' dan sifat-sifat mulia lainnya dengan memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya. Sesungguhnya Dia maha mendengar lagi mengabulkan doa.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 5 Shafar 1434 H

1 Dalam kitab "Taudhiihul ahkaam min buluugil maraam" (2/83).

2 HSR Muslim (no. 2203).

3 HR Ahmad (2/67) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syakh al-Albani dalam "ash-Shahiihah" (no. 1603).

4 Kitab "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 28).

5 Misalnya HSR Muslim (no. 500, 505 dan 506) dan lain-lain.

6 Lihat kitab "Taudhiihul ahkaam" (2/58 dan 2/66).

7 Lihat kitab "Shifatu shalaatin Nabiyyi Shallallahu’alaihi Wasallam" (hal. 89).

8 HSR al-Bukhari (no. 718 dan 3117).

9 HR at-Tirmidzi (5/148) dan Ibnu Khuzaimah (3/195), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan syaikh al-Albani.

10 HSR Muslim (no. 560).

11 HSR al-Bukhari (no. 366 dan 5479) dan Muslim (no. 556).

12 Lihat keterangan imam an-Nawawi dalam "Syarhu shahih Muslim" (5/46) dan syaikh 'Abdullah al-Bassam dalam "Taudhiihul ahkaam" (2/98).

13 Kitab "Fathul Qadiir" (3/678).

14 Lihat keterangan syaikh al-'Utsaimin dalam kitab "Fathu Dzil jalaali wal ikraam bisyarhi buluugil maraam" (1/571).

15 Lihat keterangan syaikh 'Abdullah al-Bassam dalam kitab "Taudhiihul ahkaam" (2/83).

16 Lihat kitab "Fathu Dzil jalaali wal ikraam" (1/571) dan "Taudhiihul ahkaam" (2/93).

17 Kitab "Fathu Dzil jalaali wal ikraam bisyarhi buluugil maraam" (1/571).

18 HSR al-Bukhari (no. 583) dan Muslim (no. 389).

19 Lihat kitab "Mada-rijus saalikiiin" (1/112) dan "Fathu Dzil jalaali wal ikraam" (1/571).

20 Lihat kitab "Mada-rijus saalikiiin" (1/112-113).

21 Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab "Mada-rijus saalikiin" (1/521) dan imam Ibnu Rajab dalam "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 14).

22 Dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 14).

23 Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab "Mada-rijus saalikiin" (1/521).

24 Kitab "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 14).

25 HR Ahmad (3/483), an-Nasa-i (6/21) dan Ibnu Hibban (10/453), dinyatakan shahih oleh imam Ibnu Hibban dan syaikh al-Albani.

26 Kitab "Ighaatsatul lahfaan" (1/102).

27 HSR Muslim (no. 2203).

28 Dalam kitab beliau "al-Waabilush shayyib" (hal. 40-41).

29 HR Ahmad (1/235) dan Abu Dawud (no. 5112).

30 HSR Mualim (no. 132).

31 Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab "al-Fawaa-id" (hal. 174).

32 Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau "al-Waabilush shayyib" (hal. 41).

33 Lihat kitab "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 18) dan "Taisiirul Kariimir Rahmaan" (hal. 840).

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA.
Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Umrah di Bulan Rajab

Posted: 13 May 2013 03:00 PM PDT

haji-lagi

Fatwa Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah

Soal:

Apakah shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau pernah umrah di bulan Rajab?

Jawab:

Yang masyhur di kalangan ulama bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah berumrah pada bulan Rajab. Keseluruhan umrah beliau adalah di bulan Dzulqo'dah.

Akan tetapi, ada dalil shahih dari Ibnu 'Umar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berumrah di bulan Rajab. Namun ada dalil dari 'Aisyah yang mengatakan bahwa Ibnu 'Umar rancu terhadap hal ini, yang benar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah berumrah di bulan Rajab.

Adapun dalam ilmu ushul ada kaedah bahwa dalil yang menetapkan (adanya umrah) lebih didahulukan daripada dalil yang meniadakan. Jadi bisa jadi, 'Aisyah dan yang mengatakan semisal beliau tidaklah memiliki kemantapan hafalan dibanding Ibnu 'Umar. [Intinya, Syaikh Ibnu Baz menganjurkan umrah di bulan Rajab berdasarkan dalil Ibnu 'Umar]. Wallahu waliyyut taufiq.

س : هل صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه اعتمر عمرة في شهر رجب ؟

ج : المشهور عند أهل العلم أنه لم يعتمر في شهر رجب وإنما عمَره صلى الله عليه وسلم كلها في ذي القعدة ، وقد ثبت عن ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم اعتمر في رجب وذكرت عائشة رضي الله عنها ” أنه قد وهم في ذلك ” وأن النبي صلى الله عليه وسلم لم يعتمر في رجب ، والقاعدة في الأصول أن المثبت مقدم على النافي ، فلعل عائشة ومن قال بقولها لم يحفظوا ما حفظ ابن عمر ، والله ولي التوفيق .

المصدر : فتاوى ابن باز

[Sumber: Fatawa Ibnu Baz]

* Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah pernah menjabat sebagai ketua Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al 'Ilmiyyah wal Ifta') di masa silam.

Tentang umrah Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- di bulan Rajab disebutkan dalam hadits,

اعْتَمَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَرْبَعَ عُمَرٍ إِحْدَاهُنَّ فِى رَجَبٍ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan umrah empat kali salah satunya di bulan Rajab." (HR. Bukhari no. 1776 dan Muslim no. 1255)

Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Jadilah Kunci Kebaikan!

Posted: 13 May 2013 07:47 AM PDT

kunci

oleh Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafizhahullah

 

Anas bin Malik berkata, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ ، وَإِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ ، وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ

"Sesungguhnya diantara manusia ada yang menjadi kunci kebaikan dan penutup pintu kejelekan, Namun ada juga yang menjadi kunci kejelekan dan penutup pintu kebaikan. Maka beruntunglah bagi orang-orang yang Allah jadikan sebagai kunci kebaikan melalui kedua tangannya. Dan celakalah bagi orang-orang yang Allah jadikan sebagai kunci kejelekan melalui kedua tangannya”. (HR Ibnu Majah, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah)

Dan barangsiapa yang ingin dirinya menjadi seseorang yang kunci pembuka pintu kebaikan serta menjadi penutup pintu keburukan, maka hendaknya ia melakukan hal-hal berikut:

  1. Mengikhlaskan segala perbuatan dan perkataan hanya untuk beribadah kepada Allah. Karena hal tersebut adalah sumber kebaikan dan sumber kemuliaan seseorang.
  2. Berdoa kepada Allah agar diberi taufik menjadi seseorang yang membuka pintu kebaikan. Karena sesungguhnya doa adalah kunci segala kebaikan, dan Allah tidak akan menolak doa seorang hamba yang beriman yang memohon kepadanya.
  3. Bersemangat dalam menuntut ilmu dan memperdalamnya. Karena sesungguhnya ilmu mendorong seseorang kepada kebaikan dan kemuliaan, serta menghalangi dari perbuatan jelek dan kerusakan.
  4. Senantiasa beribadah kepada Allah, terlebih-lebih dalam hal-hal yang wajib. Dan lebih khusus dalam masalah shalat, karena shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
  5. Bersikap dengan akhlak yang mulia dan lemah lembut, serta jauh dari akhlak yang buruk dan tidak beradab.
  6. Berteman dengan orang-orang yang baik dan berkumpul dengan orang-orang shalih. Karena sesungguhnya dengan berkumpul bersama mereka, para malaikat akan menyelimutinya dan rahmat Allah akan mengelilinginya. Serta jauhilah perkumpulan orang-orang yang buruk dan jelek, karena mereka adalah pengikut para setan.
  7. Menasehati orang lain, baik yang dikenal atau tidak dikenal, agar menyibukkan mereka dengan kebaikan dan menjauhkannya dari kejelekan.
  8. Selalu mengingat akan hari akhir, dimana seorang hamba akan berdiri dihadapan Allah Ta'ala. Maka seseorang yang senantiasa berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan orang yang jelek dibalas dengan kejelekan pula, sebagaimana firman Allah Ta'ala,

    فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ  وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

    "Barangsiapa yang mengerjakan amal perbuatan kebaikan sebesar dzarrah pun, niscaya ia akan mendapatkan balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan amal kejelekann sekecil dzarrah, pasti ia akan mendapatkan balasannya”. (QS. Al-Zalzalah 7-8)

  9. Dan yang tidak kalah penting adalah seorang hamba senantiasa berharap agar mendapatkan kebaikan, serta berusaha memberi manfaat kepada yang lainnya. Sehingga apabila ia sungguh-sungguh berniat dan berharap akan mendapatkan kebaikan serta memohon kepada Allah akannya, maka dengan izin Allah, ia akan menjadi kunci kebaikan dan penutup pintu kejelekan.

Dan Allah Maha Kuasa atas hamba-hambanya untuk diberikan taufik dan dibukakan padanya pintu kebaikan bagi yang dikehendaki-Nya. Dan Allah-lah sebaik-baik dzat yang membuka pintu kebaikan.

 

Sumber: http://www.al-badr.net/web/index.php?page=article&action=article&article=7

Penerjemah: Rian Permana
Artikel Muslim.Or.Id

Kajian Khusus Muslimah: Langkahku Menuju Kampung Akhirat (Yogyakarta, 19 Mei 2013)

Posted: 13 May 2013 06:04 AM PDT

166003_4512996994849_1049258414_n

Hadirilah Kajian Muslimah!

Langkahku Menuju Kampung Akhirat

Pemateri: Ustadzah Azizah Ummu Yasir (Pengasuh web mutiarahikmah.com, alumnus Daarul Hadits Yaman)

InsyaaAllah pada
Hari/tgl   : Ahad, 19 Mei 2013
Pukul        : 08.00 s.d selesai
Tempat    : Mushalla Teknologi (Mustek) FT UGM (sedang menunggu konfirmasi)
CP FKKA : 0852 2801 6597

 

GRATIS ——> Khusus Muslimah…

 

Penyelanggara: Forum Kegiatan Kemuslimahan Al-Atsary (FKKA)
Kajian Muslimah

Info Lowongan Kerja: Recruitment Penyiar Radio TUAH FM (Tuntunan Umat Al Qur’an dan Sunnah)

Posted: 13 May 2013 02:44 AM PDT

Radio Tuah Fm 94,5 Pangkalan Kerinci Riau memberikan kesempatan kepada anda untuk bergabung sebagai tenaga full time  untuk menjadi bagian dari crew Radio Tuah, dengan persyaratan sebagai berikut:

  1. Laki-laki Muslim
  2. Usia 19-35 tahun
  3. Pendidikan minimal SLTA dan Sederajat
    1. Tertarik pada bidang siaran radio dan bidang agama islam
    2. Berwawasan luas
    3. Memiliki kemampuan berbicara dan berkomunikasi dengan baik
    4. Dapat bekerja secara team

Segera kirimkan aplikasi lamaran dan daftar riwayat hidup anda ke :

Via POS :

HRD Radio Tuah Fm

Jl. Arbes ujung (Komplek Sekolah Al Bayan) RT. 05 RW. 06

Pangkalan Kerinci – Pelalawan Riau

Atau Via E-mail :

abusufyan_atsary@yahoo.com

CP : 0853-6890-6975

Memakmurkan Masjid (2)

Posted: 12 May 2013 07:20 PM PDT

Masjid Seoul Center

Allah subhaanahu wa ta'ala berfirman

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At Taubah: 18)

Di dalam ayat ini ada penjelasan yang gamblang mengenai hakikat memakmurkan masjid. Ada 2 perkara yang amat mulia yang diperlukan untuk memakmurkan masjid:

  1. Memperbaiki akidah
  2. Beramal dengan baik

Adapun mengenai memperbaiki akidah, pada firman Allah,

مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

"orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari akhir"

Maka orang yang memiliki akidah yang rusak, madzhab yang batil, pemikiran yang menyimpang, sejatinya dia tidaklah memakmurkan masjid walaupun dia hadir dan ikut dalam shaf-shaf shalat bersama orang-orang. Pondasi yang menjadi dasar memakmurkan masjid yang sejati adalah akidah dan keimanan yang benar.

"orang-orang yang beriman kepada Allah", yaitu beriman bahwa Allah sebagai Rabb, Pencipta, Pemberi rezeki, Pemberi nikmat dan Pemberi karunia. Dia beriman kepada nama-namaNya yang baik dan sifat-sifatNya yang mulia, beriman pada kesempurnaanNya, kebesaranNya, keagunganNya dan ketinggianNya. Dia beriman bahwa Allah lah satu-satunya sesembahan yang berhak disembah, tak ada sesembahan lain yang berhak disembah selain dia. Dia tunduk dan bersandar kepadaNya, sujud dan ruku' kepadaNya, berdoa hanya kepadaNya, dia meminta wasilah kepadaNya. Dia pun meminta segala kebutuhan dan keinginan kepadaNya, yakin bahwa tidak ada jalan keluar kecuali kepadaNya, tidak berdoa kecuali kepadaNya, tidak meminta kecuali kepadaNya, tidak beristighatsah kecuali kepadaNya, tidak berkurban kecuali untukNya, tidak meminta pertolongan dan perlindungan kecuali dari Allah.

Maka akidah orang ini tentang Allah adalah akidah yang benar, keimanan orang ini kepadaNya adalah keimanan yang benar. Maka apabila pondasi dasar ini tidaklah benar, maka amalan-amalan di atasnya bisa batal –na'udzubillah- dan lenyap walaupun banyak. Karena pondasi dasar untuk memakmurkan masjid adalah akidah dan keimanan kepada Allah yang benar.

Di antara perkara yang sangat disayangkan, bahkan perkara ini adalah dosa besar yang sangat besar, bahkan dosa besar yang paling besar dan paling berbahaya, yaitu dijumpainya pada sebagian masjid, orang-orang yang meminta pertolongan dan berdoa pada selain Allah. Bahkan, sebagian mereka mengeraskan suaranya, seraya berkata dalam sujud (padahal dia sedang berada di masjid) , "Tolong kami wahai Fulan…!", na'udzubillahi min dzaalik. Kadang juga, dia mengangkat kedua tangannya, kemudian menyeru Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau menyeru para wali. Maka di mana keimanan yang sejati kepada Allah?! Ke mana akidah yang benar yang menjadi pondasi dasar agama Allah?! Sungguh Allah 'azza wa jalla telah berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur” (QS. Az Zumar: 65, 66)

Allah juga berfirman

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ

"dan sesungguhnya masjid itu hanyalah milik Allah" (QS. Al Jin: 18)

Yaitu bahwa masjid yang merupakan tempat ibadah yang paling agung dibangun dengan pondasi ikhlas karena Allah, tunduk pada keagunganNya dan merendah di hadapan kemuliaanNya.

فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

"maka janganlah kalian menyembah siapapun selain Allah di dalamnya" (QS. Al Jin: 18)

Maka bagaimana orang yang menyimpang dan tersesat?! Dia pergi menuju rumah Allah kemudian dia sujud, tapi kemudian dia berdoa pada selain Allah. Dia angkat kedua tangannya kemudian berdoa beristighatsah kepada selain Allah. Orang yang semisal ini, seandainya mereka berdiri sholat di masjid, maka hal tersebut tak bermanfaat untuk mereka. Karena mereka sudah kehilangan pondasi amal dan agama mereka (yaitu tauhid –pent). Siapa yang berdoa dan bersitighatsahpada selain Allah, baik kepada mayit ataupun makhluk gaib, maka dia telah berbuat kesyirikan walaupun maksudnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan hanya meminta syafa’at sesembahan tersebut.

 

[di terjemahkan dari kitab Ta'zhimus Shalah karya Syaikh Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al Abbad]

Penerjemah: Amrullah Akadinta, ST.
Artikel Muslim.Or.Id

Tanya Jawab: Pernah Berzina Di Mushala, Bagaimana Taubatnya?

Posted: 12 May 2013 12:49 AM PDT

masjid-shubuh

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Saya mau bertanya pak ustadz. Saya sudah pernah berzina, saya berkali kali melakukannya. Dan sebagian besar saya lakukan di musholla rumah saya. Saya sangat menyesal melakukan itu. Saya ingin bertaubat. Saya sangat ingin bertaubat. Tetapi, apakah saya masih bisa diampuni? Saya rela dihukum asalkan diampuni. Bagaimana cara bertaubat bagi saya agar bisa diampuni? Dan bagaimana cara mensucikan kembali musholla yang sudah saya kotori?

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Indxxx di bumi Allah

 

Jawaban:

Bismillah. Alhamdulillah washshalatu wassalam 'ala Rasulillah.

Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Dosa Zina

Saudara Indxxx di mana pun Saudara berada yang mudah-mudahan Allah merahmati dan mengampuni dosa-dosa kita.

Perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar yang sangat dibenci. Allah dan Rasul-Nya sangat mengecamnya.

Allah ta'ala berfirman:

{ وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) }

"Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya) (68), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina (69), kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka Allah akan menggantikan keburukan-keburukan mereka dengan kebaikan-kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS Al-Furqan: 68-70)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan mimpinya kepada para sahabat -dan mimpi beliau layaknya wahyu-. Beliau menceritakan bahwa beliau dibawa oleh dua malaikat, yaitu Jibril dan Mikail untuk menyaksikan berbagai jenis manusia. Kemudian tibalah beliau di sebuah lubang seperti tempat pemanggangan roti, bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya luas, di bawahnya dinyalakan api. Ketika api tersebut mendekat atau menyambar maka orang-orang di dalamnya pun terangkat hingga hampir keluar darinya. Kemudian apabila apinya mulai memadam, maka mereka pun kembali masuk di dalamnya. Di dalam lubang itu ada laki-laki dan wanita-wanita telanjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, "Siapakah orang-orang itu?" Tetapi tidak dijawab oleh mereka berdua. Kemudian beliau pun beralih ke tempat lain. Hingga akhirnya, Malaikat Jibril pun memberitahukan, "Adapun orang-orang yang engkau lihat di lubang tadi, mereka adalah para pezina."1

Subhanallah! Sungguh buruk bukan hukuman yang akan diterima oleh orang yang suka berzina?

Alhamdulillah Allah telah mengingatkan Saudara untuk mau bertaubat. Dan ini kabar yang sangat bagus sekali. Allah subhanallahu wa ta'aa berfirman:

( قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. )

"Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS Az-Zumar: 53)

Kita tidak boleh berputus asa dengan kasih sayang (rahmat) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengampuni dosa sebesar apapun dosa yang pernah dilakukan oleh seorang hamba.

Rasulullah dalam hadits qudsi pernah berkata:

( قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِي ، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ ، وَلاَ أُبَالِي ، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً.)

"Allah tabaraka wa ta'ala berkata, 'Wahai anak adam! Sesungguhnya jika engkau berdoa kepada-Ku dan mengharapkan-Ku maka Aku akan mengampuni semua apa yang ada pada dirimu dan Aku tidak perduli (seberapa besar dosamu). Wahai anak Adam! Seandainya dosamu sampai setinggi langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (seberapa besar dosamu). Seandainya engkau datang kepada-Ku dengan sepenuh bumi kesalahan-kesalahan (dosa-dosa), kemudian engkau tidak berbuat syirik terhadapku sedikit pun, maka Aku akan datang sepenuh bumi itu pula dengan pengampunan"2

Dosa zina yang telah saudara lakukan meskipun dosa tersebut terjadi di mushalla rumah, tidaklah lebih besar daripada dosa orang yang telah membunuh 99 orang, kemudian dia bertanya kepada ahli ibadah tetapi tidak berilmu dan ternyata ahli ibadah tersebut mengatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya. Sehingga orang tersebut membunuh ahli ibadah tersebut. Kemudian dia mendatangi seorang yang berilmu dan bertanya kepadanya apakah masih ada kesempatan baginya untuk bertaubat setelah membunuh 100 orang dan ternyata jawaban dari orang yang berilmu tersebut adalah:

( نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ.)

"Ya, Siapa yang bisa menghalangi antara dirinya dengan taubat? Pergilah ke negeri ini dan negeri itu. Sesungguhnya di sana ada orang-orang yang menyembah Allah, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah engkau kembali ke negerimu, sesungguhnya negerimu itu adalah negeri yang buruk"

Akhirnya orang tersebut pun pergi menuju negeri yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut dan ternyata Allah mewafatkannya di pertengahan jalan dan menerima taubatnya. Sampai akhir kisahnya.3

Cara Taubat

Adapun cara bertaubat yang harus saudara lakukan adalah dengan cara berikut:

  1. Benar-benar menyesali perbuatan tersebut
  2. Berhenti dari perbuatan tersebut
  3. Berjanji untuk tidak mengulanginya. Apabila ternyata masih mengulanginya, maka hal tersebut belum dikatakan taubat nasuha (taubat yang sebenarnya)

Meninggalkan dosa besar yang sudah menjadi kebiasaan memanglah sangat berat. Oleh karena itu, saya akan menyebutkan beberapa hal yang mudah-mudahan bisa merubah kebiasan tersebut. Berikut ini beberapa langkah yang mungkin bisa saudara lakukan:

  1. Mensucikan niat agar benar-benar ikhlas hanya untuk Allah
    Jika seseorang benar-benar ikhlas dalam bertaubat kepada Allah, insya Allah, Allah akan menghidupkan hatinya untuk selalu taat kepada-Nya dan menjauhi segala yang bertentangan dengan ketaatan tersebut.
  1. Melakukan semua hal yang dicintai oleh Allah
    Orang yang benar-benar ikhlas dalam bertaubat maka akan terbimbing untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dicintai oleh Allah dan mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah serta menjahi perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh Allah dan membenci orang-orang yang dibenci oleh Allah.
  1. Menuntut dan memperdalam ilmu agama 
    Hal-hal yang dicintai oleh Allah sangatlah banyak, begitu pula dengan hal-hal yang dibenci oleh Allah, jumlahnya juga sangat banyak. Oleh karena itu, seseorang yang ingin benar-benar bertaubat harus mau mempelajari ilmu agama. Dengan ilmu yang dia dapatkan, maka dia bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil, sehingga ilmu akan menuntun dia untuk selalu mengamalkan apa-apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
  1. Berusaha dengan keras dengan membuat jadwal rutin ibadah 
    Setelah mengetahui beberapa amalan yang dicintai oleh Allah, maka seorang yang ingin bertaubat harus mempraktikkan dengan sungguh-sungguh apa yang telah didapatkan. Untuk mengerjakan banyak amalan yang dicintai oleh Allah, dia harus membuat jadwal rutin ibadah wajib dan sunnah, kemudian memaksa dirinya untuk mengerjakannya sesuai kemampuan yang dia miliki, meskipun sedikit tetapi terus-menerus.
  1. Berusahalah meninggalkan pengaruh buruk lingkungan tempat saudara tinggal 
    Pada kisah tentang pembunuh seratus orang di atas, orang yang berilmu manasihati dia agar pindah ke negeri yang baik dan meninggalkan negerinya yang buruk. Begitu pula dengan saudara, jika saudara merasa bahwa di lingkungan saudara ada banyak orang yang shalih, maka dekatilah mereka. Tetapi jika ternyata di lingkungan saudara tidak ada atau hampir tidak ada orang yang shalih, maka saudara harus pindah dari tempat itu. Karena jika kita tidak bisa mempengaruhi orang lain untuk berbuat kebaikan, maka kitalah yang akan mendapatkan pengaruh buruk darinya.
  1. Berteman dengan orang-orang yang shalih dan mencari teman yang bisa membantunya untuk selalu taat 
    Teman memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter atau sikap. Oleh karena itu, memilih teman yang baik adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh.
    Islam mengajarkan agar kita tak salah dalam memilihnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

    (الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ)

    Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman4
    Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-Qaasim5 berkata, “Sifat manusia adalah cepat terpengaruh dengan siapa dia bergaul (berinteraksi). Manusia bisa terpengaruh bahkan dengan seekor binatang ternak.
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

    (الْفَخْرُ وَالْخُيَلَاءُ فِي الْفَدَّادِينَ أَهْلِ الْوَبَرِ وَالسَّكِينَةُ فِي أَهْلِ الْغَنَمِ)

    “Kesombongan dan keangkuhan terdapat pada orang-orang yang meninggikan suara di kalangan pengembala unta. Dan ketenangan terdapat pada pengembala kambing”6
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa, di dalam pengembalaan unta terdapat kesombongan dan keangkuhan serta di dalam pengembalaan kambing terdapat ketenangan. Jika dengan hewan saja, yang dia itu tidak punya akal dan Anda tidak tahu apa maksud dari suaranya, manusia bisa terpengaruh…maka bagaimana pendapat Anda dengan orang yang bisa bicara dengan Anda, paham perkataan Anda, bahkan terkadang membohongi dan mengajak Anda kepada hawa nafsunya serta menghiasi Anda dengan syahwat? Bukankan dia itu lebih berpengaruh?”7

  1. Memperpendek angan-angan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian 
    Banyak orang Islam yang melakukan perbuatan dosa sengaja mengundurkan taubatnya, dengan mengatakan, "Mumpung masih muda, tidak mengapa bermaksiat. Nanti kalau sudah tua, barulah kita taat dan bertaubat." Perkataan ini sangat batil, karena seseorang tidak pernah tahu, kapan dia akan diwafatkan oleh Allah. Oleh karena itu, orang yang beriman menganggap bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan hanya sebagai tempat persinggahan. Angan-angannya tidak panjang, seolah-olah setiap saat dia sedang dibuntuti dengan kematian.
  1. Menjauhi sebab-sebab yang dapat memancing syahwat 
    Banyak hal yang dapat memancing syahwat seseorang, baik televisi, internet, majalah dll. Oleh karena itu Allah mengharamkan seluruh hal yang bisa memancing syahwat seseorang untuk melakukan perbuatan zina, contohnya: Allah menyuruh wanita untuk berjilbab, terlarangnya berdua-duaan yang bukan mahramnya, terlarangnya melihat aurat dan menyentuh lawan jenis dll.
  1. Membayangkan akibat buruk dosa yang akan dilakukan, lebih baik menolak untukmengerjakannya daripada berusaha melepaskan apa yang telah dilakukan. 
    Seseorang yang berada di jalan sempit yang di kiri dan kanan jalan tersebut terdapat jurang yang sangat dalam, maka orang tersebut akan berusaha berjalan dengan perlahan dan berhati-hati agar tidak terjatuh. Jika terjatuh ke jurang tersebut, maka akan sangat susah untuk naik dan kembali ke jalan tersebut. Begitulah dosa besar, lebih baik kita tidak mengerjakannya daripada terjerumus ke dalamnya. Jika sudah terjerumus ke dalamnya maka akan sangat susah berlepas darinya.
  1. Memperbanyak doa dan istigfar
  2. Sabar ketika taat, sabar ketika menjauhi kemaksiatan dan sabar ketika menghadapi cobaan
  3. Segeralah menikah jika masih membujang 
    Untuk orang yang belum menikah, maka "jurus ampuh" untuk berhenti dari perbuatan zina adalah dengan menikah. Dengan menikah, maka pandangan akan lebih mudah terjaga dan kemaluan seorang lelaki tidak ditempatkan kecuali di tempat yang halal baginya.
    Mengenai hukuman di dunia akibat perbuatan zina, maka di negara kita belum bisa diterapkan. Oleh karena perbanyaklah bertaubat dan perbanyaklah mengerjakan amalan-amalan soleh mudah-mudahan dapat menghapuskan dosa-dosa yang pernah dilakukan.

Adapun cara membersihkan mushalla yang telah saudara nodai, cukup dengan mengerjakan amal-amal soleh di dalamnya dan tidak mengulanginya lagi.

Allahu a'lam bishshawab. Wa billahittaufiq. Mudahan bermanfaat juga untuk yang lain.

 

Daftar Pustaka

  1. Mukhtashar Ad-Daa' wad-Dawaa' li Ibnil-Qayyim. Ahmad 'Utsman Al-Mazid. Madar Al-Wathn lin-nasyr.
  2. Al-Kabaa-ir. Imam Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi. Darul-Ma'arif.
  3. Ath-Thariiq ila At-Taubah. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd. (situs resmi beliau www.toislam.net). (Download buku pdf-nya di http://www.islamhouse.com)
  4. Dan kitab-kitab lain, sebagian besarnya dicantumkan di footnotes.

 Catatan Kaki

1Lihat HR Al-Bukhari no. 1386.

2 HR At-Tirmidzi no. 3540. Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albâni di Shahih At-Tirmidzi.

3Lihat HR Muslim no. 2766/7008.

4 HR Abu Dawud no. 4833 dan At-Tirmidzi no. 2378, di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani di Ash-Shahihah no. 927

5 Beliau adalah imam di Masjid Nabawi dan hakim di Mahkamah Syariah di Madinah.

6 HR Al-Bukhari no. 3499 dan Muslim no. 187

7Khuthuwaat ila As-Sa’aadah, hal. 141.

Penulis: Ustadz Said Yai Ardiansyah, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id

Meraih Khusyu’ Dalam Ibadah (1)

Posted: 11 May 2013 07:00 PM PDT

pengaruh-ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم

Khusyu' dalam ibadah kedudukannya seperti ruh/jiwa dalam tubuh manusia1, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyu' adalah ibarat tubuh tanpa jasad alias mati.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala memuji para Nabi dan Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam dengan sifat mulia ini, yang mereka adalah hamba-hamba-Nya yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu bersegera dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:

{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}

"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam beribadah)" (QS al-Anbiyaa': 90).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang shaleh dengan sifat-sifat mulia yang ada pada mereka, di antaranya sifat khusyu':

{إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا}

"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar" (QS al-Ahzaab: 35).

Bahkan Allah Ta’ala menjadikan sifat agung ini termasuk ciri utama orang-orang yang sempurna imannya dan sebab keberuntungan mereka2, dalam firman-Nya:

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya" (QS al-Mu'minuun: 1-2)".

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memohon kepada Allah Ta’ala sifat mulia ini dalam doa beliau Shallallahu’alaihi Wasallam: "Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin, kumpulkanlah aku di dalam golongan orang-orang miskin pada hari kiamat"3.

Arti "orang miskin" dalam hadits ini adalah orang yang selalu merendahkan diri, tunduk dan khusyu' kepada Allah Ta’ala4.

Arti khusyu' dan hakikatnya

Secara bahasa khusyu' berarti as-sukuun (diam/tenang) dan at-tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber dari dalam hati yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.

Imam Ibnu Rajab berkata: "Asal (sifat) khusyu' adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah Ta’ala). Tatkala Hati manusia telah khusyu' maka semua anggota badan akan ikut khusyu', karena anggota badan (selalu) mengikuti hati, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: "Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia".

Maka jika hati seseorang khusyu', pendengaran, penglihatan, kepala, wajah dan semua anggota badannya ikut khusyu', (bahkan) semua yang bersumber dari anggota badannya"5.

Imam Ibnul Qayyim berkata: "Para ulama sepakat (mengatakan) bahwa khusyu' tempatnya dalam hati dan buahnya (tandanya terlihat) pada anggota badan"6.

Syaikh 'Abdur Rahman as-Sa'di berkata: "Khusyu' dalam shalat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan Allah Ta’ala dengan merasakan kedekatan-Nya, sehingga hatinya merasa tentram dan jiwanya merasa tenang, (sehingga) semua gerakan (angota badannya) menjadi tenang, tidak berpaling (kepada urusan lain), dan bersikap santun di hadapan Allah, dengan menghayati semua ucapan dan perbuatan yang dilakukannya dalam shalat, dari awal sampai akhir. Maka dengan ini akan sirna bisikan-bisikan (Setan) dan pikiran-pikiran yang buruk. Inilah ruh dan tujuan shalat"7.

Inilah makna ucapan salah seorang ulama salaf ketika beliau melihat seorang laki-laki yang bermain-main dalam shalatnya: "Seandainya hati orang ini khusyu' maka akan khusyu' semua anggota tubuhnya"8.

Lebih lanjut, imam al-Bagawi memaparkan makna ini dalam ucapan beliau: "Para ulama berbeda (pendapat) dalam makna khusyu', Ibnu 'Abbas Radhiallahu’anhu berkata: "(Orang-orang yang khusyu' adalah) mereka yang selalu tunduk dan merendahkan diri (kepada Allah Ta’ala). al-Hasan (al-Bashri) dan Qatadah berkata: "(Mereka adalah) orang-orang yang selalu takut (kepada-Nya)". Muqatil berkata: "(Mereka adalah) orang-orang yang merendahkan diri (kepada-Nya)". Mujahid berkata: "Khusyu' adalah menundukkan pandangan dan merendahkan suara". Khusyu' (artinya) mirip dengan khudhu', cuma khudhu' ada pada (anggota) badan, sedangkan khusyu' ada pada hati, badan, pandangan dan suara. Allah Ta’ala berfirman:

{وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ}

"Dan (pada hari kiamat) khusyu'lah (merendahlah) semua suara kepada Yang Maha Pemurah" (QS Thaahaa: 108)"9.

Khusyu' adalah buah manis dari ilmu yang bermanfaat

Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu', dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan"10.

Dalam hadits yang agung ini, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menggandengkan empat perkara yang tercela ini, sebagai isyarat bahwa ilmu yang tidak bermanfaat memiliki tanda-tanda buruk, yaitu hati yang tidak khusyu', jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan11, nu'uudzu billahi min dzaalik.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: "Hadits ini menunjukkan bahwa ilmu yang tidak menimbulkan (sifat) khusyu' dalam hati maka ini adalah ilmu yang tidak bermanfaat"12.

Maka hadits ini merupakan argumentasi yang menunjukkan bahwa sifat khusyu' adalah termasuk buah yang manis dan agung dari ilmu yang bermanfaat.

Imam al-'Ala-i berkata: "Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam (dalam hadits ini) menggandengkan antara memohon perlindungan (kepada Allah Ta’ala) dari ilmu yang tidak bermanfaat dan dari hati yang tidak khusyu', (maka) ini mengisyaratkan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah yang mewariskan sifat khusyu' (dalam diri manusia)"13.

Lebih lanjut, imam Ibnu Rajab menjelaskan keterikatan antara ilmu yang bermanfaat dan sifat khusyu' dalam ucapan beliau: "Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang merasuk dan menyentuh hati manusia, kemudian menumbuhkan dalam hati ma'rifatullah (mengenal Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna) dan meyakini kemahabesaran-Nya, (demikian pula) rasa takut, pengagungan, pemuliaan dan cinta (kepada-Nya). Tatkala sifat-sifat ini telah menetap dalam hati (seorang hamba), maka hatinya akan khusyu' lalu semua anggota badannyapun akan khusyu' mengikuti kekhsyu'an hatinya"14.

Inilah keutamaan khusyu' yang merupakan buah utama ilmu yang bermanfaat, sekaligus merupakan ilmu yang pertama kali diangkat oleh Allah Ta’ala dari muka bumi ini15, sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Darda' Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Yang pertama kali diangkat (oleh Allah) dari umat ini adalah sifat khusyu', sehingga (nantinya) kamu tidak akan melihat lagi seorang yang khusyu' (dalam ibadahnya)"16.

Khusyu' dalam shalat

Sifat khusyu' dituntut dalam semua bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, akan tetapi dalam ibadah shalat, sifat yang agung ini lebih terlihat wujud dan pengaruh positifnya.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: "Sungguh Allah telah mensyariatkan bagi hamba-hamba-Nya berbagai macam ibadah yang akan tampak padanya kekhusyu'an (anggota) badan (seorang hamba) yang bersumber dari kekhusyu'an, ketundukan dan kerendahan diri dalam hatinya. Dan termasuk ibadah yang paling tampak padanya kekhusyu'an adalah ibadah shalat. Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang khusyu' dalam shalat mereka dalam firman-Nya:

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya" (QS al-Mu'minuun: 1-2)"17.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-'Utsaimin berkata: "Para ulama menafsirkan (arti) khusyu' dalam shalat yaitu diamnya anggota badan yang disertai dengan ketenangan (dalam) hati. Maksudnya: menghadirkan/mengkonsentrasikan hati dalam shalat dan menjadikan anggota badan tenang, maka tidak ada perbuatan sia-sia dan bermain-main (dalam shalat) disertai hati yang hadir berkonsentrasi menghadap ke pada Allah Ta’ala. Tatkala hati (seorang hamba) menghadap kepada Allah Ta’ala yang maha mengetahui isi hati, maka pasti hamba tersebut akan (meraih) khusyu' (dalam shalatnya) dan memusatkan pikirannya kepada Zat yang dia sedang bermunajat kepada-Nya, yaitu Allah Ta’ala. Kalau demikian khusyu' adalah sifat ruhani dalam diri manusia yang menimbulkan ketenangan dalam hati dan anggota badan"18.

Ciri inilah yang ada pada orang-orang yang sempurna keimanannya, para Shahabat Radhiallahu’anhum, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:

{سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ}

"Tanda-tanda meraka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud" (QS al-Fath: 29).

Imam Mujahid dan beberapa ulama ahli tafsir lainnya berkata tentang makna ayat ini: "Yaitu Khusyu' (dalam shalat) dan tawadhu' (sikap merendahkan diri)"19.

Lebih lanjut, imam Ibnu Katsir menjelaskan manfaat dan faidah besar dari shalat yang khusyu' dalam membawa seorang mukmin untuk merasakan kemanisan iman dan menjadikan shalatnya sebagai qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) baginya. Beliau berkata20: "Khusyu' dalam shalat hanyalah akan diraih oleh orang yang hatinya tercurah sepenuhnya kepada shalat (yang sedang dikerjakannya), dia hanya menyibukkan diri dan lebih mengutamakan shalat tersebut dari hal-hal lainnya. Ketika itulah shalat akan menjadi (sebab) kelapangan (jiwanya) dan kesejukan (hatinya), sebagamana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits riwayat imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Allah menjadikan qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat"21.

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Bilal Radhiallahu’anhu:

"Wahai Bilal, senangkanlah (hati) kami dengan (melaksanakan) shalat"22.

Cara untuk meraih khusyu'

Dikarenakan sifat khusyu' sumbernya dari dalam hati manusia, maka sifat ini hanya bisa diraih dengan taufik dan anugerah dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, cara utama untuk meraih sifat mulia ini dan sifat-sifat agung lainnya dalam agama adalah dengan banyak berdoa dan memohon kepada Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, imam Mutharrif bin ‘Abdillah bin asy-Syikhkhiir berkata: "Aku mengingat-ingat apakah penghimpun segala kebaikan, karena kebaikan itu banyak; puasa, shalat (dan lain-lain). Semua kebaikan itu ada di tangan Allah Ta’ala, maka jika kamu tidak mampu (memiliki) apa yang ada di tangan Allah Ta’ala kecuali dengan memohon kepada-Nya agar Dia memberikan semua itu kepadamu, maka berarti penghimpun (semua) kebaikan adalah berdoa (kepada Allah Ta’ala)"23.

Kemudian sifat khusyu' akan diraih insya Allah dengan seorang hamba mengenal Allah Ta’ala dengan cara yang benar,melalui pemahaman terhadap nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna. Inilah ilmu yang paling mulia dalam Islam dan merupakan jalan utama untuk meraih semua sifat dan kedudukan yang mulia di sisi Allah Ta’ala.

Imam Ibnul Qayyim berkata: "Orang yang paling sempurna dalam penghambaan diri (kepada Allah Ta’ala) adalah orang yang menghambakan diri (kepada-Nya) dengan (memahami kandungan) semua nama dan sifat-Nya yang (bisa) diketahui oleh manusia"24.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali memaparkan hal ini dalam ucapan beliau:

"Asal (sifat) khusyu' yang terdapat dalam hati tidak lain (bersumber) dari ma'rifatullah (mengenal Allah Ta’ala dengan memahami nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna), mengenal keagungan-Nya, kemuliaan-Nya dan kesempurnaan-Nya. Sehingga barangsiapa yang lebih mengenal Allah maka dia akan lebih khusyu' (kepada-Nya).

Sifat khusyu' dalam hati manusia dalam hati manusia bertingkat-tingkat (kesempurnaannya) sesuai dengan bertingkat-tingkatnya pengetahuan (dalam) hati manusia terhadap Zat yang dia tunduk kepada-Nya (Allah Ta’ala) dan sesuai dengan bertingkat-tingkatnya penyaksian hati terhadap sifat-sifat yang menumbuhkan kekhusyu'an (kepada Allah Ta’ala).

Ada hamba yang (meraih) khusyu' (kepada-Nya) karena penyaksiannya yang kuat terhadap kemahadekatan dan penglihatan-Nya (yang sempurna) terhadap apa yang tersembunyi dalam hati hamba-Nya, sehingga ini menimbulkan rasa malu kepada Allah Ta’ala dan selalu merasakan pengawasan-Nya dalam semua gerakan dan diamnya hamba tersebut.

Ada juga yang (meraih) khusyu' karena penyaksiannya terhadap kemahasempurnaan dan kemahaindahan-Nya, sehingga ini menjadikannya tenggelam dalam kecintaan kepada-Nya serta kerinduan untuk bertemu dan memandang wajah-Nya.

(Demikian pula) ada yang meraih khusyu' karena penyaksiannya terhadap kerasnya siksaan, pembalasan dan hukuman-Nya, sehingga ini membangkitkan rasa takutnya kepada Allah.

Maka Allah Ta’ala Dia-lah yang memperbaiki hati hamba-hamba-Nya yang tanduk dan remuk hatinya kepada-Nya. Allah Ta’ala maha dekat kepada hamba-Nya yang bermunajat kepada-Nya dalam shalat dan menempelkan wajahnya ke tanah ketika sujud, sebagaimana Dia maha dekat kepada hamba-Nya yang berdoa, memohon dan meminta ampun kepada-Nya atas dosa-dosanya di waktu sahur. Dia maha mengabulkan doa hamba-Nya serta memenuhi permohonannya, dan tidak ada sebab untuk memberbaiki kekurangan seorang hamba yang lebih agung dari kedekatan dan pengabulan doa dari-Nya"25.

Pemaparan imam Ibnu Rajab di atas merupakan makna firman Allah Ta’ala:

{إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ}

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allah Ta’ala)" (QS Faathir:28).

Imam Ibnu Katsir berkata: "Arti (ayat ini): Hanyalah orang-orang yang berilmu dan mengenal Allah yang memiliki rasa takut yang sebenarnya kepada Allah, karena semakin sempurna pemahaman dan penegetahuan (seorang hamba) terhadap Allah, Zat Yang Maha Mullia, Maha kuasa dan Maha Mengetahui, yang memiliki sifat-sifat yang maha sempurna dan nama-nama yang maha indah, maka ketakutan (hamba tersebut) kepada-Nya semakin besar pula"26.

Catatan Kaki

1 Lihat kitab "Bada-i'ul fawa-id" (3/518), "Faidhul Qadiir" (3/88), "Taisiirul Kariimir Rahmaan" (hal. 547) dan "Taudhiihul ahkaam min buluugil maraam" (2/82).

2 Lihat kitab "Taisiirul Kariimir Rahmaan" (hal. 547).

3 HR at-Tirmidzi (4/577), Ibnu Majah (no. 4126) dan al-Hakim (4/358), dinyatakan shahih oleh imam al-Hakim, imam adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani.

4 Lihat kitab "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 34) dan "Tuhfatul ahwadzi" (7/16).

5 Kitab "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 11-12).

6 Kitab "Mada-rijus saalikiin" (1/521).

7 Keterangan syaikh 'Abdur Rahman as-Sa'di dalam kitab "Taisiirul Kariimir Rahmaan" (hal. 547).

8 Dinukil oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam "Majmu'ul fata-wa" (18/273) dan imam Ibnu Rajab dalam "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 12).

9 Kitab "Tafsir al-Baghawi" (hal. 408).

10 HSR Muslim (no. 2722).

11 Lihat kitab "Tuhfatul ahwadzi" (9/319) dan "Faidhul Qadiir" (2/108).

12 "Waratsatul anbiyaa'" (Majmuu'u rasa-ilil haafizh Ibni Rajab al-Hambali 1/17).

13 Dinukil oleh imam al-Munawi dalam kitab "Faidhul Qadiir" (2/153).

14 "Waratsatul anbiyaa'" (Majmuu'u rasa-ilil haafizh Ibni Rajab al-Hambali 1/16).

15 Lihat kitab "al-Khusyuu'u fish shalaah" (hal. 15).

16 HR ath-Thabarani dalam "Musnadusy Syaamiyyiin" (2/400), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam "al-Jaami'ush shahiih" (no. 2569).

17 Kitab "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 22).

18 Kitab "Fathu Dzil jalaali wal ikraam bisyarhi buluugil maraam" (1/571).

19 Dinukil oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (4/260).

20 Kitab "Tafsir Ibnu Katsir" (3/319).

21 HR Ahmad (3/128) dan an-Nasa-i (7/61), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.

22 HR Abu Daud (2/715) dan Ahmad (5/364), dinyatakan shahih oleh syaikh Al Albani.

23 Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam kitab “az-Zuhd” (no. 1346).

24 Kitab "Madaarijus saalikiin" (1/420).

25 Kitab "al-Khusyu' fish shalaah" (hal. 14).

26 Tafsir Ibnu Katsir (3/729).

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni
Artikel Muslim.Or.Id

No comments:

Post a Comment