Monday, February 25, 2013

Radio Assunnah 92.3 FM

Radio Assunnah 92.3 FM


Menjaga lidah merupakan keselamatan

Posted: 24 Feb 2013 07:41 PM PST

Lidah adalah anggota badan yang benar-benar perlu dijaga dan dikendalikan. Sesungguhnya lidah adalah penerjemah hati dan pengungkap isi hati. Oleh karena itulah, setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan istiqamah, beliau mewasiatkan untuk menjaga lisan. Dan lurusnya lidah itu berkaitan dengan kelurusan hati dan keimanan seseorang. Di dalam Musnad Imam Ahmad dari Anas bin Malik , dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Iman seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga hatinya istiqamah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga lisannya istiqamah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga. (H.R. Ahmad, no. 12636, dihasankan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 3/13).

Dan di dalam Tirmidzi (no. 2407) dari Abu Sa'id Al-Khudri, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

Jika anak Adam memasuki pagi hari sesungguhnya semua anggota badannya berkata merendah kepada lesan, "Takwalah kepada Allah di dalam menjaga hak-hak kami, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Jika engkau istiqaomah, maka kami juga istiqamah, jika engkau menyimpang (dari jalan petunjuk), kami juga menyimpang. (H.R. Tirmidzi, no. 2407; dihasankan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 3/17, no. 1521) (Jami'ul 'Uluum wal Hikam, 1/511-512)

Oleh karena itulah, sepantasnya seorang mukmin menjaga lidahnya. Tahukah Anda jaminan bagi orang yang menjaga lidahnya dengan baik? Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya. (H.R. Bukhari, no. 6474; Tirmidzi, no. 2408; lafazh bagi Bukhari).

Beliau juga menjelaskan, bahwa menjaga lidah merupakan keselamatan.

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ

Dari 'Uqbah bin 'Aamir, dia berkata, "Aku bertanya, wahai Rasulallah, apakah sebab keselamatan?" Beliau menjawab, "Kuasailah lidahmu, hendaklah rumahmu luas bagimu, dan tangisilah kesalahanmu". (H.R. Tirmidzi, no.2406)

Yaitu janganlah engkau berbicara kecuali dengan perkara yang membawa kebaikanmu, betahlah tinggal di dalam rumah dengan melakukan ketaatan-ketaatan, dan hendaklah engkau menyesali kesalahanmu dengan cara menangis. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi).

Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata, "Ketahuilah, sepantasnya bagi setiap mukallaf (orang yang berakal dan baligh) menjaga lidahnya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang jelas mashlahat padanya. Ketika berbicara atau meninggalkannya itu sama mashlahat-nya, maka menurut Sunnah adalah menahan diri darinya. Karena perkataan mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram atau makruh. Bahkan, ini banyak atau dominan pada kebiasaan. Sedangkan keselamatan itu tiada bandingannya. Telah diriwayatkan kepada kami di dalam dua Shahih, Al-Bukhari (no. 6475) dan Muslim (no. 47), dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam."

Aku katakan: hadits yang disepakati shahihnya ini merupakan nash yang jelas bahwa sepantasnya seseorang tidak berbicara, kecuali jika perkataan itu merupakan kebaikan, yaitu yang nampak mashlahat-nya. Jika dia ragu-ragu tentang timbulnya mashlahat, maka dia tidak berbicara.

Dan Imam Asy-Syafi'i telah berkata, 'Jika seseorang menghendaki berbicara, maka sebelum dia berbicara hendaklah berpikir, jika nampak jelas mashlahat-nya dia berbicara, dan jika dia ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas mashlahat-nya.'" [Al-Adzkaar, 2/713-714, karya Imam An-Nawawi, tahqiiq dan takhriij Syaikh Salim Al-Hilaali, penerbit Dar Ibni Hazm, cet. 2, th. 1425 H / 2004 M].

Selain itu, bahwa lidah merupakan alat yang mengungkapkan isi hati. Jika Anda ingin mengetahui isi hati seseorang, maka perhatikanlah gerakan lidahnya, isi pembicaraannya, hal itu akan memberitahukan isi hatinya, baik orang tersebut mau atau enggan.

Diriwayatkan bahwa Yahya bin Mu'adz berkata, "Hati itu seperti periuk yang mendidih dengan isinya, sedangkan lidah itu adalah gayungnya. Maka, perhatikanlah seseorang ketika berbicara, karena sesungguhnya lidahnya itu akan mengambilkan untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis, pahit, tawar, asin, dan lainnya. Pengambilan lidahnya akan menjelaskan kepadamu rasa hatinya." [Hilyatul Au'iyaa', 10/63, dinukil dari Aafaatul Lisaan fii Dhauil Kitab was Sunnah, hlm, 159, karya Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani]

Perkataan Para Salaf Tentang Hifzhul Lisan

Sesungguhnya, para Salaf dahulu biasa menjaga dan menghisab lidahnya dengan baik. Dan diriwayatkan dari mereka perkataan-perkataan yang bagus berkaitan dengan lidah dan pembicaraan. Kami sampaikan di sini sebagiannya agar kita dapat memetik manfaat darinya.

Diriwayatkan, bahwa 'Umar bin Al-Khaththab berkata, "Barangsiapa banyak pembicaraannya, banyak pula tergelincirnya. Dan barangsiapa banyak tergelincirnya, banyak pula dosanya. Dan barangsiapa banyak dosa-dosanya, neraka lebih pantas baginya." [Riwayat Al-Qudhai di dalam Musnad Asy-Syihab, no. 374; Ibnu Hibban di dalam Raudhatul 'Uqala', hlm. 44. Dinukil dari Jami'ul 'Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 339, karya Imam Ibnu Rajab, dengan penelitian Syu'aib Al-Arnauth dan Ibrahim Bajis; penerbit Ar-Risalah; cet: 5; th: 1414 H/ 1994 M]

Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas'ud pernah bersumpah dengan nama Allah, lalu mengatakan, "Di muka bumi ini, tidak ada sesuatu yang lebih pantas menerima lamanya penjara daripada lidah!" [Riwayat Ibnu Hibban di dalam Raudhatul 'Uqala', hlm. 48. Dinukil dari Jami'ul 'Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 340]

Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas'ud berkata, "Jauhilah fudhuulul kalam (pembicaraan yang melebihi keperluan). Cukup bagi seseorang berbicara, menyampaikan sesuai kebutuhannya." [Jami'ul 'Ulum wal Hikam, juz. 1, hlm. 339]

Syaqiq mengatakan, "'Abdullah bin Mas'ud ber-talbiyah di atas bukit Shofa, kemudian mengatakan, 'Wahai lidah, katakanlah kebaikan niscaya engkau mendapatkan keberuntungan, diamlah niscaya engkau selamat, sebelum engaku menyesal.' Orang-orang bertanya, 'Wahai Abu 'Abdurrahman, ini adalah suatu perkataan yang engkau ucapkan sendiri, atau engkau dengar?' Dia menjawab, 'Tidak, bahkan aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثَرُ خَطَايَا إِبْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ

'Mayoritas kesalahan anak Adam adalah pada lidahnya.'" (HR. Thabarani, Ibnu 'Asakir, dan lainnya. Lihat Silsilah Ash-Shahihah, no. 534).

Diriwayatkan, bahwa Ibnu Buraidah mengatakan, "Aku melihat Ibnu 'Abbas memegangi lidahnya sambil berkata 'Celaka engkau, katakanlah kebaikan, engkau mendapatkan keberuntungan. Diamlah dari keburukan, niscaya engkau selamat. Jika tidak, ketahuilah bahwa engaku akan menyesal.'" [Aafatul Lisaan, hlm. 161]

Diriwayatkan, bahwa An-Nakhai berkata, "Manusia binasa pada fudhuulul maal (harta yang melebihi kebutuhan) dan fudhuulul kalam." [Jami'ul 'Ulum wal Hikam, juz 1, hlm. 339]

Diriwayatkan, bahwa ada seseorang yang bermimpi bertemu dengan seorang alim besar. Kemudian orang alim itu ditanya tentang keadaannya, dia menjawab, "Aku diperiksa tentang satu kalimat yang dahulu aku ucapkan. Yaitu aku dahulu pernah mengatakan, 'Manusia sangat membutuhkan hujan!' Aku ditanya, 'Tahukah engkau, bahwa Aku (Allah) lebih mengetahui terhadap mashlahat hamba-hamba-Ku?" [Aafatul Lisaan, hlm. 160-161]

Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, "Seorang mukmin itu menyedikitkan omongan dan memperbanyak amalan. Adapun orang munafik, dia memperbanyak omongan dan menyedikitkan amalan."

Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, "Selama aku belum berbicara dengan satu kalimat, maka aku menguasainya. Namun jika aku telah mengucapkannya, maka kalimat itu menguasaiku."

Diriwayatkan, bahwa seorang Salaf mengatakan, "Diam adalah ibadah tanpa kelelahan, keindahan tanpa perhiasan, kewibawaan tanpa kekuasaan, Anda tidak perlu beralasan karenanya, dan dengannya aibmu tertutupi." [Lihat Hashaaidul Alsun, hlm. 175-176]

Kesimpulannya adalah bahwa kita diperintahkan berbicara yang baik, dan diam dari keburukan. Jika berbicara hendaklah sesuai dengan keperluannya. Wallahul Musta'an.

MASHAADIR:

1- Aafaatul Lisaan fii Dhauil Kitab was Sunnah, karya Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani
2- Al-Adzkaar, karya Imam An-Nawawi, tahqiiq dan takhriij Syaikh Salim Al-Hilaali, penerbit Dar Ibni Hazm, cet. 2, th. 1425 H / 2004 M
3- Jami'ul 'Ulum wal Hikam, karya Imam Ibnu Rajab, dengan penelitian Syu'aib Al-Arnauth dan Ibrahim Bajis; penerbit Ar-Risalah; cet: 5; th: 1414 H/ 1994 M)
4- Hashaaidul Alsun, karya Syaikh Husain Al-'Awaisyah, penerbit. Darul Hijrah. Dan lain-lain.

Penulis: Ustadz Abu Isma'il Muslim Atsari

Artikel www.muslim.or.id

Resensi Buku 175 Jalan Menuju Surga

Posted: 09 Dec 2012 05:56 PM PST

TEKS RESENSI BUKU ISLAMI | 175 Jalan Menuju Surga

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Pecinta Assunnah Rahimakumullah.. berjumpa kembali dalam program acara Resensi Buku-Buku Islami. Sebuah program acara yang menyajikan referensi buku-buku Islam dari penerbit Ahlussunnah terpercaya. Buku yang akan kami resensi pada kesempatan kali ini adalah Buku yang berjudul 175 Jalan Menuju Surga.

Buku ini diterbitkan oleh Darul Ilmi Publishing dan ditulis oleh Nayef bin Mamduh Alu Su’ud dengan tebal 266 halaman.

Pecinta Assunnah yang semoga dirahmati oleh Allah..
Surga adalah tempat yang indah dan belum pernah terlintas dalam benak manusia. Ia begitu indah untuk dibayangkan, luasanya seluas langit dan bumi ….
Istana-istana yang megah tinggi menjulang mencakar naungan yang terbentang luas, terbuat dari emas, perak, mutiara, zamrud dan segala perhiasan yang indah-indah. Disana terdapat kebun-kebun yang menghijau tua, buahnya lebih manis daripada madu, lebih lanjut dari keju, disana juga terdapat sungai-sungai arak, ataupun sungai susu yang tiada orangpun yang terlarang mengambilnya, tidak memabukkan dan tidak membuat kepala menjadi pening …
Udaranya sejuk tetapi tidak dingin yang bersangatan, tidak merasakan teriknya mentari, disana terdapat pelayan-pelayan muda yang kamu kira mereka mutiara yang bertaburan, bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangan, tidak liar dan dijadikan tetap perawan..

Pecinta Assunnah yang semoga dirahmati oleh Allah..

Semua gambaran tentang Surga itu bukanlah hanya dongeng semata, atau khayalan belaka. Namun itu adalah nyata, sebuah janji yang Allah berikan bagi hamba-hamba-Nya yang shalih, beriman dan bertaqwa kepada-Nya.

Lalu.. Apakah anda masih bingung jalan mana yang anda tempuh untuk menuju Surga-Nya? Simaklah 175 jalan yang memudahkan anda untuk dapat masuk ke dalam Surga dalam buku ini. Selain itu anda juga akan mengetahui tentang sifat surga dan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya di awal pembahasan, Dan juga penggugur-penggugur pahala amalan di akhir dari pembahasan buku ini.

Buku 175 jalan menuju Surga ini ditulis secara ringkas namun dengan tetap menukil penjelasan-penjelasan para ulama dan juga dengan menyertakan hadits-hadits yang shahih yang dijadikan sebagai landasan oleh para ulama dari para pakar di dalam bidang hadits.

Dengan membaca, memahami dan mengamalkan  175 jalan menuju surga yang terdapat buku ini di dalam kehidupan anda,  niscaya anda akan merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan aroma surga pun akan semakin dekat dengan anda.  Insya Allah.

Untuk bisa mendapatkan buku ini, anda bisa membelinya di toko-toko buku terdekat dengan harga hanya Rp 38.000. Adapun untuk informasi lebih lanjut anda bisa menghubungi nomor telepon Darul Ilmi Publishing di  021-93170307 atau 081806674507.

Demikian program acara resensi buku-buku Islami  untuk kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat…
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

No comments:

Post a Comment