Monday, February 18, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Tinjauan Bayi Prematur dalam Islam

Posted: 18 Feb 2013 10:00 AM PST

Pengertian bayi prematur

Kita mengambil pengertian berdasarkan ilmu kedokteran modern saat ini.

Bayi prematur adalah bayi yang lahir kurang bulan menurut masa gestasinya (usia kehamilannya). Adapun usia kehamilan cukup bulan adalah sekitar 37-41 minggu.  Ada beberapa referensi yang menyatakan sekitar 38-42 minggu.

Infant prematur adalah kelahiran setelah minggu ke-20 dan sebelum genap bulan [Kamus kedokteran Dorland hal.1094, edisi 2, EGC]

Bayi prematur ada batasannya, karena tidak semua janin yang lahir dibawah usia kehamilan bisa hidup. Contohnya janin umur dua bulan, sudah pasti jika keluar atau lahir dia tidak bisa hidup. Jika dia keluar maka disebut abortus atau istilah awamnya keguguran. Jadi, batas minimal bayi tersebut prematur maka ini kembali ke pengertian abortus.

Abortus adalah fetus dengan berat kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu, pada saat keluar dari uters dan tidak mempunyai kemungkinan hidup. [Kamus kedokteran Dorland hal. 6, edisi 2, EGC]

Aborsi adalah Terminasi kehamilan sebelum umur kehamilan 20 [28] minggu dan dengan berat janin dibawah 500 gram.

Dari beberapa refensi, ada dua pendapat batasannya yaitu 20 minggu [5 bulan] dan 28 minggu [mendekati 7 bulan]. Maka kita ambil pertengahan yaitu 6 bulan.

Maka usia termuda kehamilan untuk dapat melahirkan adalah 6 bulan.

Pendapat ulama

Para ulama mengambil kesimpulan bahwa bayi prematur batasannya adalah 6 bulan. Berdasarkan ayat Al-Quran.

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan." (QS. Al Baqarah: 233)

Kemudian ayat lainnya, tentang waktu total hamil dan menyusui,

وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً

"Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan". (QS. Al-Ahqaf: 15)

Maka batas minimal bayi bisa lahir adalah:

30 bulan – 24 bulan [2 tahun]= 6 bulan

Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan surat Al-Ahqaf ayat 15,

وقد استدل علي، رضي الله عنه، بهذه الآية مع التي في لقمان: {وفصاله في عامين} [لقمان: 14] ، وقوله: {والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة} [البقرة: 233] ، على أن أقل مدة الحمل ستة أشهر، وهو استنباط قوي صحيح. ووافقه عليه عثمان وجماعة من الصحابة، رضي الله عنهم.

" Ali radhiallahu 'anhu berdalil bahwa ayat ini [Al-ahqaf: 15] bersama ayat dalam surat surat Luqman {"dan penyapihannya selama dua tahun"} dan surat firman-Nya {"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan."} [AL-Baqarah: 223] bahwa batasan minimal lama waktu kehamilan adalah 6 bulan. Ini adalah kesimpulan yang kokoh dan shahih. Disepakati oleh Ustman dan sejumlah sahabat radhiallhu 'anhu." [Tafsir Al-Quran Al-Adzhim 7/280, Darul Thayyibah, cet. Ke-2, 1420 H, Asy-Syamilah]

Kepentingan syariat di balik penentuan batasan prematur

Jika ulama perhatian terhadap suatu hal, maka pasti ada kepentingan syariat mengenai hukum suatu hal dalam perkara tersebut. Oleh karena itu para ulama tidak perlu pusing-pusing  merajihkan pendapat apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lahir 2 atau 8  atau 9 atau 10 atau 12 atau 17  Rabi'ul Awwal. Karena memang belum pasti. Karena tidak ada dalil untuk merayakan kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hari raya Islam. Dan tidak pernah dilakukan oleh sahabat ataupun imam mazhab yang empat. Bahkan hal ini bisa meniru/ tasyabbuhdengan orang Nashrani yang merayakan kelahiran Yesus dan penyembah matahari yang merayakan hari lahirnya dewa matahari.

Yang perlu diketahui bahwa pendapat tanggal kematian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada yang mengklaim bahwa disepakati yaitu 12 Rabi'ul Awwal. Karena ada kepentingan syariat di sana, yaitu sejak tanggal tersebut terputuslah wahyu. Jadi perayaan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apakah ingin merayakan kelahiran atau kematian?

Begitu juga dengan batasan prematur, maka kepentingan syariat adalah untuk mengetahui siapa ayah dari anak yang dikandung oleh seorang ibu. Dan batasan prematur adalah 6 bulan.

- seseorang lelaki menikahi wanita, ternyata wanita tersebut melahirkan ketika usia pernikahan baru berjalan 4 bulan. Maka bisa dipastikan anak tersebut bukan anak lelaki tersebut. Wanita tersebut telah hamil dahulu sebelum menikah.Berbeda halnya jika wanita melahirkan genap 6 bulan atau lebih.

- suaminya baru saja pulang  setelah lama bersafar keluar negeri misalnya 1 tahun. Kemudian bertemu dengan istrinya di rumahnya. 4,5 bulan kemudian sejak tinggal bersama, istrinya melahirkan anak. Maka bisa dipastikan bahwa anak yang lahir bukan anak suami tersebut. Karena istrinya kemungkinan besar sudah hamil sebelum suaminya datang. Wanita itu telah berzina dan mendapat hukuman rajam [oleh pemerintah/waliyul 'amr  yang sah]

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab fiqh, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullahu berkata,

فا لولد للفراش إلا بأحد أمرين: إما اللغان, و إما عدم الإمكان بأن تأتي به لأقل من ستة أشهر من تزوجه بها و يعيش, أو بعد فراقه في مدة يعلم أنه ليس منه

"Maka anak [dinasabkan] kepada pemilik ranjang [suami yang tinggal bersamanya] kecuali dengan salah satu dari dua perkara: [pertama] li'aan [suami menuduh istrinya berzina, kemudian ada bukti 4 laki-laki adil atau keduanya saling bersumpah, maka anak dinasabkan kepada Ibunya, pent],[kedua] ketidakmungkinan istri didatangi karena kurang dari enam bulan sejak menikah dan tinggal dengannya, atau setelah berpisah dalam jangka waktu yang diketahui bahwa anak tersebut bukan anaknya." [Manhajus Salikin wa Taudhihul fiqhi fid din hal. 216, Darul Wathan, Ta'liq: Muhammad bi Abdul Aziz Al Khudhairi]

Pendapat kedokteran modern bisa 20 minggu?

Mengenai batasan kedokteran modern, salah satunya yang berpendapat bisa 20 minggu yaitu bisa di bawah 6 bulan. Maka kita jawab bahwa,  umumnya adalah 6 bulan. Dan segala sesuatu pasti ada pengecualiannya. Kemudian dengan bantuan ilmu kedokteran yang sekarang, bayi umur sekian bulan bisa dioperasi caesar kemudian diberi bantuan kehidupan dalam NICU [Neonatal Intensive Care Unit].

Jika tanpa caesar dan bantuan kehidupan, maka yang lebih mendekati kebenaran batasan minimal jangka waktu kehamilan adalah 6 bulan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama.Wallahu 'alam

Semoga pembahasan ringkas ini bermanfaat bagi kita semua.

wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi wa sallam

 

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid

5 Dzulhijjah 1432 H, Bertepatan  2 oktober 2011

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel Muslim.Or.Id

Inilah Balasan bagi yang Istiqomah

Posted: 18 Feb 2013 03:30 AM PST

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah (surga) yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS Fushilat [41]: 30)

Keimanan kepada Allah menuntut sikap istiqomah. Keyakinan hati, kebenaran lisan dan kesungguhan dalam amal adalah unsur-unsur keimanan yang mesti dijalankan dengan istikamah. istikamah yang berarti keteguhan dalam memegang prinsip, merupakan bukti jelas kekuatan iman seseorang.

Rasulullah shallaluhu 'alaihi wasallam juga bersabda, "Katakanlah: "Rabbku adalah Allah" dan Istiqomahlah!(HR Tirmidzi)

Pantas jika Allah menjanjikan keutamaan yang besar untuk orang-orang yang istiqomah dalam imannya. Pada ayat yang disebutkan di muka, menurut ahli tafsir, Allah memberitakan bahwa ketika orang-orang yang istiqomah itu mati, akan turun kepada mereka para malaikat seraya berkata,"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu."

Tidak takut dan tidak bersedih. Itulah yang akan dirasakan oleh orang-orang yang istiqomah ketika mereka meninggalkan alam fana ini. Para ulama juga menjelaskan, bahwa maksud tidak takut adalah mereka tidak takut dengan apa yang akan mereka hadapi setelah hari kematian mereka.  Adapun maksud mereka tidak bersedih adalah mereka tidak bersedih dengan apa yang mereka tinggalkan selama di dunia.

Perasaan ini akan dialami oleh semua orang yang istiqomah. Termasuk orang-orang yang ketika di dunia sangat bahagia, berharta dan berkedudukan tinggi. Karena kebahagiaan yang akan mereka terima di akhirat, jauh lebih baik dari apa yang selama ini mereka rasakan di dunia.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman, tidak istiqomah, berlaku maksiat dan sombong, kelak yang akan dirasakannya adalah ketakutan yang mencekam dan kesedihan yang mendalam. Hingga walaupun di dunia mereka adalah orang yang paling sengsara. Karena, kesengsaraannya selama mereka di dunia, masih jauh lebih baik dari kerugian yang akan diterimanya di akhirat.

Orang-orang yang istiqomah itu juga bergembira dengan surga yang dijanjikan Allah; tempat segala kenikmatan, sebagai balasan yang Allah gambarkan dengan firmannya dalam hadis qudsi, "Sesuatu yang tidak ada satu mata pun yang pernah melihatnya, tidak ada satu telinga pun yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas sedikitpun dalam hati manusia." (HR Bukhari Muslim)

Wallahu 'alam bish-shawab.

 —
Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Ketika Mendapati Imam Tasyahud Akhir

Posted: 17 Feb 2013 10:00 PM PST

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin

Soal:

Ada seseorang yang terlambat datang ke masjid dan dia mendapati shalat berjamaah pada posisi tasyahud akhir. Apakah dia ikut saja bergabung dengan jamaah yang ada ataukah dia menunggu jamaah yang akan datang berikutnya? Jika dia telah ikut bergabung dengan jamaah yang ada pada posisi tasyahud akhir, kemudian dia mendengar ada jamaah baru yang akan shalat. Apakah dia memutuskan shalatnya (lalu mengikuti jamaah yang baru) ataukah dia tetap menyempurnakan shalatnya?

Jawab:

Jika orang ini tahu kalau kemungkinan besar akan ada jamaah lagi setelahnya maka hendaknya dia menunggu agar dia bisa shalat berjamaah dengan jamaah yang baru. Karena pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah seseorang tidak dianggap mendapatkan shalat jamaah kecuali jika dia mendapatkan satu rakaat sempurna bersama jamaah. Adapun jika dia khawatir tidak akan ada lagi orang yang bisa shalat berjamaah bersamanya, maka yang paling utama baginya adalah ikut shalat bersama jamaah yang ada walaupun mereka sudah berada pada posisi tasyahud akhir. Karena mendapati sebagian shalat bersama jamaah itu lebih baik daripada tidak shalat bersama jamaah sama sekali.

Kemudian anggaplah dia sudah terlanjur shalat bersama imam (jamaah yang ada) karena dia tahu tidak ada lagi jamaah setelahnya, tapi ternyata kemudian ada jamaah yang baru dan dia mendengar mereka sedang shalat, maka tidak mengapa dia memutuskan shalatnya bersama jamaah yang ada lalu dia pergi dan shalat bersama jamaah yang baru datang. Atau dia meniatkan shalatnya bersama jamaah yang ada sebagai shalat sunnah, sehingga dia cukup mengerjakan 2 rakaat (lalu salam), kemudian dia menuju ke jamaah yang baru lalu shalat bersama mereka. Tapi jika dia tetap bersama dengan jamaah yang ada pun itu tidak mengapa. Jadi, dia bisa memilih salah satu dari tiga alternatif amalan yang ada.

(Mukhtar min Fatawa Ash-Shalah, hal. 66, Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin)

Penerjemah: Ndaru Tri Utomo

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-223: Baru Ngaji, tapi Khawatir Terpengaruh dengan Teman-Teman Lama

Posted: 17 Feb 2013 08:03 PM PST

Saya seorang yang baru mulai aktif ikut pengajian, tapi takut terpengaruh dengan teman-teman lama yang belum mau mengaji. Bagaimana sikap saya agar tidak malas beribadah?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

No comments:

Post a Comment