Posted: 15 Jan 2013 03:00 PM PST
Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah ‘Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara di dalam urusan [agama] kami ini yang bukan berasal darinya, maka ia pasti tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim). Di dalam riwayat Muslim, "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka ia pasti tertolak." Kedudukan Hadits Imam Ibnu Daqiq al-’Ied rahimahullah mengatakan, "Hadits ini merupakan salah satu kaidah agung di dalam agama. Ia termasuk salah satu Jawami’ al-Kalim (kalimat yang ringkas dan sarat makna) yang dianugerahkan kepada al-Mushthofa [Nabi] shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengandung penegasan tertolaknya segala bentuk bid’ah dan perkara yang diada-adakan [dalam agama, pent]…" (lihat Syarh al-Arba’in Haditsan, hal. 25) Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah berkata, "Hadits ini adalah kaidah untuk menimbang amalan secara lahiriah, bahwasanya amal tidak dianggap benar kecuali apabila bersesuaian dengan syari’at. Sebagaimana halnya hadits Innamal a’malu bin niyat adalah kaidah untuk menimbang amal batin…" (lihat Kutub wa Rosa’il Abdul Muhsin [2/114]) Faidah Hadits Hadits di atas memberikan pelajaran kepada kita, diantaranya:
Imam asy-Syathibi rahimahullah menjelaskan bahwa bid’ah adalah suatu tata cara beragama yang diada-adakan dan menyerupai syari’at. Hal itu dilakukan dengan maksud untuk melebih-lebihkan dalam beribadah kepada Allah (lihat al-Arba’una Haditsan fi Minhaj ad-Da’wah, hal. 70 dan al-I’tisham, [1/50]) Dampak Negatif Bid’ah Bid’ah memiliki banyak dampak negatif dan konsekuensi yang jelek, diantaranya adalah:
Nasehat Para Ulama Ahlus Sunnah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, "Ikutilah tuntunan dan janganlah kalian mengada-adakan bid’ah. Karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan. Dan setiap bid’ah adalah sesat." (lihat al-Arba’una Haditsan fi Minhaj ad-Da’wah, hal. 68) Ibnul Majisyun berkata: Aku pernah mendengar Malik berkata, "Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam Islam suatu bid’ah yang dia anggap baik (baca: bid’ah hasanah), maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati risalah. Sebab Allah berfirman (yang artinya), "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian." Apa-apa yang pada hari itu bukan termasuk ajaran agama, maka hari ini hal itu bukan termasuk agama." (lihat al-Arba’una Haditsan fi Minhaj ad-Da’wah, hal. 69 dan al-I’tisham, [1/64-65]) Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, "Pokok-pokok as-Sunnah dalam pandangan kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang diyakini oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meneladani mereka dan meninggalkan bid’ah-bid’ah. Kami meyakini bahwa semua bid’ah adalah sesat." (lihat ‘Aqa’id A’immah as-Salaf, hal. 19) Imam al-Barbahari rahimahullah berkata, "Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- sesungguhnya ilmu bukanlah diraih semata-mata dengan memperbanyak riwayat dan kitab. Sesungguhnya orang yang berilmu [yang hakiki] adalah yang mengikuti ilmu dan Sunnah, meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu dan kitabnya banyak." (lihat Da’a'im Minhaj Nubuwwah, hal. 163) Syaikhul Islam Abul ‘Abbas al-Harrani rahimahullah berkata, "Simpul pokok ajaran agama ada dua: kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita beribadah kepada-Nya hanya dengan syari’at-Nya. Kita tidak beribadah kepada-Nya dengan bid’ah-bid’ah. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), "Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabbnya." (QS. al-Kahfi: 110)." (lihat Da’a'im Minhaj Nubuwwah, hal. 87) Bid’ah Sumber Perpecahan Allah ta’ala berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya yang Kami perintahkan adalah jalan-Ku yang lurus ini. Ikutilah ia dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, karena hal itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya." (QS. Ali ‘Imran: 153) Imam asy-Syathibi rahimahullah berkata, "Shirathal mustaqim itu adalah jalan Allah yang diserukan oleh beliau [rasul]. Itulah as-Sunnah. Adapun yang dimaksud dengan jalan-jalan yang lain itu adalah jalan orang-orang yang menebarkan perselisihan yang menyimpang dari jalan yang lurus. Dan mereka itulah para pelaku bid’ah." (lihat al-I’tisham [1/76]) Mujahid rahimahullah ketika menjelaskan maksud ayat "dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain’ maka beliau mengatakan, "Maksudnya adalah bid’ah dan syubhat-syubhat." (lihat al-I’tisham [1/77]) Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kalian seperti halnya orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan." (QS. Ali ‘Imran: 105) Qatadah rahimahullah menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih itu adalah para pelaku bid’ah." (lihat al-I’tisham [1/75]) Allah ta’ala berfirman (yang artinya), "Dan mereka itu senantiasa berselisih kecuali orang-orang yang dirahmati Rabbmu." (QS. Hud: 118) Ikrimah menafsirkan bahwa maksud dari mereka yang senantiasa berselisih itu adalah penganut hawa nafsu (bid’ah) sedangkan orang-orang yang dikecualikan itu adalah Ahlus Sunnah; yaitu orang yang berpegang-teguh dengan Sunnah (lihat al-I’tisham [1/83]) Penutup Demikianlah, paparan singkat mengenai kandungan hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha yang memperingatkan kita dari bahaya bid’ah dan dampak negatifnya. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang tulus ikhlas melestarikan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggalkan segala macam bid’ah dan penyimpangan. — Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi Artikel Muslim.Or.Id |
You are subscribed to email updates from Muslim.Or.Id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
No comments:
Post a Comment