Friday, March 29, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Membersihkan Harta Haram (2)

Posted: 29 Mar 2013 04:30 AM PDT

Pembagian Harta Haram

Abul 'Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan,

Harta haram ada dua macam: (1) haram karena sifat atau zatnya, (2) haram karena pekerjaan atau usahanya.

Harta haram karena usaha seperti hasil kezholiman, transaksi riba dan maysir (judi).

Harta haram karena sifat (zat) seperti bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah.

Harta haram karena usaha lebih keras pengharamannya dan kita diperintahkan untuk wara' dalam menjauhinya. Oleh karenanya ulama salaf, mereka berusaha menghindarkan diri dari makanan dan pakaian yang mengandung syubhat yang tumbuh dari pekerjaan yang kotor.

Adapun harta jenis berikutnya diharamkan karena sifat yaitu khobits (kotor). Untuk harta jenis ini, Allah telah membolehkan bagi kita makanan ahli kitab padahal ada kemungkinan penyembelihan ahli kitab tidaklah syar'i atau boleh jadi disembelih atas nama selain Allah. Jika ternyata terbukti bahwa hewan yang disembelih dengan nama selain Allah, barulah terlarang hewan tersebut menurut pendapat terkuat di antara pendapat para ulama yang ada. Telah disebutkan dalam hadits yang shahih dari 'Aisyah,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ قَوْمٍ يَأْتُونَ بِاللَّحْمِ وَلَا يُدْرَى أَسَمَّوْا عَلَيْهِ أَمْ لَا ؟ فَقَالَ : سَمُّوا أَنْتُمْ وَكُلُوا

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak diketahui apakah hewan tersebut disebut nama Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, "Sebutlah nama Allah (ucapkanlah 'bismillah') lalu makanlah." (Majmu' Al Fatawa, 21: 56-57)

Pekerjaan yang Haram

1- Karena mengandung ghoror (ketidakjelasan)

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)" (HR. Muslim no. 1513).

Berbagai bentuk ghoror:

a- Ghoror dalam akad

Misalnya tunai dengan harga sekian dan kredit dengan harga lebih mahal dan tidak ada kejelasan manakah akad yang dipilih. Dari Abu Hurairah, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dua bentuk transaksi dalam satu akad" (HR. An Nasai no. 4632, Tirmidzi no. 1231 dan Ahmad 2: 174. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Jaami' Ash Shohih no. 6943). Sedangkan jika sudah ada kejelasan, misalnya membeli secara kredit –walau harganya lebih tinggi dari harga tunai-, maka tidak termasuk dalam larangan hadits di atas. Karena saat ini sudah jelas transaksi yang dipilih dan tidak ada lagi dua bentuk transaksi dalam satu akad. Sehingga dalil di atas bukanlah dalil untuk melarang jual beli kredit. Jual beli secara kredit itu boleh selama tidak ada riba di dalamnya.

b- Ghoror dalam barang yang dijual

Ghoror dalam barang bisa jadi pada jenis, sifat, ukuran, atau pada waktu penyerahan. Ghoror bisa terjadi pula karena barang tersebut tidak bisa diserahterimakan, menjual sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat dilihat.

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari munabadzah, yaitu seseorang melempar pakaiannya kepada yang lain dan itulah yang dibeli tanpa dibolak-balik terlebih dahulu atau tanpa dilihat keadaan pakaiannya. Begitu pula beliau melarang dari mulamasah, yaitu pakaian yang disentuh itulah yang dibeli tanpa melihat keadaaannya" (HR. Bukhari no. 2144). Jual beli ini terdapat jahalah (ketidakjelasan) dari barang yang dijual dan terdapat unsur qimar (spekulasi tinggi) dan keadaan barang tidak jelas manakah yang dibeli.

c- Ghoror dalam bayaran (uang)

Ghoror dalam masalah bayaran boleh jadi terjadi pada jumlah bayaran yang akan diperoleh, atau pada waktu penerimaan bayaran, bisa jadi pula dalam bentuk bayaran yang tidak jelas.

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang transaksi jual beli yang disebut dengan "habalul habalah". Itu adalah jenis jual beli yang dilakoni masyarakat jahiliyah. "Habalul habalah" adalah transaksi jual beli yang bentuknya adalah: seorang yang membeli barang semisal unta secara tidak tunai. Jatuh tempo pembayarannya adalah ketika cucu dari seekor unta yang dimiliki oleh penjual lahir" (HR. Bukhari, no. 2143 dan Muslim, no. 3883). Cucu dari unta tersebut tidak jelas diperoleh kapankah waktunya. Pembayarannya baru akan diberi setelah cucu unta tadi muncul dan tidak jelas waktunya. Bisa jadi pula unta tersebut tidak memiliki cucu.

2- Karena mengandung riba

Riba ada tiga macam:

a. Riba fadhel, yaitu riba yang terjadi pada barang yang sejenis karena adanya tambahan.

Contoh: Menukar emas 24 karat dengan emas 18 karat dengan salah satu dilebihkan dalam hal timbangan. Atau menukar uang Rp 10 ribu dengan pecahan seribu rupiah namun hanya 9 lembar.

b. Riba nasi-ah, yaitu riba yang terjadi pada barang yang sejenis atau beda jenis namun masih dalam satu sebab ('illah) dan terdapat tambahan dalam takaran atau timbangan dikarenakan waktu penyerahan yan tertunda.

Contoh: Membeli emas yaitu menukar uang dengan emas, namun uangnya tertunda, alias dibeli secara kredit atau utang.

c. Riba qordh, yaitu riba dalam utang piutangan dan disyaratkan adanya keuntungan atau timbal balik berupa pemanfaatan. Seperti, berutang namun dipersyaratkan dengan pemanfaatan rumah dari orang yang berutang.

Contoh: Si B meminjamkan uang sebesar Rp 1 juta pada si A, lalu disyaratkan mengembalikan Rp 1,2 juta rupiah, atau disyaratkan selama peminjaman, rumah si A digunakan oleh si B (pemberi utang). Hal ini  berlaku riba qordh karena para ulama sepakat, "Setiap utang yang ditarik keuntungan, maka itu adalah riba".

Contoh jual beli yang mengandung riba: Jual beli kredit lewat pihak ketiga (leasing)

Jual beli secara kredit asalnya boleh selama tidak melakukan hal yang terlarang. Namun perlu diperhatikan bahwa kebolehan jual beli kredit  harus melihat beberapa kriteria.  Jika tidak diperhatikan, seseorang bisa terjatuh dalam jurang riba.

Kriteria pertama, barang yang dikreditkan sudah menjadi milik penjual (bank). Kita contohkan kredit mobil. Dalam kondisi semacam ini, si pembeli boleh membeli mobil tadi secara kredit dengan harga yang sudah ditentukan tanpa adanya denda jika mengalami keterlambatan. Antara pembeli dan penjual bersepakat kapan melakukan pembayaran, apakah setiap bulan atau semacam itu. Dalam hal ini ada angsuran di muka dan sisanya dibayarkan di belakang.

Kriteria kedua, barang tersebut bukan menjadi milik si penjual (bank), namun menjadi milik pihak ketiga. Si pembeli meminta bank untuk membelikan barang tersebut. Lalu si pembeli melakukan kesepakatan dengan pihak bank bahwa ia akan membeli barang tersebut dari bank. Namun dengan syarat, kepemilikan barang sudah berada pada bank, bukan lagi pada pihak ketiga. Sehingga yang menjamin kerusakan dan lainnya adalah bank, bukan lagi pihak ketiga. Pada saat ini, si pembeli boleh melakukan membeli barang tersebut dari bank dengan kesepakatan harga. Namun sekali lagi, jual beli bentuk ini harus memenuhi dua syarat: (1) harganya jelas di antara kedua pihak, walau ada tambahan dari harga beli bank dari pihak ketiga, (2) tidak ada denda jika ada keterlambatan angsuran. (Faedah dari islamweb.net)

Jika salah satu dari dua syarat di atas tidak bisa dipenuhi, maka akan terjerumus pada pelanggaran. Pertama, boleh jadi membeli sesuatu yang belum diserahterimakan secara sempurna, artinya belum menjadi milik bank, namun sudah dijual pada pembeli. Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ

"Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya." Ibnu 'Abbas mengatakan, "Aku berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan." (HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525)

Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata, "Kami dahulu di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membeli bahan makanan. Lalu seseorang diutus pada kami. Dia disuruh untuk memerintahkan kami agar memindahkan bahan makanan yang sudah dibeli tadi ke tempat yang lain, sebelum kami menjualnya kembali." (HR. Muslim no. 1527)

Atau bisa jadi terjerumus dalam riba karena bentuknya sama dengan mengutangkan mobil pada pembeli, lalu mengeruk keuntungan dari utang. Padahal para ulama berijma' (bersepakat) akan haramnnya keuntungan bersyarat yang diambil dari utang piutang.

3- Mengandung dhoror (bahaya) dan pengelabuan (tindak penipuan)

Contohnya adalah menimbun barang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ

“Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa” (HR. Muslim no. 1605).

Imam Nawawi berkata, “Hikmah terlarangnya menimbun barang karena dapat menimbulkan mudhorot bagi khalayak ramai.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 43). Artinya di sini jika menimbun barang tidak menyulitkan orang lain maka tidak ada masalah. Seperti misalnya kita membeli hasil panen di saat harga murah. Lalu kita simpan kemudian kita menjualnya lagi beberapa bulan berikutnya ketika harga menarik, maka seperti ini tidak ada masalah karena jual beli memang wajar seperti itu. Jadi, larangan memonopoli atau yang disebut ihtikar, maksudnya ialah membeli barang dengan tujuan untuk mempengaruhi pergerakan pasar. Dengan demikian ia membeli barang dalam jumlah besar, sehingga mengakibatkan stok barang di pasaran menipis atau langka. Akibatnya masyarakat terpaksa memperebutkan barang tersebut dengan cara menaikkan penawaran atau terpaksa membeli dengan harga tersebut karena butuh.

Contoh jual beli yang mengandung pengelabuan atau penipuan disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى »

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim no. 102). Jika dikatakan tidak termasuk golongan kami, maka itu menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.

"Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka" (HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058).

4- Terlarang karena sebab lain

a- Jual beli saat shalat jum'at

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ , فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al Jumu'ah: 9-10). Perintah meninggalkan jual beli dalam ayat ini menunjukkan terlarangnya jual beli setelah dikumandangkannya azan Jum'at, yaitu azan kedua.

b- Jual beli di lingkungan masjid

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِيْ الْمَسْجِدِ فَقُولُوا: لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُم مَنْ يُنْشِدُ فِيْهِ ضَالَةً فَقُولُوا: لاَ رَدَّ الههُ عَلَيْكَ

"Bila engkau mendapatkan orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya: 'Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.' Dan bila engkau menyaksikan orang yang mengumumkan kehilangan barang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, 'Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang.'" (HR. Tirmidzi, no. 1321. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Termasuk juga terlarang adalah berjualan di lingkungan masjid yang masih masuk dalam pagar masjid. Hal ini karena para ulama telah menggariskan satu kaidah yang menyatakan,

الْحَرِيْمُ لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ حَرِيْمٌ لَهُ

"Sekelilingnya sesuatu memliki hukum yang sama dengan hukum yang berlaku pada sesuatu tersebut." (Al Asybah wan Nazha-ir, 240, As Suyuthi).

c- Jual beli barang yang nanti digunakan untuk tujuan haram

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya (yakni Buraidah), beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَبَسَ الْعِنَبَ أَيَّامَ الْقِطَافِ حَتَّى يَبِيعَهُ حَتَّى يَبِيعَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ أَوْ نَصْرَانِيٍّ أَوْ مِمَّنْ يَعْلَمُ أَنَّهُ يَتَّخِذُهُ خَمْرًا فَقَدْ تَقَحَّمَ فِي النَّارِ عَلَى بَصِيرَةٍ

"Siapa saja yang menahan anggur ketika panen hingga menjualnya pada orang yang ingin mengolah anggur tersebut menjadi khomr, maka dia berhak masuk neraka di atas pandangannya" (HR. Thobroni dalam Al Awsath. Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

 -bersambung insya Allah-

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-260: Banyak Membaca Al-Quran Tanpa Tahu Makna

Posted: 28 Mar 2013 08:00 PM PDT

Manakah yang lebih utama banyak membaca al-quran tapi tidak mengetahui maknanya, atukah mengulang hafalan dan menguasai maknanya?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Membersihkan Harta Haram (1)

Posted: 27 Mar 2013 09:00 PM PDT

Sebagian kita tidak memperhatikan bagaimana makanan yang ia makan, apakah berasal dari yang halal ataukah haram. Segala cara pun ditempuh demi mendapatkan sesuap nasi. Padahal pekerjaan yang halal sangat penting sekali diperhatikan. Adapun jika kita memiliki harta yang haram, maka mesti dibersihkan.

Pengaruh Harta Haram

1- Harta haram mempengaruhi do'a

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».

"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)

Begitu pula Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan pada Sa'ad,

أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة

"Perbaikilah makananmu, maka do'amu akan mustajab." (HR. Thobroni dalam Ash Shoghir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho'if jiddan sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho'ifah 1812)

Ada yang bertanya kepada Sa'ad bin Abi Waqqosh,

تُستجابُ دعوتُك من بين أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ؟ فقال : ما رفعتُ إلى فمي لقمةً إلا وأنا عالمٌ من أين مجيئُها ، ومن أين خرجت .

"Apa yang membuat do'amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lainnya?" "Saya  tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar," jawab Sa'ad.

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,

من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته

"Siapa yang bahagia do'anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya."

Dari Sahl bin 'Abdillah, ia berkata,

من أكل الحلال أربعين يوماً  أُجيبَت دعوتُه

"Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka do'anya akan mudah dikabulkan."

Yusuf bin Asbath berkata,

بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم .

"Telah sampai pada kami bahwa do'a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi."

Gemar melakukan ketaatan secara umum, sebenarnya adalah jalan mudah terkabulnya do'a. Sehingga tidak terbatas pada mengonsumsi makanan yang halal, namun segala ketaatan akan memudahkan terkabulnya do'a. Sebaliknya kemaksiatan menjadi sebab penghalang terkabulnya do'a.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, "Melakukan ketaatan memudahkan terkabulnya do'a. Oleh karenanya pada kisah tiga orang  yang masuk dan tertutup dalam suatu goa, batu besar yang menutupi mereka menjadi terbuka karena sebab amalan yang mereka sebut. Di mana mereka melakukan amalan tersebut ikhlas karena Allah Ta'ala. Mereka berdo'a pada Allah dengan menyebut amalan sholeh tersebut sehingga doa mereka pun terkabul."

Wahb bin Munabbih berkata,

العملُ الصالحُ يبلغ الدعاء ، ثم تلا قوله تعالى : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه }

"Amalan sholeh akan memudahkan tersampainya (terkabulnya) do'a. Lalu beliau membaca firman Allah Ta'ala, "Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya." (QS. Fathir: 10)

Dari 'Umar, ia berkata,

بالورع عما حرَّم الله يقبلُ الله الدعاء والتسبيحَ

"Dengan sikap waro' (hati-hati) terhadap larangan Allah, Dia akan mudah mengabulkan do'a dan memperkanankan tasbih (dzikirsubhanallah)."

Sebagian salaf berkata,

لا تستبطئ الإجابة ، وقد سددتَ طرقها بالمعاص

"Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do'a dengan engkau menempuh jalan maksiat." (Dinukil dari Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 275-276)

2- Rizki halal mewariskan amalan sholeh

Rizki dan makanan yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar semangat untuk beramal shaleh. Buktinya adalah firman Allah Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Mu'minun: 51). Sa'id bin Jubair dan Adh Dhohak mengatakan bahwa yang dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang halal (Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, Ibnu Katsir, 10: 126).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ’alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu, para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah member contoh yang baik pada para hamba.” (Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 10: 126).

Bila selama ini kita merasa malas dan berat untuk beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang perlu ditinjau ulang. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ

“Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Namun benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?”  (HR. Bukhari no. 2842 dan Muslim no. 1052)

3- Rizki halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit

Allah Ta’ala berfirman,

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii' (baik) lagi marii-a (baik akibatnya).” (QS. An Nisa’: 4).

Al Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama’ tafsir bahwa maksud firman Allah Ta’ala "هَنِيئًا مَرِيئًا" adalah, “Hanii' ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan marii-a ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5:27). Tentu saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit, koreksilah makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.

4- Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram

Dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

"Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya." (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami' no. 4519)

-bersambung insya Allah-

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id 

Soal-259: Baca Al-Quran dengan Pengeras Suara

Posted: 27 Mar 2013 08:21 PM PDT

Bagaimanakah hukum mambaca Al-Quran dengan pengeras suara, seperti yang terjadi di masjid-masjid?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Soal-258: Beda Syukur Nikmat dengan Ujub

Posted: 27 Mar 2013 01:00 AM PDT

Bagaimanakah cara membedakan syukur nikmat dengan ujub?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Fatwa Ulama: Menunda Qodho’ Puasa Sampai Lewat Tahun Berikutnya

Posted: 26 Mar 2013 08:30 PM PDT

Fatwa Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin 'Abdillah Al Fauzan hafizhohullah

Soal:

Siapa yang mengakhirkan qodho' puasa Ramadhan yang lalu karena sebab yang syar'i dan dalam keadaan sehat, apa hukum mengakhirkan seperti ini dan apa yang mesti ia lakukan?

Jawab:

Boleh menunda qodho' puasa jika ada udzur dan qodho' tersebut tetap harus dipenuhi. Namun jika diakhirkan tanpa ada udzur hingga datang Ramadhan yang baru, maka ia lakukan puasa Ramadhan pada saat itu. Jika sudah selesai, maka ia mengqodho' puasa Ramadhan yang luput. Kemudian di samping mengqodho', ia juga harus memberikan makan sebagai kafaroh kepada orang miskin setiap hari yang ditinggalkan tanpa udzur.

السؤال:

من تأخر في قضاء شهر رمضان الماضي لأسباب شرعية وصحية ما حكم ذلك التأخير وماذا عليه؟

الجواب: يجوز التأخير للعذر وعليه القضاء، القضاء لا بد منه، ولكن إذا أخر من غير عذر حتى جاء عليه رمضان الجديد، يصوم رمضان الحاضر وإذا انتهى يقضي ما عليه من رمضان الفائت وعليه مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم كفارة عن التأخير بغير عذر.

 

Sumber fatwa: http://alfawzan.af.org.sa/node/14432

 

* Syaikh Sholih Al Fauzan adalah ulama senior dan sekaligus menjadi anggota Hay-ah Kibaril Ulama dan anggota Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia saat ini.

Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Daurah Islamiyah bersama Ust Erwandi Tarmidzi (5-7 April 2013, Semarang)

Posted: 26 Mar 2013 08:00 PM PDT

Hadirilah Daurah Islamiyah di Awal Bulan April 2013

Bersama
Ustadz Dr. Erwandi Tarmidzi

Membahas kitab
Manzhumah Al-qowaidul Al-fiqhiyyah

Waktu
Tgl 5 April 2013
Sesi 1 : Pkl. 19.30 ~ 21.30WIB

Tgl 6 April 2013
Sesi 1 : Pkl. 05.00 ~ 07.00WIB
Sesi 2 : Pkl. 08.30 ~ 11.30WIB
Sesi 3 : Pkl. 15.30 ~ 17.30WIB
Sesi 4 : Pkl. 19.30 ~ 21.30WIB

Tgl 7 April 2013
Sesi 1 : Pkl. 05.00 ~ 07.00WIB
Kajian Umum 7 April 2013 pkl.08.30 ~ 11.30 WIB

Tema Kajian
"DAGING YANG TUMBUH DARI MAKANAN YANG HARAM MAKA NERAKALAH YANG PANTAS UNTUKNYA"
(HADITS HASAN, HR. IMAM TIRMIDZI)

Tempat Kajian
Masjid Imam Ahmad bin Hambal
(Jl. Duren Asri Dukuh Tunggu RT.01/RW09, Meteseh , Tembalang, Semarang)

Terbuka untuk Umum
Putra dan Putri

Info lebih lanjut (CP) : 081914547674 (Abu Umair)

smg

Wednesday, March 27, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Fatwa Ulama: Menyalurkan Zakat untuk Orang Tua

Posted: 26 Mar 2013 03:00 AM PDT

Fatwa Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz rahimahullah

 

Soal:

Apakah boleh seseorang menyalurkan zakat untuk ibunya?

Jawab:

Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan zakat untuk kedua orang tuanya dan juga tidak boleh pula untuk anak-anaknya. Bahkan kewajiban dia adalah memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika mereka butuh dan ia mampu untuk memberi nafkah.

[Fatawa Al Mar-ah Al Muslimah, terbitan Darul Haytsam, cetakan pertama, 1423 H, hal. 168]

س: هل يجوز إخراج الزكاة من شخص لأمه؟

ج: ليس للمسلم أن يخرج زكاته في والديه ولا في أولاده بل عليه أن ينفق عليهم من ماله إذا احتاجوا لذلك وهو يقدر على الإنفاق عليهم

 

* Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz pernah menjabat sebagai ketua komisi fatwa Kerajaan Saudi Arabia di masa silam.

Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Serial 4 Alam Jin: Rupa Setan

Posted: 25 Mar 2013 09:00 PM PDT

Bahasan kali ini akan ditindaklanjuti dengan melihat rupa setan. Di antaranya setan itu adalah makhluk yang memiliki tanduk dan rupa yang buruk.

Rupa Setan

Setan memiliki rupa yang amat jelek. Bahkan dalam khayalan setiap orang pun sudah tertanam. Kepala setan pun digambarkan dalam Al Qur'an seperti mayang dari pohon yang keluar dari dasar neraka. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ (64) طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ (65)

"Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala. mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan." (QS. Ash Shaffaat: 64-65).

Orang Nashrani di masa silam menggambarkan setan sebagai laki-laki yang hitam kelam yang memiliki jenggot, alis mata yang runcing ke atas, mulut yang mengeluarkan nyala api, bertanduk, memiliki kuku yang panjang dan berekor.

Setan Memiliki Dua Tanduk

Dalil yang menunjukkan bahwa setan memiliki dua tanduk:

Hadits Ibnu 'Umar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَحَرَّوْا بِصَلاَتِكُمْ طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلاَ غُرُوبَهَا فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بِقَرْنَىْ شَيْطَانٍ

"Janganlah kalian melaksanakan shalat saat matahari terbit dan saat tenggelam karena waktu tersebut adalah waktu munculnya dua tanduk setan" (HR. Muslim no. 828).

Dari Ibnu 'Umar pula, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَدَعُوا الصَّلاَةَ حَتَّى تَبْرُزَ ، وَإِذَا غَابَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَدَعُوا الصَّلاَةَ حَتَّى تَغِيبَ  وَلاَ تَحَيَّنُوا بِصَلاَتِكُمْ طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلاَ غُرُوبَهَا ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ

"Jika matahari mulai terbit, tinggalkanlah shalat sampai terang (matahari terbit). Jika matahari mulai tenggelam, tinggalkanlah shalat, sampai benar-benar hilang (tenggelam). Janganlah kalian bersengaja mengerjakan shalat ketika matahari terbit dan tenggelam karena matahari terbit pada dua tanduk setan." (HR. Bukhari no. 3273)

Makna hadits di atas adalah bahwa sekelompok orang musyrik dahulu menyembah matahari. Mereka sujud pada matahari ketika akan terbit dan tenggelam. Ketika itu setan berdiri di arah matahari itu berada supaya orang-orang menyembahnya. Hal ini ditegaskan dalam hadits berikut,

صَلِّ صَلاَةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِينَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ ثُمَّ صَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُورَةٌ

"Laksanakanlah shalat shubuh kemudian berhentilah mengerjakan shalat hingga terbit matahari, hingga pula matahari meninggi karena matahari terbit ketika munculnya dua tanduk setan dan saat itu orang-orang kafir sujud pada matahari. Kemudian setelah itu shalatlah karena shalat ketika itu disaksikan."

Dan hadits itu disebutkan pula,

حَتَّى تُصَلِّىَ الْعَصْرَ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ

"Hingga engkau shalat 'Ashar kemudian setelah itu berhentilah shalat hingga matahari tenggelam karena saat itu matahari tenggelam antara dua tanduk setan dan saat itu orang-orang kafir sujud pada matahari." (HR. Muslim no. 832).

Hadits larangan shalat di atas dipahami untuk shalat yang tidak memiliki sebab seperti shalat sunnah mutlak, yaitu asal shalat sunnah saja dua raka'at. Jika shalat yang memiliki sebab seperti tahiyyatul masjid, shalat gerhana, shalat setelah wudhu, atau qodho' shalat yang luput, maka dibolehkan meskipun pada waktu terlarang untuk shalat. Karena dalam hadits larangan di atas disebutkan,

وَلاَ تَحَيَّنُوا بِصَلاَتِكُمْ

"Janganlah mengerjakan shalat (yang tidak memiliki sebab) secara sengaja …"

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

'Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. 'Umar bin Sulaiman bin 'Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 14 Jumadal Ula 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Sekilas Tentang Kampus Tahfidz Yogyakarta

Posted: 25 Mar 2013 08:59 PM PDT

Kampus Tahfizh adalah Sebuah wadah pergerakan untuk mahasiswa yang berkutat pada pembinaan ruhiyah mahasiswa terhadap Al Qur'an. Harapannya, gerakan ini menjadi embrio menuju peradaban yang qur'ani.

Kampus Tahfizh menawarkan berbagai program yang bertujuan untuk mencetak generasi Pecinta dan Penghafal Qur'an terutama dari dunia kampus.

Berlokasi di Mushala di kampus-kampus Universitas Gajah Mada (UGM) dan juga Masjid sekitar kampus. Rencananya, tempat yang akan dijadikan tempat pembelajaran adalah Mushola Teknologi Fakultas Teknik UGM, Masjid Ibnu Sina Fakultas Kedokteran UGM, Masjid Al Ashri, Masjid Pogung Dalangan dan masjid-masjid lain di sekitar kampus UGM.

Pertemuan yang direncanakan adalah sebanyak 28 pertemuan. Dengan mekanisme tatap muka KBM sebanyak 24 pertemuan, 2 pertemuan UTS berupa Camp Qur'an, dan 2 pertemuan Ujian Akhir dan Kajian Penutup. Tiap sabtu ahad, dengan rentan waktu selama 3 bulan, dari awal bulan Maret sampai awal bulan Juni.

Metode pembelajaran yang ditawarkan berupa pelatihan tahsin dan tajwid, talaqqy, setoran rutin, kajian tematik, kajian rutin, camp qur'an dan kegiatan lainnya.

:: REKAPITULASI ANGGARAN ::

No

Keterangan

Jumlah

1

Launching dan Placement Test Rp. 1.300.000,-

2

KBM Level Tahsin & Level Tahfizh (Feb. – Jun. 2013) Rp. 10.320.000,-

3

Program Pendukung: Kajian Rutin dan Kajian Tematik Rp. 2.700.000,-

4

UTS: Camp Qur'an Rp. 5.400.000,-

5

Magang: Pelatihan Imam Masjid Rp. 750.000,-

6

UAS dan Penutupan Rp. 2.950.000,-

7

Kesekretariatan Rp. 270.000,-

Total

Rp. 23.690.000,-

:: RINCIAN KEGIATAN ::

PROGRAM UTAMA

Kegiatan belajar di "Kampus Tahfizh" memiliki 2 tahap pembelajaran, yakni :

  1. Level Tahsin
  • Mempelajari dasar -dasar tajwid seperti hukum isti'adzah dan basmalah, rincian tempat keluar huruf, rincian sifat-sifat huruf, hukum nun sukun atau tanwin, hukum mim sukun, hukum idghom, hukum mad (bacaan panjang), bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan) huruf, bacaan waqof (berhenti), beberapa istilah dalam membaca Al-Qur'an, beberapa tanda pada Mushaf Madinah, dan bacaan-bacaan di luar kaidah.
  • Membaca Al-Qur'an dengan didampingi oleh ustadz/pemandu untuk kemudian dikoreksi bacaannya. (Talaqqy).
  • Rujukan : Bimbingan Tahsin & Tajwid Al-Qur'an Utsmani, Jilid 3, karya Efendi Anwar
  1. Level Tahfizh
    Level tahfidzh Kampus Tahfizh memiliki tiga level utama, yaitu:
  1. Paket 1 Juz
    (1 Juz dalam waktu 3 bulan)
  1. Paket 2 Juz
    (2 Juz dalam waktu 3 bulan)
  1. Paket 3 Juz
    (3 Juz dalam waktu 3 bulan)

PROGRAM PENDUKUNG

Kegiatan belajar di "Kampus Tahfizh" juga memiliki beberapa program pendukung, seperti :

  1. Kajian Rutin
    Sebanyak satu kali dalam seminggu di masjid-masjid kampus UGM
  1. Kajian Tematik
    Sebanyak Tiga kali dalam satu semester. Bentuk Kegiatan yaitu Kajian umum / tabligh akbar dengan tema beragam.
  1. Camp Sehari Menghafal Al-Qur'an (Sekaligus Ujian Tengah Semester)
    Frekuensi pertemuan :
    Satu Kali dalam satu semester pembelajaran.Bentuk Kegiatan :
    Melakukan camping dan outbond di salah satu tempat pilihan.
  1. Pelatihan Imam Masjid (Magang)
    Menjadi Imam sholat di masjid-masjid yang telah direkomendasikan oleh pengurus, seperti : Masjid Pogung Raya (MPR), Masjid Pogung Dalangan ( MPD), Masjid Al-'Ashri, Mushola Teknologi Fakultas Teknik UGM, Masjid Ibnu Sina Fakultas Kedokteran UGM dan masjid lainnya.

:: DONASI ::

Bagi donatur yang ingin memberikan bantuan dalam kegiatan ini bisa ditransfer ke nomor rekening Bidang Donasi Dakwah YPIA sebagai berikut:

  • Bank BNI Syariah Yogyakarta atas nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari, nomor rekening 024 1913 801.
  • Bank Muamalat atas nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari Yogyakarta, nomor rekening: 000 124 7776.
  • Bank Syariah Mandiri atas nama YPIA Yogyakarta, nomor rekening: 703 157 1329.
  • CIMB Niaga Syariah atas nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari, nomor rekening: 508.01.00028.00.0.

Alamat : Wisma MTI (Misfallah Tholabul Ilmi), Pogung Kidul No. 8C RT. 01 RW. 49, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55284

Keterangan :

Setiap donatur dimohon mengkonfirmasikan donasi yang telah dikirimkan ke nomor:

0857-4722-3366 (Donasi Dakwah YPIA)

Dengan format sbb:

Nama#Alamat#BesarDonasi#TanggalTransfer#Rekening#Kampus Tahfizh

tahfidz

Soal-257: Makna Hari Raya Fitri

Posted: 25 Mar 2013 08:00 PM PDT

Benarkah ftri artinya makan? Apakah Idul Fitri hari raya makan-makan?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Monday, March 25, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Soal-256: Makna Zakat Fitri

Posted: 24 Mar 2013 08:00 PM PDT

Apa makna zakat fitri?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Sunday, March 24, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Larangan Mendahului Allah Dan Rasul-Nya

Posted: 23 Mar 2013 07:36 PM PDT

Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Hujurat:1)

Penjelasan Global

Allah Ta'ala memanggil hambanya dengan sifat iman. Penyifatan iman kepada seorang hamba merupakan sifat agung yang apabila seorang muslim merealisasikan keimanan dalam dirinya akan membawa dirinya untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Dalam ayat tersebut Allah melarang mereka dari mendahului Allah dan rasul-Nya dalam setiap keadaan.

Imam Ibnu Jarir At Thabari rahimahullah berkata,

" Firman Allah (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا) maksudnya wahai orang-orang yang telah meyakini keesaan Allah dan kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Firman Allah (لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ) maksudnya janganlah kalian mendahului ketentuan Allah dalam urusan peperangan dan agama kalian sebelum Allah dan rasul-Nya menetapkan perkara tersebut, sehingga kalian menetapkan yang tidak sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya…"

Makna ayat ini secara umum yaitu, " Janganlah memutuskan suatu perkara kecuali Allah dan rasul-Nya, dan janganlah mendahului keputusan Allah dan rasul-Nya.

Imam Ibnu Jarir menjelaskan, "Adapun tentang ayat ( وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ) maksudnya takutlah wahai orang-orang beriman kepada Allah dalam perkataan kalian, jangan mengatakan sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh Allah dan rasul-Nya serta dalam perkara-perkara lainnya. Dan waspadalah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar terhadap apa yang kalian ucapkan, dan Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian inginkan ketika kalian berbicarara. Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari seluruh urusan kalian dan orang-orang selain kalian"

Penjelasan Ahli Tafsir Tentang Makna Mendahului Allah dan Rasul- Nya

Terdapat beberapa penjelasan perkataan ulama ahli tafsir tentang makna ayat (لَا تُقَدِّمُوا), namun semuanya memiliki makna yang sama.

Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma dalam riwayat 'Ali bin Abu Thalhah berkata, "Janganlah kalian mengatakan sesuatu yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah"

Dalam riwayat 'Athiyyah Al 'Ufi, Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan, " Allah melarang kalian berbicara mendahului kalam Allah"

Imam Mujahid rahimahullah berkata, "Janganlah kalian berfatwa tentang suatu perkara mendahului Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sampai Allah memutuskan perkara tersebut melalui lisan beliau"

Imam Al Hasan rahimahullah berkata, "Mereka adalah sekelompok kaum yang menyembelih pada saat hari raya kurban sebelum Nabi melakukan shlat Idul Adha. Kemudian Nabi memerintahkan mereka untuk mengulang menyembelih hewan kurban."

Imam Adh Dhahak rahimahullah berkata, " Janganlah memutuskan sesutau selain Allah dan rasul-Nya dalam urusan syariat agama kalian"

Ibnu Zaid rahimahullah berkata, " Jangnalah memutuskan sesuatu selain Allah dan rasul-Nya"

Imam Sufyan rahimahullah berkata, " Janganlah memutuskan sesuatu kecuali Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam"

Seluruh penjelasan ulama di atas benar. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan redaksi, namun maknanya tidak saling kontradiksi. Semuanya memiliki makna yang sama, dan makna ayat mencakup seluruh penjelasan di atas.

Hukum Mendahului Allah dan Rasul-Nya

Tidak boleh mendahului Allah dan rausl-Nya dalam beberapa perkara, seperti masalah penghalalan sesuatu, pengharaman sesuatu, penetapan syariat, dan sebagainya. Perkara-kara tersebut haram hukumnya dan seorang mukmin terlarang untuk melakukannya.

Imam Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah berkata, " Ayat ini merupakan penjelasan tentang larangan mendahului Allah dan rasul-Nya. Termasuk dalam hal ini yang pertama adalah membuat syariat yang terlarang, mengharamkan segala sesuatu yang tidak diharamkan, menghalalkan segala sesuatu yang tidak halal. Hal ini tidak diperbolehkan, karena tidak ada keharaman kecuali yang Allah haramkan, tidak ada kehalalan kecuali yang Allah halalkan, dan tidak ada agama kecuali dengan yang Allah syariatkan"

Ayat-Ayat yang Melarang untuk Mendahului Allah dan Rasul-Nya

Terdapat banyak ayat-ayat dalam Al Qur'an yang menjelaskan bahwa hukukm Allah adalah hukum yang paling baik dan sempurna untuk memutuskan semua perkara. Tidak boleh seseorang berhukum dengan selain hukum Allah. Hal ini berkonsekuensi tidak boleh seseorang mengedepankan pendapatnya dan tidak boleh mengambil hukum selain hukum yang Allah tetapkan. Demikian pula tidak boleh mendahului Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sabagaiamana Allah Ta'ala jelaskan,

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya " (QS. An Nisaa':65)

Allah Ta'ala juga berfirman,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. " (QS. Al Hasyr :7)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata" (QS. Al Ahzab:36)

مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً

"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. " (QS. An Nisaa':80)

Semoga sajian ringan ini bermanfaat dan dapat menjadi renungan bagi kita bersama. Wa shallallahu 'alaa Nabiyyina Muhammad.

 

Sumber : Al Manhiyaat fii Surati Al Hujuraat 13-18 karya Dr. 'Ali bin Faazi At Tuwaijiri

Penulis : Adika Mianoki
Artikel Muslim.Or.Id

 

Saturday, March 23, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Soal-255: Masjid Manakah yang Boleh untuk Shalat Tahiyyatul Masjid?

Posted: 23 Mar 2013 07:50 AM PDT

Adakah syarat masjid untuk dilaksanakan shalat tahyatul masjid?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Friday, March 22, 2013

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Kaedah Fiqih (3): Ketika Dua Maslahat Bertabrakan

Posted: 22 Mar 2013 04:00 PM PDT

Manakah yang mesti dipilih ketika ada dua manfaat atau maslahat bertemu dalam satu waktu? Itu yang akan dikaji dalam kelanjutan kaedah fikih kali ini.

Syaikh As Sa’di mengatakan dalam bait syairnya,

فإن تزاحم عدد المصالح

يقدم الأعلى من المصالح

Apabila bertabrakan beberapa maslahat

Maslahat yang lebih utama itulah yang lebih didahulukan

 

Kaedah ini banyak tidak diperhatikan oleh kebanyakan orang. Ketika ada dua maslahat bisa dilakukan berbarengan, maka syukur Alhamdulillah. Namun suatu saat ada dua maslahat bertabrakan dalam satu waktu, maka kita bisa memilih manakah yang lebih manfaat.

Pengertian Kaedah

Yang dimaksud dengan kaedah di atas adalah jika seorang hamba tidak mungkin melakukan salah satu dari dua maslahat kecuali dengan meninggalkan maslahat yag lain, maka apa yang mesti ia lakukan saat itu? Kaedah di atas menunjukkan bahwa dalam kondisi seperti itu hendaklah kita pilih manakah yang lebih manfaat. Walau nantinya akan meninggalkan maslahat yang lebih ringan.

Dalil Pendukung

Dalil-dalil yang mendukung kaedah di atas adalah firman Allah Ta'ala,

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ

"Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu" (QS. Az Zumar: 55).

فَبَشِّرْ عِبَادِ , الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

"Sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal" (QS. Az Zumar: 17-18). Ayat-ayat ini menunjukkan untuk mengikuti yang "ahsan", artinya yang lebih  baik atau yang lebih banyak maslahatnya.

Penerapan Kaedah

Dalam masalah amalan demikian adanya. Ada amalan yang lebih utama dari yang lain. Di sini kami akan beri contoh beberapa penerapan kaedah di atas:

1. Maslahat untuk orang banyak lebih diutamakan daripada maslahat untuk diri sendiri. Menuntut ilmu agama akan bermanfaat untuk orang banyak. Oleh karenanya, menuntut ilmu jika bertabrakan dengan shalat sunnah, maka menuntut ilmu lebih didahulukan. Karena manfaat shalat sunnah akan kembali pada diri sendiri beda halnya dengan menuntut ilmu.

2. Shalat wajib lebih utama dari shalat sunnah. Oleh karenanya, jika shalat wajib telah ditegakkan, maka shalat tersebut lebih didahulukan dari shalat tahiyatul masjid, shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah lainnya.

3. Maslahat yang sifatnya khusus karena bertepatan dengan kondisi tertentu lebih diutamakan dari maslahat yang sifatnya umumu. Contoh, membaca Al Qur'an itu baik secara umum dan amalan ini adalah sebaik-baik dzikir. Namun setelah shalat yang dianjurkan adalah berdzikir, bukan membaca Al Qur'an. Begitu pula ketika pagi-petang, yang lebih diutamakan membaca dzikir pagi-petang jika dzikir tersebut belum ditunaikan.

4. Maslahat yang berkaitan dengan zat ibadah lebih didahulukan dari mashalat yang berkaitan dengan waktu dan tempat. Contoh dalam ibadah thowaf. Dianjurkan ketika thowaf saat tiga putaran pertama untuk melakukan roml (berjalan cepat). Ini adalah maslahat dalam zat ibadah thowaf. Ketika itu juga dianjurkan untuk lebih dekat Ka'bah. Ini anjuran yang berkaitan dengan tempat. Jika saat itu tidak bisa melakukan roml di dekat Ka'bah karena kondisi yang penuh sesak dan hanya bisa dilakukan jauh dari Ka'bah, maka lebih utama tetap melakukan roml meskipun jauh dari Ka'bah. Alasannya, maslahat yang berkaitan dengan zat yaitu roml, lebih didahulukan dari maslahat yang berkaitan dengan tempat, yaitu dekat dengan Ka'bah.

Kaedah ini bisa jadi pertimbangan untuk permasalahan fikih lainnya. Alhamdulillah, dengan memahami kaedah ini kita dapat beramal atau mengambil hukum dengan tepat. Kita berharap agar kebaikan yang ada bisa dilakukan berbarengan. Karena semakin banyak kebaikan yang dilakukan, itulah yang lebih baik. Namun jika tidak memungkinkan melakukan semuanya, maka jangan tinggalkan sebagian. Lakukanlah mana yang lebih maslahat.

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

@ KSU, Riyadh, KSA, 23 Jumadal Ula 1433 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-254: Mengingatkan Kebaikan pada Teman

Posted: 21 Mar 2013 11:30 PM PDT

Bolehkah bagi kita bosan mengingatkan teman, misalnya satu wisma untuk mengaji karena sudah berkali diingatkan?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Mengenal Al Ariyah, Al Minhah, Ad Dayn, Az Za’im

Posted: 21 Mar 2013 08:17 PM PDT

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya (5/293),

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ قَالَ: حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَمَّنْ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " أَلَا إِنَّ الْعَارِيَةَ مُؤَدَّاةٌ، وَالْمِنْحَةَ مَرْدُودَةٌ، وَالدَّيْنَ مَقْضِيٌّ وَالزَّعِيمَ غَارِمٌ "

"Ali bin Ishaq menuturkan kepadaku, Ibnul Mubarak mengabarkanku, Abdurrahman bin Yazid bin Jabir mengabarkan kepadaku, ia berkata bahwa Sa'id bin Abi Sa'id menuturkan kepadaku, dari orang yang mendengar dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda: 'ketahuilah, al 'ariyah (pinjaman) itu harus dikembalikan, al minhah (barang yang diambil manfaatnya) harus dikembalikan, ad dayn (hutang) harus dibayar, dan az za'im (penanggung hutang) statusnya sebagai penghutang'"

Derajat Hadits

Dalam sanad hadits ini terdapat wahm pada nama sahabat yang meriwayatkan hadits, kasus ini disebut jahalatus shahabah. Dan kaidah yang dikatakan oleh para ulama muhaddits:

جهالة الصحابة لا تضر

"jahalatus shahabah itu tidak merusak sanad"

Karena para ulama sepakat bahwa para sahabat itu semuanya 'adil, siapa pun orangnya pernyataannya dipercaya dan diterima.

Lalu Syaikh Al Albani menyatakan: "Ini sanad yang shahih. Semua perawinya tsiqah dan termasuk perawi Bukhari-Muslim, kecuali Ali bin Ishaq As Sulami, namun ia disepakati ke-tsiqah-annya" (Silsilah Ash Shahihah, 2/166). Namun sebenarnya ada permasalahan pada Sa'id bin Abi Sa'id, Syaikh Ahmad Syakir berkata: "Sa'id bin Abi Sa'id diperselisihkan siapa yang dimaksud. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqi (7/342) menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Sa'id bin Abi Sa'id Al Maqbari. Namun Al Khatib Al Baghdadi meragukan hal itu, ia berpendapat yang dimaksud adalah selain Al Maqbari. Ini disetujui oleh Al Mizzi dalam Tahdzibul Kamal (10/471). Keraguan ini didasari oleh penyebutan Sa'id bin Abi Sa'id yang di-taqyid pada sebagian riwayat namun tidak pada sebagian riwayat yang lain, karena adanya wahm pada sebagian riwayat yang status perawinya diperbincangkan. Al Khatib Al Baghdadi sendiri dalam Al Muttafiq Wal Muftariq (2/1045-1046) menguatkan bahwa yang dimaksud adalah Sa'id bin Abi Sa'id As Sahili Al Biruti, bukan Al Maqbari. Sebagaimana terdapat pada sebagian riwayat yang penyebutannya di-taqyid dan lebih perawi-perawinya lebih dikuatkan. Dan Ibnu Abdil Hadi Al Hambali dalam ta'liq beliau (dengan tulisan tangannya) terhadap manuskrip Tuhfatul Asyraf (1/225), dan dinukil oleh Az Zaila'i dalam Nashbur Rayah (4/404) yang intinya bahwa Sa'id bin Abi Sa'id di sini adalah bukan Al Maqbari yang termasuk perawi tsiqah, namun yang benar adalah As Sahili perawi yang statusnya laa yuhtaju bihi" (Takhrij Musnad Ahmad, 37/183). Jika demikian sanad ini dhaif.

Namun terdapat syahid untuk hadits ini. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (5/267),  Ath Thabrani dalam Al Mu'jam Al Kabir (8/135-136), At Tirmidzi (2/252)

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ شُرَحْبِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ الخَوْلَانِيِّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الخُطْبَةِ عَامَ حَجَّةِ الوَدَاعِ: العَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ، وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ، وَالدَّيْنُ مَقْضِيٌّ

Ismail bin Iyyasy menuturkan kepadaku, dari Syurahbil bin Muslim Al Khula'i, dari Abu Umamah Al Bahili berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda "al 'ariyah (pinjaman) itu harus dikembalikan, al minhah (barang yang diambil manfaatnya) harus dikembalikan, ad dayn (hutang) harus dibayar, dan az za'im (penanggung hutang) statusnya sebagai penghutang"

Ismail bin Iyyasy dan Syurahbil statusnya shaduq, sehingga At Tirmidzi berkata: "hadits ini hasan. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Samurah, Shafwan bin Umayyah, Anas, dan juga oleh Abu Umamah dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dalam sanad yang lain". Namun penilaian hasan oleh At Tirmidzi ini dikritisi oleh Al Albani, "dengan semua data ini, maka penghasanan At Tirmidzi tentunya kurang. Jika menimbang banyaknya jalan dan syawahid-nya jelas-jelas menilai hadits ini hanya hasan adalah kurang" (Silsilah Ash Shahihah, 2/167)

Oleh karena itu hadits ini shahih insya Allah.

Faidah Hadits

Al Mulla Ali Al Qari menjelaskan isi hadits ini,
"'al 'ariyah mu'addah ' maksudnya barang pinjaman itu wajib dikembalikan kepada pemiliknya. Namun para ulama khilaf mengenai masalah ini, yaitu seputar masalah adh dhaman (jaminan;garansi). Ulama yang berpendapat wajibnya jaminan dalam pinjaman, mengatakan wajib dikembalikan barangnya jika utuh atau dikembalikan yang senilai barang tersebut jika rusak. Adapun bagi yang tidak mewajibkan jaminan, faidah hadits adalah untuk mewajibkan peminjam untuk bersikap amanah dengan mengembalikan barang tersebut pada pemiliknya.
'al minhah', dengan kasrah dan sukun, apa-apa yang dipinjamkan kepada orang lain yang bisa memberi manfaat tambahan, misalnya seseorang meminjamkan unta perahan kepada temannya agar ia bisa meminum susunya, atau meminjamkan sebuah pohon agar temannya bisa memakan buahnya, atau meminjamkan lahan agar temannya bisa menggarapnya. kata 'al mardudah' maksudnya menjelaskan bahwa dalam minhah itu yang diberikan adalah kepemilikan dari manfaat yang dihasilkan bukan kepemilikan dari barangnya.
'ad dayn maqdhiyyun' maksudnya hutang itu wajib dibayar.
'az za'im' maksudnya penanggung hutang orang lain (kafil), 'gharimun' maksudnya kafil tersebut diwajibkan membayar apa yang diwajibkan terhadap si penghutang yang ditanggung. al ghurmu artinya menunaikan sesuatu yang diwajibkan baginya. Artinya kafil adalah dhamin (penjamin), dan barangsiapa yang menjamin hutang maka ia terkena kewajiban membayarnya" (Mirqatul Mafatih, 5/1978).

Diantara dalil yang menguatkan pendapat adanya dhaman dalam 'ariyah adalah hadits:

أن النبي صلّى الله عليه وسلّم استعار أدرعاً من صفوان بن أمية ـ رضي الله عنه ـ، فقال له صفوان: أغصباً يا محمد؟! قال: بل عارية مضمونة

"Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah meminjam perisai-perisai dari Shafwan bin Umayyah radhiallahu'anhu. Shafwan berkata kepada Nabi: 'Apakah sebagai harta rampasan?'. Nabi bersabda: 'Bukan, ini adalah pinjaman yang dijamin pengembaliannya'" (HR. Al Baihaqi 6/88, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2/209)

Sebagaimana telah dijelaskan Ali Al Qari, terdapat perselisihan panjang dan kuat diantara para ulama mengenai apakah ada dhaman (jaminan;garansi) dalam 'ariyah. Namun bagi kami yang dhaif ini, penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berikut sangatlah memuaskan:

"Kata مضمونة (dijamin) pada hadits tersebut, bagi ulama yang berpendapat adanya jaminan dalam pinjaman dalam keadaan apapun, kata مضمونة adalah shifah kasyifah (sifat yang maknanya menyeluruh) bukan muqayyadah (sifat yang fungsinya pengikat makna). Dan shifah kasyifah itu menunjukkan tidak ada mafhum yang keluar dari hukumnya. Intinya, seolah-olah Nabi berkata: 'ariyah, dan semua ariyah itu dijamin'. Sedangkan bagi ulama yang berpendapat tidak adanya jaminan kecuali terpenuhi syarat, mengatakan bahwa kata مضمونة adalah shifah muqayyadahbukan kasyifah. 

Jika demikian, dua pendapat ini saling bertentangan seputar apakah kata مضمونة (dijamin) adalah shifah muqayyadah ataukah kasyifah? Pada asalnya, ia adalahshifah muqayyadah. Karena andai ia shifah kasyifah, jika kata مضمونة dihilangkan maka kalimat akan tetap utuh dan baik. Sedangkan jika iamuqayyadah, kalimat menjadi tidak utuh tanpanya. Dan asalnya, apa yang sudah disebutkan harus dijelaskan. Oleh karena itu, kata مضمونة disini adalahshifah muqayyadah, inilah yang benar. Sehingga ini menunjukkan bahwa ariyah itu dijamin jika terpenuhi syaratnya, jika tidak, maka tidak ada jaminan" (Syarhul Mumthi', 10/117-118).

Syarat yang dimaksud adalah:

  1. Jika barang yang dipinjam rusak karena sengaja
  2. Jika barang yang dipinjam rusak karena lalai
  3. Jika peminjam berkata bahwa ia berjanji akan menjamin barang tersebut ketika meminjamnya

(lihat Syarhul Mumthi', 10/117).

Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Syahwat Liberal

Posted: 20 Mar 2013 09:36 PM PDT

Kehidupan modern yang ditandai dengan pesatnya kemajuan sains dan teknologi benar-benar telah membuat manusia menjadi lupa diri. Bagai pedang bermata dua, capaian-capaian kemajuan itu memang tidak selalu membawa angin segar bagi perbaikan kondisi spiritual (keimanan) manusia. Kemudahan-kemudahan hidup dengan teknologi yang semakin canggih seringkali membuat manusia kian mudah terjerumus kepada pelanggaran dan malas mengerjakan beban agama. Cara pandang materialis dan dunia oriented menjadi lebih dominan daripada cara pandang keimanan dan tujuan akhirat.

Ditambah lagi, kemajuan sains dan teknologi selama ini didominasi oleh orang-orang Barat yang berfaham materialis-liberalis dan tidak mengenal agama. Bagi orang yang beriman lemah, kenyataan ini semakin menambah beban fitnah keimanan mereka. Akhirnya tidak hanya sains dan teknologi orang-orang Barat yang dipakai, namun asas pemikiran, ideologi, moral, budaya, hukum dan keyakinannya turut diadopsi sedemikian rupa.

Perbudakan Kepada Hawa Nafsu

Revolusi Perancis secara khusus, dan revolusi Industri di Eropa secara umum memang telah berhasil membebaskan manusia dari perbudakan di bawah hegemoni Gereja dan tirani feodalisme, serta menciptakan kemajuan dalam bidang sains dan teknologi. Namun pada saat yang sama, sebetulnya mereka justru terjatuh pada kubangan perbudakan yang lebih parah dari itu; yaitu perbudakan kepada syahwat dan hawa nafsu yang semakin menyeret mereka pada kekufuran, moralitas yang rendah, prinsip dan prilaku yang hina hingga pada batas sederajat dengan hewan, atau lebih dari itu. Wal'iyaadzu billah. Allah berfirman (yang artinya):

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya." (QS. At Tin [95]: 4-5)

"Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al A'raf [7]: 179)

Syaikhul Islam berkata,

المحبوس من حبس قلبه عن ربه تعالى، والمأسور من أسره هواه (الوابل الصيب) 109

"Orang yang terpenjara sebenarnya adalah orang yang hatinya terhalang dari Rabbnya. Dan orang yang tertawan adalah orang yang tertawan oleh hawa nafsunya." (al Wâbil al Shayyib: 109)

Mereka melegalkan kekurufan dan penghinaan terhadap agama atas nama kebebasan berfikir dan berkeyakinan, menganggap biasa prilaku dan akhlak menyimpang atas nama kebebasan individu dan memerangi penerapan syariat Allah atas nama kebebasan berpolitik. Gambaran hidup mereka seperti yang Allah terangkan dalam firman-Nya:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23) وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nyadan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS. Al Jatsiyah [45]: 23-24)

Dari semangat mengikuti hawa nafsu inilah sebetulnya keinginan untuk bebas-merdeka dari segala aturan muncul, terutama aturan agama. Kebebasan berekspresi dan berkeyakinan yang belakangan ini kerap dijadikan alasan untuk melegalkan segala pelanggaran dan penistaan terhadap agama adalah imbas dari cara pandang ini. Padahal, Islam sangat mewanti-wanti agar manusia tidak mengikuti hawa nafsu. Karena hawa nafsu selalu mengajak kepada kesesatan. Dan kesesatan kelak akan berakibat petaka, di dunia, begitu pula di akhirat.

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,"(QS. Maryam [19]: 59)

Allah juga berfirman (yang artinya):

"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu."(QS. Al Mu`minun [23]: 71)

Mempertuhan Akal

Akal merupakan karunia Allah yang sangat menakjubkan dan istimewa. Allah memuliakan dan mengangkat derajat manusia melebihi makhluk-makhluk Allah yang lain dengan akalnya. Allah berfirman:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ

 "Dan sungguh kami telah memuliakan anak Adam." (QS. Al Isra [17]: 70)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa manusia telah dimuliakan dengan akal.(Lihat Tafsir al Baghawy: 5/108)

Karena karunia inilah diantaranya mengapa Allah membebankan tugas ibadah kepada manusia. Karena beban ibadah hanya mampu dikerjakan oleh makhluk yang berakal. Akal dengan fungsinya yang baik seharusnya dapat membuat manusia sadar diri bahwa segala fenomena alam sekitar yang disaksikan, didengar, dan dirasakannya adalah tanda yang sangat jelas atas sang Pencipta dan karenanya manusia harus tunduk dan patuh kepada-Nya. Inilah poin terpenting yang sering Allah singgung seperti dalam firman-Nya, "Tidakkah kalian berfikir?" "Tidakkah kalian berakal?" dan lafadz-lafadz yang lainnya yang menyinggung soal fungsi akal manusia yang seharusnya sampai kepada satu pemikiran bahwa Allah satu-satunya yang harus diibadahi dan ditaati.

Jika manusia telah sampai pada esensi ini, maka selanjutnya, akal tidak dapat dijadikan sebagai sumber setiap kebenaran. Karena akal, seistimewa apa pun ia, tetap terbatas dalam mengetahui kebenaran. Untuk itulah Allah mengutus seorang Rasul dengan membawa wahyu dari-Nya dengan tujuan mengabarkan kepada manusia esensi-esensi lain yang tidak dapat diketahui oleh akal semata.

Syaikhunâ Dr. Sa'ad bin Nashir al Syatsry mengatakan, "Jika kebenaran disumberkan kepada akal, maka akal siapakah yang dipakai? Akal berapa orang? Satu, dua, tiga atau berapa? Bahkan, akal satu orang pun dapat berubah dari masa ke masa. Betapa sering seseorang meyakini sebuah kebenaran berdasarkan akalnya pada suatu waktu, dalam beberapa waktu kedepan akalnya berubah meyakini kebenaran yang lain."

Mensumberkan segala kebenaran kepada akal semata berarti menempatkan akal sebagai Tuhan yang disembah selain Allah. Dengan perbuatan itu manusia berarti telah melepaskan dirinya dari penyembahan (ubudiyyah) kepada Allah, dan menuju kepada penghambaan kepada akal yang hakikatnya adalah hawa nafsu yang ditunggangi oleh setan. Maka, mempertuhan akal sama dengan mempertuhan hawa nafsu dan setan, musuh manusia yang selalu berusaha membuat manusia menyimpang dari jalan Allah.

Manusia dengan akalnya memang mampu mencapai kebenaran. Namun kebenaran akal ditempatkan setelah kebenaran yang dinyatakan oleh wahyu. Ahli iman menjadikan wahyu sebagai pokok dan akal sebagai cabang yang mengikutinya dalam memahami kebenaran. Oleh karena itu, perhatikan firman Allah tentang orang-orang kafir yang kelak di akhirat mengungkapkan penyesalan mereka karena tidak mengikuti kebenaran:

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala." (QS. Al Mulk [67]: 10)

Orang-orang kafir itu pertama mengatakan, "sekiranya kami mendengar" maksudnya mendengar wahyu yang disampaikan oleh para Rasul Allah. Kemudian "memikirkan" maksudnya memikirkan dengan akal dalil-dalil rasional tentang kebenaran yang dikandung oleh wahyu tersebut. Dari sini, kebenaran wahyu sebetulnya didukung oleh akal yang sehat dan selamat dari dari hawa nafsu dan syahwat.

Allah sering menyatakan dalam Al Quran bahwa sebab kesesatan orang-orang kafir itu diantaranya karena mereka tidak menggunakan akalnya dalam memahami ayat-ayat Allah baik berupa kitab suci atau seluruh ciptaannya yang menakjubkan. Perhatikan firman Allah berikut ini:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah)." (QS. Al A'raf [7]: 179)

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

"atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami (dengan akal). Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. Al Furqan [25]: 44)

Ini membuktikan, bahwa orang yang tidak menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah, hakikatnya adalah orang yang tidak memfungsikan akalnya dengan baik. Orang-orang yang mempertuhan akalnya adalah orang yang menzalimi akalnya sendiri. Karena ia menggunakan akalnya pada tempat yang tidak semestinya.

Memancangkan Kembali Prinsip Ubudiyyah

Intinya, pemikiran liberal adalah syahwat menyesatkan yang ingin mencerabut keimanan dari hati-hati manusia, menghancurkan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah untuk menghamba kepada-Nya. Untuk itu, jalan satu-satunya untuk menangkal pemikiran ini baik dari diri kita sendiri dan orang lain adalah dengan senantiasa menguatkan keyakinan kita terhadap prinsip ubudiyyah. Bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, untuk tunduk, taat, cinta, berserah diri, berharap dan takut kepada yang Mahakaya, Mahaterpuji, Mahapencipta dan Mahasempurna. Karena kita hakikatnya makhluk lemah dan miskin. Kehidupan kita sangat tergantung kepada pencipta kita.

Dengan prinsip ubudiyyah ini, kita akan menjadi manusia seutuhnya. Menjadi mulia tanpa kesombongan, berbahagia tanpa menuruti hawa nafsu dan sukses tanpa batas waktu. Wallahu a'lam.

Diselesaikan di Rancabogo, Subang, 27 Februari 2013

Penulis: Ustadz Abu Khaleed Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir)

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-253: Menanamkan Tauhid pada Anak

Posted: 20 Mar 2013 08:00 PM PDT

Bagaimanakah menanamkan pelajaran tauhid kepada anak-anak?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Laporan Donasi Peduli Suriah: Update 20 Maret 2013

Posted: 20 Mar 2013 10:29 AM PDT

Alhamdulillah, tim Peduli Muslim berkerjasama dengan Radio Rodja 756 AM sudah berada di Mesir. Insya Allah, pada tanggal 19 Maret nanti, anggota tim kemanusiaan Peduli Muslim sekaligus tim Radio Rodja 756 AM, akan mulai memasuki Palestina dari perbatasan Rafah Mesir. Selepas misi kemanusiaan di Palestina usai, insya Allah akan dilanjutkan dengan misi kemanusiaan di Suriah pada pertengahan April nanti.

Sejak pertama kali dibuka hingga sekarang Rabu, 20 Maret 2013, donasi yang terkumpul mencapai Rp. 30.229.000,00. Untuk melihat perincian donasi tersebut, Anda bisa mengunjungi situs www.pedulimuslim.com. Insya Allah untuk selanjutnya, donasi sosial kemanusiaan Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari akan dikelola tim Peduli Muslim, dan dilaporkan melalui situs tersebut.

Download Laporan Donasi Peduli Suriah per 20 Maret 2013

Sekilas Keutamaan Surat Al-Ashr

Posted: 19 Mar 2013 10:48 PM PDT

Pada kehidupan dunia yang fana ini, tidak ada seorangpun yang menginginkan dirinya merugi. Akan tetapi, kebanyakan manusia lalai dari hal-hal yang dapat mengantarkannya menuju keberuntungan dan menjauhkannya dari kerugian, serta memberikan kebahagiaan yang hakiki dan menghilangkan kesedihan dalam mengarungi kehidupan yang penuh ujian dan cobaan. Allah telah menggambarkan kerugian yang akan dialami bani Adam kecuali bagi mereka yang bersungguh-sungguh menggapai, mengamalkan, dan mempertahankan hal-hal tersebut agar terus menyelimuti serta menyifati dirinya sampai ajal menjemputnya. Sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya),

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. al-Ashr [103]: 1-3)

Demi masa sesungguhnya semua manusia dalam keadaan merugi baik orang miskin maupun kaya, orang punya pangkat maupun tidak, orang tua maupun muda. Semuanya dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang mempunyai kriteria sebagai berikut:

Pertama: orang-orang yang beriman

Syaikh Abu Bakar al-Jazairi dalam tafsirnya berkata: “Orang-orang yang beriman dikecualikan Allah dari kerugian. Mereka menjadi orang-orang yang beruntung dan tidak tergolong orang-orang yang merugi. Yang dimaksud beriman di sini adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta beriman kepada apa yang didatangkan kepada Rasulullah berupa petunjuk dan agama yang haq (Islam). Dan perlu diperhatikan bahwa iman kepada Allah tidak hanya sekedar ucapan semata, angan-angan yang terlintas semata, atau apa yang terbetik dalam hati seseorang, akan tetapi yang dimaksud dengan iman adalah pengakuan dengan dalam hati, mengucapkannya dengan lisan, dan mengamalkannya dengan anggota badan. Syaikh Utsaimin dalam kitab Majmu’ Fatawa berkata: "Iman menurut Ahlus Sunnah adalah pengakuan dalam hati, mengucapkannya dengan lisan, dan mengamalkannya dengan anggota badan. Makaorang yang beriman kepada Allah apabila meyakini dalam hatinya hal-hal yang berkaitan dengan Allah, kemudian mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan dari tuntutan-tuntunan bagi hamba yang mengaku dan mengucapkan iman tersebut. Dan perlu kita perhatikan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang. Al-Hafidz Abu Bakr Al-Ismaily dalam kitabnya I’tiqad Aimati Ahlil Hadits mengatakan: “Iman itu bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan melakukan kemaksiatan. Barangsiapa yang melakukan ketaatan niscaya akan bertambah imannya. Semoga kita menjadi orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar yang berlandaskan pada ilmu yang haq, berpijak dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk menambah iman kita dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada-Nya.”

Kedua: orang-orang yang beramal shalih

Beliau Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi dalam Tafsirnya mengatakan: “Adapun yang dimaksud dengan amalan shalih adalah amalan-amalan shalih yang wajib dan yang sunnah.” Akan tetapi perlu kita perhatikan bahwa, amalan yang kita amalkan belum tentu diterima Allah Karena amalan baik yang kita amalkan akan menjadi amalan yang shalih yang diterima Allah kalau memenuhi syarat-syarat diterimanya amal, Maka sebagaimana yang dikatakan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu bahwa syarat diterimanya amal di sisi Allah ada tiga:

  1. Beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya
    Alhamdulillah Allah telah memberikan nikmat yang agung dengan menjadikan kita orang Islam dan beriman kepada Allah sehingga terpenuhi syarat yang pertama dari diterimanya suatu amalan. Adapun orang-orang non Islam seperti orang Yahudi, Nasrani dan Majusi walaupun mereka berbuat kebaikan akan tetapi tidak akan diterima amalan mereka di sisi Allah.
  1. Ikhlas
    sebagaimana firman Allah (yang artinya) : “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya” (QS. az- Zumar [39]: 22)
  1. Sesuai dengan yang di datangkan Rasulullah,
    sebagaimana firman Allah (yang artinya) : “… apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka ; terimalah, dan apa yarvg dilarangnya bagirnu, maka tihggalkanlah. dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya” (QS. al-Hasyr [56]:7)

Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa berusaha menghadirkan niat yang ikhlas dan mengharap wajah Allah dan mengikuti amalan Rasulullah agar amalan kita di terima di sisi Allah, Walaupun kadang hati ini terasa berat untuk bisa mengamalkan amalan yang sholih agar diterima Allah dengan memenuhi tiga syarat yang termaktub. Akan tetapi bila kita laksanakan dengan terus-menerus dan bersabar, insya’ Allah hal yang berat akan menjadi ringan. Dan sesungguhnya dalam melakukan ketaatan kepada Allah terdapat kelezatan dan kesenangan yang tidak dapat diketahui seorangpun melainkan orang yang mempraktekkan dan mengamalkannya. Hanya kepada Allah kita memohon agar dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah dan mendapatkan kelezatan serta kebahagiaan di dalamnya.

Ketiga: saling menasehati supaya mentaati kebenaran

Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi berkata: “Maksudnya adalah dengan meyakini suatu kebenaran, mendakwahkannya dan mengamalkannya. Dan yang demikian itu bisa terwujud dengan mengikuti al-Qur’an dan hadits Rasulullah, (dengan pemahaman yang dipahami generasi salafus shalih, pent).”

Menasehati orang lain merupakan ibadah yang banyak keutamaannya: Akan tetapi hal ini sangat membutuhkan keikhlasan ilmu, kelemah-lembutan dan kesabaran. Karena berdakwah denganmenunjukkan jalan keselamatan dan kebenaran penuh rintangan. Walaupun demikian, tidak akan terasa sulit dan berat bagi orang yang berdakwah di jalan Allah sebagaimana dalam firman-Nya (yang aritnya) :

“Siapakah yang lebih. baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang sholih, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri” (QS. Fushshilat: 33) .

Hasan al-Bashri telah membaca ayat yang mulia tersebut, yang artinya (Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah) kemudian beliau mengatakan bahwa seorang da’i itu adalah kekasih Allah, wali Allah, manusia pilihan Allah dan penduduk bumi yang paling dicintai Allah. Kemudian Rasulullah juga mengabarkan tentang keutamaan orang yang berdakwah dengan menunjukkan kebenaran, beliau bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka baginya (pahala) sebagaimana orang yang melakukannya” (HR. Muslim). Dan orang yang mengorbankan dirinya untuk berdakwah dengan ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti metode Rasulullah dalam berdakwah) merupakan orang-orang yang bersungguh-sungguh mengikuti jejak Rasulullah karena beliau sangat gigih mendakwahkan agama yang haq ini, sebagaimana firman Allah (yang artinya) :

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah. dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”" (QS. Yusuf[12]: 108).

Keempat: saling menasehati untuk menetapi kesabaran

Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, dalamTafsirnya mengatakan: “Maksudnya saling menasehati sebagian mereka sebagian yang lain, dengan kebenaran: Supaya kebenaran itu diyakini (dengan hati), disampaikan (dengan lisan), dan diamalkan (dengan anggota badan) serta saling menasehati untuk menetapi kesabaran atas yang demikian itu. Sampai salah satu di antara mereka meninggal sedangkan ia meyakini suatu kebenaran, mengucapkannya dan mengamalkan apa yang datang dari kebenaran itu”.

Saudaraku, kesabaran merupakan perkara yang sangat penting. Kita semua membutuhkannya agar dapat mengarungi kehidupan dunia yang tidak lepas dari ujian. Semoga Allah menjaga jiwa kita untuk tetap istiqamah dalam menuntut ilmu syar’i yang menjadi pelita hati untuk semua penduduk bumi, baik di dunia dan di akhirat nanti. Dan semoga Allah senantiasa memberikan keistiqamahan untuk beramal kebaikan serta memberi keteguhan dalam mendakwahkannya. Akhirnya kepada engkaulah ya Allah Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, penuhilah hati kami dengan kesabaran agar dapat mengarungi ujian dan rintangan dalam mendakwahkan kebenaran sesuai dengan kemampuan.

Marilah kita memperhatikan hal-hal yang bisa melepaskan diri kita dari kerugian di dunia dan akhirat sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ashr serta bersungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita mulia tersebut karena para ulama dalam menempuh jalan ilmu, amal, dan dakwah mereka bersabar dan bersungguh-sungguh di atas. Menuntut ilmu syar’i memiliki kenikmatan tersendiri yang dapat membuat, orang lupa dari kenikmatan dunia. wahai saudaraku sekalian perhatikanlah perjalanan hidup ulama salaf yang rela menanggung penderitaan untuk meraih ilmu.

Syaikh Muhammad bin Thahir al Maqdisi berkata: “Saya pernah mengalami kencing berdarah dua kali ketika belajar hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Makkah. Itu karena saya berjalan tanpa alas kaki di bawah terik matahari yang menyengat, sehingga saya mengalami kencing berdarah tersebut dan saya tidak pernah naik kendaraan ketika belajar hadits kecuali sekali saja, sedangkan saya membawa sepuluh kitab di atas pundak”. Inilah di antara keadaan ulama salaf yang teguh dan gigih dalam menempuh jalan kemuliaan dengan menuntut ilmu. Semoga Allah menjadikan kita orang yang dapat mengambil ibrah dari jerih payah ulama salaf dalam menuntut ilmu dan mewariskan kegigihannya pada jiwa kita semua.

Inilah sekelumit perjalanan hidup ulama salaf yang bersemangat dalam menempuh jalan ilmu, amal dan dakwah serta bersabar di atasnya sehingga menjauhkan mereka dari kerugian dan membawa menuju kemuliaan dunia dan akhirat. Hanya ini yang bisa kami sampaikan semoga khutbah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan jama’ah umumnya. Serta dapat menjadikan orang yang lalai segera menyadari kesalahan dan mencari ampunan Rabb-nya. Dan menjadikan kita mampu memiliki sifat-sifat yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya dalan surat Al-Ashr, karena hal inilah yang dapat menghindarkan kita dari kerugian di dunia dan akhirat. Aamiin.

Penulis: Ustadz Abu Hammam Kiryani, BA.
Artikel Muslim.Or.Id

Soal-252: Ber-kunyah Dengan Nama Abul Qasim

Posted: 19 Mar 2013 08:00 PM PDT

Disebutkan dalam kitab At-Tibyan karya An Nawawi, ada ulama yang bernama Abul Qasim, bukankah itu khusus untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Serial 3 Alam Jin: Setan dan Iblis Bukan Malaikat

Posted: 19 Mar 2013 01:30 AM PDT

Setan banyak dibicarakan dalam Al Qur'an dan ia termasuk bagian dari alam jin. Saat awal penciptaan, ia taat pada perintah Allah dan ia menghuni langit bersama para malaikat, bahkan ia berada di surga. Kemudian ia durhaka pada Rabbnya ketika ia diperintah sujud pada Adam, ia sombong sehingga ia pun terusir.

Setan dan Namanya

Setan dalam bahasa Arab berarti sombong atau congkak. Ia disebut demikian karena kecongkakan dia di hadapan Rabbnya. Ia pun disebut thoghut sebagaimana terdapat dalam ayat,

الَّذِينَ آَمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

"Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah." (QS. An Nisaa': 76). Setan disebut thoghut karena ia telah melampaui batas dengan kesombongan dan kecongkakan di hadapan Rabbnya, serta ia rela disembah oleh makhluk lainnya.

Setan juga termasuk makhluk yang putus asa dari rahmat Allah. Oleh karenanya ia dinamakan pula iblis. Iblis dalam bahasa Arab berarti tidak memiliki kebaikan apa-apa dan artinya berputus asa.

Jika kita menelaah Al Qur'an dan hadits, kita akan tahu bahwa setan adalah makhluk berakal, punya keinginan dan bergerak, bukan seperti anggapan sebagian orang yang menyatakan sebagai ruh jelek saja.

Setan Bagian dari Jin

Sebagaimana telah disebutkan bahwa setan adalah bagian dari jin. Namun perkara ini terus jadi perselisihan sejak masa silam hingga saat ini. Dalil yang jadi pegangan adalah firman Allah Ta'ala,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (QS. Al Baqarah: 34). Ayat ini dan semisalnya menunjukkan bahwa Allah mengecualikan iblis dari para malaikat, sekaligus menunjukkan bahwa keduanya sejenis.

Dalam kitab tafsir dan tarikh telah dinukil berbagai pendapat ulama yang menunjukkan bahwa iblis dulunya adalah bagian dari malaikat. Namun sebenarnya yang tepat adalah bahwa pengecualian yang disebutkan di atas tidak menunjukkan bahwa iblis dan malaikat secara tegas itu sejenis. Karena ada kemungkinan istitsna (pengecualian) dalam ayat itu terputus dan menunjukkan berbeda jenis. Bahkan inilah yang benar dan dibuktikan dalam ayat lain,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya." (QS. Al Kahfi: 50).

Dan kita juga punya dalil pendukung yang shahih bahwa jin bukanlah malaikat dan bukan manusia sebagaimana dalam hadits,

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

"Malaikat diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari nyala api. Adam diciptakan dari apa yang telah ada pada kalian." (HR. Muslim no. 2996).

Al Hasan Al Bashri berkata, "Iblis bukanlah malaikat sama sekali." (Al Bidayah wan Nihayah, 1: 79). Ibnu Taimiyah juga berkata, "Setan sebelumnya bagian dari malaikat dilihat dari sisi bentuknya. Namun dilihat dari sisi asli dan kesamaan tidaklah sama." (Majmu' Al Fatawa, 4: 346)

Apakah Setan Aslinya dari Jin?

Apakah setan aslinya dari jin atau satu golongan dengan jin, maka tidak ada dalil tegas yang mendukung hal ini. Namun yang nampak lebih kuat adalah setan itu satu golongan dengan jin sebagaimana disebutkan dalam ayat,

إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ

"Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya." (QS. Al Kahfi: 50).

Adapun Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa setan aslinya dari jin sebagaimana Adam adalah asal dari manusia.

Demikian sedikit penjelasan tentang setan dan pembahasan lanjutan akan ditindaklanjuti berikutnya dengan berharap kemudahan dari Allah.

Hanya Allah yang memberi taufik dan kemudahan.

 

Referensi:

'Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. 'Umar bin Sulaiman bin 'Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 7 Jumadal Ula 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-251: Beda Hadits Gharib dengan Hadits Dha’if

Posted: 18 Mar 2013 08:00 PM PDT

Apa beda hadits gharib dengan hadits dha’if?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Sejarah Kodifikasi Hadits

Posted: 18 Mar 2013 05:30 PM PDT

Hadis Nabawi atau Sunnah Nabawiyyah adalah satu dari dua sumber syariat Islam setelah Al-Quran. Fungsi hadits dalam syariat Islam sangat strategis. Diantara fungsi hadis yang paling penting adalah menafsirkan Al-Qur`an dan menetapkan hukum-hukum lain yang tidak terdapat dalam Al-Qur`an. Begitu pentingnya kedudukan hadits, pantas jika salah seorang ulama berkata, "Al-Qur`an lebih membutuhkan kepada Sunnah daripada Sunnah kepada Al-Qur`an."

Dahulu, para sahabat yang biasa mendengarkan perkataan Nabi dan menyaksikan tindak-tanduk dan kehidupan Nabi secara langsung, jika mereka berselisih dalam menafsirkan ayat Al-Quran atau kesulitan dalam menentukan suatu hukum, mereka merujuk kepada hadits Nabi. Mereka sangat memegang teguh sunnah yang belum lama diwariskan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pelengkap wahyu yang turun untuk seluruh manusia.

Sejak jaman kenabian, hadis adalah ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslimin. Hadits mendapat tempat tersendiri di hati para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang datang setelah mereka. Setelah Al-Quran, seseorang akan dimuliakan sesuai dengan tingkat keilmuan dan hapalan hadisnya. Karena itu, mereka sangat termotivasi untuk mempelajari dan menghafal hadis-hadis Nabi melalui proses periwayatan. Tidak heran, jika sebagian mereka sanggup menumpuh perjalanan beribu-ribu kilometer demi mencari satu hadits saja.

Di awal pertumbuhan ilmu hadis ini, kaum muslimin lebih cenderung bertumpu pada kekuatan hapalannya tanpa menuliskan hadis-hadis yang mereka hapal sebagaimana yang mereka lakukan dengan Al-Qur`an. Kemudian, ketika sinar Islam mulai menjelajah berbagai negeri, wilayah kaum muslimim semakin meluas, para sahabat pun menyebar di sejumlah negeri tersebut dan sebagiannya sudah mulai meninggal dunia serta daya hapal kaum muslimim yang datang setelah mereka sedikit lemah, kaum muslimin mulai merasakan pentingnya mengumpulkan hadis dengan menuliskannya.

Masa Sahabat

Sebetulnya, kodifikasi (penulisan dan pengumpulan) hadis telah dilakukan sejak jaman para sahabat. Namun, hanya beberapa orang saja diantara mereka yang menuliskan dan menyampaikan hadis dari apa yang mereka tulis. Disebutkan dalam shahih al-Bukhari, di Kitab al-Ilmu, bahwa Abdullah bin 'Amr biasa menulis hadis. Abu Hurairah berkata, "Tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih banyak hadisnya dari aku kecuali Abdullah bin 'Amr, karena ia biasa menulis sementara aku tidak."

Namun, kebanyakan mereka hanya cukup mengandalkan kekuatan hapalan yang mereka miliki. Hal itu diantara sebabnya adalah karena di awal-awal Islam Rasulullah sempat melarang penulisan hadis karena khawatir tercampur dengan Al-Qur`an. Dari Abu Sa'id al-Khudri, Bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah menulis dariku! Barangsiapa menulis dariku selain Al-Quran, maka hapuslah. Sampaikanlah dariku dan tidak perlu segan.." (HR Muslim)

Masa Tabi'in dan setelahnya

Tradisi periwayatan hadis ini juga kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh tabi`in sesudahnya. Hingga datang masa kepemimpinan khalifah kelima, Umar Ibn Abdul'aziz. Dengan perintah beliau, kodifikasi hadits secara resmi dilakukan.

Imam Bukhari mencatat dalam Shahihnya, kitab al-ilmu, "Dan Umar bin Abdul 'aziz menulis perintah kepada Abu Bakar bin Hazm, "Lihatlah apa yang merupakan hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu tulislah, karena sungguh aku mengkhawatirkan hilangnya ilmu dan lenyapnya para ulama."

Ibnu Hajar mengatakan, "Dapat diambil faidah dari riwayat ini tentang permulaan kodifikasi hadis nabawi. Dahulu kaum muslimin mengandalkan hapalan. Ketika Umar bin Abdul aziz merasa khawatir –padahal beliau ada di akhir abad pertama- hilangnya ilmu dengan meninggalnya para ulama, beliau memandang bahwa kodifikasi hadis itu dapat melanggengkannya.

Abu Nu'aim meriwayatkan dalam tarikh ashfahan kisah ini dengan redaksi, "Umar bin Abdul 'aziz memerintahkan kepada seluruh penjuru negeri, "lihatlah hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kumpulkanlah."

Diantara yang pertama kali mengumpulkan hadis atas perintah Umar bin Abdul 'aziz adalah Muhammad bin Muslim, ibnu Syihab az-Zuhry, salah seorang ulama ahli Hijaz dan Syam. Setelah itu, banyak para ulama yang menuliskan hadis-hadis Rasulullah dan mengumpulkannya dalam kitab mereka.

Di Mekah ada Ibnu Juraij (w 150 H) dengan kitab "as-sunan", "at-Thaharah", "as-shalah", "at-tafsir" dan "al-Jaami". Di madinah Muhammad bin Ishaq bin Yasar (w 151 H) menyusun kitab "as-sunan" dan "al-Maghazi", atau Malik bin Anas (w 179 H) menyusun "al-Muwaththa". Di Bashrah Sa'id bin 'Arubah (w 157 H) menyusun "as-sunan" dan "at-tafsiir", Hammad bin Salamah (w 168 H) menyusun "as-sunan". Di Kufah Sufyan ast-Tsauri (w 161 H) menyusun "at-Tafsir", "al-Jami al-Kabir", al-Jami as-Shaghir", "al-Faraaidh", "al-Itiqad"

Al-'Auza'I di Syam, Husyaim di Washith, Ma'mar di Yaman, Jarir bin Abdul hamid di ar-Rai, Ibnul Mubarak di Khurasan. Semuanya adalah para ulama di abad ke dua. Kumpulan hadis yang ada pada mereka masih bercampur dengan perkataan para sahabat dan fatwa para ulama tabi'iin.

Begitulah juga penulisan hadis ini menjadi tradisi ulama setelahnya di abad ke tiga dan seterusnya. Hingga datang zaman keemasan dalam penulisan hadis. Ia adalah periode Kitab Musnad Ahmad dan kutub sittah. Diantaranya adalah dua kitab shahih. Al-Imam al-Bukhari, seorang ulama hadis jenius yang memiliki kedudukan tinggi, menulis dan mengumpulkan hadis-hadis shahih dalam satu kitab yang kemudian terkenal dengan nama "shahih al-Bukhari". Diikuti setelahnya oleh al-Imam Muslim dengan kitab "shahih muslim".

Tidak hanya itu, zaman keemasan ini telah menelurkan kitab-kitab hadis yang hampir tidak terhitung jumlahnya. Dalam bentuk majaami, sunan, masanid, 'ilal, tarikh,  ajzaa` dan lain-lain. Hingga, tidak berlalu zaman ini kecuali sunnah seluruhnya telah tertulis. Tidak ada riwayat yang diriwayatkan secara verbal yang tidak tertulis dalam kitab-kitab itu kecuali riwayat-riwayat yang tidak diperhitungkan.

 

Rujukan Utama:

  • Muqaddimah Mushahhih Kitab "Ma'rifah 'Ulum al-Hadis", al-Hakim an-Naisaburi.
  • Al-Manhaj al-Muqtarah lii fahmi al-Musthalah, Syaikh DR. Syarif Hatim al-'Auni
  • Fathul Bariy, al-Hafidz ibnu Hajar.
  • dll
Penulis: Ustadz Abu Khaleed Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir)
Artikel Muslim.Or.Id

Safari Dakwah Syaikh Haitsam bin Muhammad Sarhan (Jabotabek & Yogyakarta)

Posted: 18 Mar 2013 03:10 AM PDT

Kabar gembira untuk para penuntut ilmu di Jabodetabek, Yogyakarta dan sekitarnya. Insya Allah beberapa pekan ke depan, Syaikh Haitsam bin Muhammad Jamil Sarhan hafizhahullah akan mengunjungi Indonesia dan memberi pengajaran kepada kaum muslimin Indonesia.

Beliau adalah ulama dari kota Madinah An Nabawiyah, pengajar tetap di Ma’had Al Haram di Masjid Nabawi kota Madinah, beliau juga pengajar rutin di Masjid Dzun Nurain kota Madinah. Beliau juga da’i di Kementrian Agama Saudi Arabia, beliau juga sahabat dekat Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili hafizhahullah. Beliau juga membina ma’had online At Ta’shil Al Ilmi yang dapat diakses di alamat http://attasseel-alelmi.com

Jabotabek

Waktu: Sabtu dan Ahad / 11-12 Jumadil Ula 1434 H atau 23-24 Maret 2013

Tempat: Masjid Al Barkah (Radio Rodja), ds. Kampung Tengah, Cileungsi, Bogor

Jadwal:

  • 09.00 – 15.00: kajian kitab Syarh Durusul Muhimmah Li ‘Ammatil Ummah "Pelajaran Penting untuk Seluruh ummat" karya Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz rahimahullah (kajian diterjemahkan dan terbuka untuk umum bagi putra/putri)
    download matan kitab:
    http://www.binbaz.org.sa/mat/8559 atau
    http://www.islamhouse.com/p/1871
  • 15.30 – 20.00: kajian Kitab Manzhumah Al Qawa'idul Fiqhiyyah karya Syaikh Abdurrahman Bin Naashir As Sa'dy rahimahullah (kajian dengan bahasa Arab tanpa penerjemah, khusus putra)
    download matan:
    http://ar.islamway.net/book/1124
    download matan dengan tambahan penjelasan dari Syaikh Asy Syatsri:
    http://www.islamhouse.com/p/1950

Informasi : (021) 823 3661 / 081 823 6543 (khusus SMS)

Yogyakarta

Waktu : Senin dan Selasa / 13-14 Jumadil Ula 1434H atau 25-26 Maret 2013

Tempat : Masjid Ma’had Jamilurrahman, Kp. Sawo, Wirokerten, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta

Jadwal :  Ba’da Shalat Ashar Sampai pukul 21.00 WIB dengan pembahasan ”Manzhumah Al Qawa'idul Fiqhiyyah” Karya Syaikh Abdurrahman As Sa’di

Informasi: 08122745704

Pesantren Al I’tishom Gunungkidul Menerima Santri Baru

Posted: 18 Mar 2013 01:30 AM PDT

Pondok Pesantren Al I'tishom kembali menerima santri baru pada tahun ajaran 2013/2014. Pesantren ini adalah salah satu pesantren berkualitas yang mengajarkan prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

PROGRAM PENDIDIKAN

1. MTs Putra dan Putri (terpisah)

Status : terakreditasi

Daya tampung : 32 santri putra dan 32 santri putri

Masa studi : 3 tahun (putra putri) dan plus 1 tahun pendalaman materi (khusus putri)

2. SMK jurusan Teknologi Hasil Pertanian (khusus putri)

Status : terakreditasi

Daya tampung : 32 santri

Masa studi : 3 tahun dan plus 1 tahun pengabdian

3. Takhosus Tahfizhul Qur'an (khusus putri)

Daya tampung : 15 santri

Masa studi : 3 tahun dan plus 1 tahun pengabdian

FASILITAS PENDIDIKAN

Sarana pendidikan terpisah untuk Putra/Putri, Masjid,Asrama,Ruang kelas Representatif , Ruang Praktek SMK, Koperasi, Unit Usaha.

TENAGA PENDIDIK

Pendidik (Pengajar dan Pengasuh) dari alumni Pondok Pesantren terpercaya dan Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia yang memiliki komitmen terhadap pendidikan generasi Islam.

BIAYA PENDIDIKAN

JALUR SWADANA :

Pilihan 1 :

a. Uang Makan : Rp. 275.000

b. Syahriyah/Bulanan : Rp. 50.000

c. Asrama/Kesehatan : Rp. 25.000

d. Subsidi silang : Rp. 50.000

Total per bulan : Rp. 400.000

Pilihan 2 :

a. Uang Makan : Rp. 275.000

b. Syahriyah/Bulanan : Rp. 50.000

c. Asrama/Kesehatan : Rp. 25.000

d. Subsidi silang : Rp. 25.000

Total per bulan : Rp. 375.000

Pilihan 3 :

a. Uang Makan : Rp. 275.000

b. Syahriyah/Bulanan : Rp. 50.000

c. Asrama/Kesehatan : Rp. 25.000

d. Subsidi silang : Rp. 0

Total per bulan : Rp. 350.000

Pilihan 4 :

a. Uang Makan : Rp. 275.000

b. Syahriyah/Bulanan : Rp. 0

c. Asrama/Kesehatan : Rp. 25.000

d. Subsidi silang : Rp. 0

Total per bulan : Rp. 300.000

JALUR BEASISWA :

Biaya pendidikan, asrama, kesehatan, dan makan ditanggung orangtua/ wali dan subsidi dari pihak pondok pesantren sesuai dengan kesepakatan.

Persyaratan pengajuan beasiswa adalah:

1. Keluarga tidak mampu/miskin/yatim.

2. Orang tua/wali datang sendiri.

3. Fotocopi KTP Orangtua/wali 1 lembar

4. Fotocopi Kartu keluarga Orangtua/wali 1 lembar

5. SKTM dari Pemerintah Desa asli dan Fotocopy legalisir 2 lembar.

6. Kartu jamkesmas calon santri (Jika memiliki)

7. Surat permohonan (disediakan pesantren)

8. Rekomendasi dari da'I/lembaga Islam

9. Penentuan beasiswa melalui wawancara

Catatan:

• Persyaratan tidak lengkap tidak diproses dan dianggap mengikuti program SWADANA

• Wawancara orangtua/ wali pada saat pendaftaran

• Beasiswa hanya biaya bulanan, untuk biaya daftar ulang tidak ada beasiswa.

SYARAT PENDAFTARAN

Persyaratan Umum:

1. Diantar orang tua/wali calon santri

2. Mengisi Formulir Pendaftaran

3. Mengisi peryataan izin dan blangko kesanggupan orang tua/wali.

4. Menyerahkan ijazah asli (wajib)

5. Menyerahkan SKHUN asli (wajib)

6. Fotocopi ijazah = 5 lembar (dilegalisir)

7. Fotocopi SKHUN = 5 lembar(dilegalisir)

8. Fotocopi Akte kelahiran = 2 lembar

9. Fotocopi kartu ujian nasional

10. NISN (bagi yang memiliki)

11. Fotocopi KTP orang tua = 1 lembar

12. Fotocopi Kartu keluarga = 1 lembar

13. Pas photo terbaru 3×4 = 5 lembar , 2×3 = 4 lembar (putri wajib berjilbab)

14. Biaya pendaftaran : Rp.150.000,-

15. Kartu jamkesmas calon santri (Jika memiliki)

Persyaratan Khusus:

MTs : PUTRA/PUTRITamat SD/MI/ Sederajat

SMK TPHP : PUTRITamat SMP/MTs/ Sederajat

TAKHASUS : PUTRITamat SMP/MTs/SederajatAtau SMU/SMK/ sederajat

WAKTU PENDAFTARAN

Gelombang I : 27 April- 20 Mei 2013

Pengumuman : 27 Mei 2013

Daftar ulang : 28 – 31 Mei 2013

Gelombang II : 1- 24 Juni 2013

Pengumuman : 1 Juli 2013

Daftar ulang : 2-5 Juli 2013

PROSEDUR PENDAFTARAN

Pendaftaran dan tes seleksi langsung dengan system PELAYANAN SEHARI:

• Pendaftaran dan tes Hanya dilaksanakan pada hari Sabtu, Ahad, dan Senin pukul 08.00- 15.00

• Materi tes seleksi adalah Al Qur'an, maple umum, minat dan kesehatan

• Santri yang diterima akan diumumkan melalui website: www.alitishom.com, email orangtua/ wali dan sarana lainnya.

• Calon santri diterima resmi apabila lulus seleksi dan melunasi 50% pada waktu yang ditentukan, dan sisanya dibayarkan paling lambat 15 Juli 2013

• Pembayaran daftar ulang melalui transfer bank, bukti transfer harap ditunjukkan ketika awal masuk.

• Apabila kuota telah terpenuhi maka gelombang ke-2 ditiadakan

• Santri yang sudah diterima sudah harus di pondok pesantren pada hari Ahad, 18 Agustus 2013, dengan diantar oleh orangtua/ wali. Sekaligus serah terima dan pertemuan wali.

TEMPAT PENDAFTARAN

Kampus Putra : Gg.Wijayakusuma 140, Kepek,Wonosari,Gunungkidul,D.I.Yogyakarta 55813

Kampus Putri : Banaran RT 12 RW 03 Playen,Playen, Gunungkidul,D.I.Yogyakarta 55861

BIAYA DAFTAR ULANG

MTS PUTRA:

1. Kitab,Buku Modul Pelajaran,LKS (1 tahun) : Rp. 300.000

2. Infaq Prasarana : Rp. 200.000

3. Infaq pengembangan : Rp. 750.000

4. Masa Ta'aruf Santri Baru : Rp. 75.000

5. Seragam : Rp. 450.000

6. Infaq Koperasi : Rp. 100.000

7. Infaq perpustakaan : Rp. 100.000

JUMLAH : Rp. 2.000.000

MTS PUTRI:

1. Kitab,Buku Modul Pelajaran,LKS (1 tahun) : Rp. 300.000

2. Infaq Prasarana : Rp. 200.000

3. Infaq pengembangan : Rp. 750.000

4. Masa Ta'aruf Santri Baru : Rp. 75.000

5. Seragam : Rp. 500.000

6. Infaq Koperasi : Rp. 100.000

7. Infaq perpustakaan : Rp. 100.000

JUMLAH : Rp. 2.050.000

SMK PUTRI :

1. Kitab,Buku Modul Pelajaran,LKS (1 tahun) : Rp. 350.000

2. Infaq Prasarana : Rp. 200.000

3. Infaq pengembangan : Rp. 750.000

4. Masa Ta'aruf Santri Baru : Rp. 75.000

5. Seragam : Rp. 450.000

6. Infaq Koperasi : Rp. 100.000

7. Infaq perpustakaan : Rp. 100.000

JUMLAH : Rp. 2.100.000

TAKHASUS:

1. Kitab,Buku Modul Pelajaran,LKS (1 tahun) : Rp. 150.000

2. Infaq Prasarana : Rp. 200.000

3. Infaq pengembangan : Rp. 750.000

4. Masa Ta'aruf Santri Baru : Rp. 75.000

5. Seragam : Rp. 300.000

6. Infaq Koperasi : Rp. 100.000

7. Infaq perpustakaan : Rp. 100.000

 

INFORMASI DAN KONSULTASI

Sekretariat PSB

Telpon : (0274) 7486796

E-mail : pontrenalitishom@gmail.com

Website : www.alitishom.com

Atau dapat menghubungi :

Pimpinan Pesantren : Ust.Sa'id Syamsul Huda: 085228320016.

Panitia PSB Putra : Ust. Musthofa :085292607055.

brosur Penerimaan Siswa Baru Al I'tishom

Info selengkapnya: http://alitishom.com/?p=243

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-250: Adzan Shubuh Dua Kali

Posted: 17 Mar 2013 08:00 PM PDT

Sebagian masjid, adzan shubuh dua kali, apakah hal itu disunnahkan?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Amalan Shalih, Untuk Siapa?

Posted: 17 Mar 2013 04:00 PM PDT

Allah Subhanahu Wa ta'ala berfirman,

مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ

"Barangsiapa melakukan amal salih maka demi kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang melakukan keburukan maka hal itu akan merugikan dirinya sendiri. Dan tidaklah Rabbmu berbuat zalim kepada hamba." (QS. Fushshilat: 46)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Artinya; barangsiapa yang melakukan suatu amal salih maka sesungguhnya kemanfaatan amalnya itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Allah maha kaya sehingga tidak membutuhkan perbuatan hamba. Meskipun mereka semuanya berada dalam keadaan sebagaimana orang yang hatinya paling bertakwa, maka hal itu pun tidak akan menambah apa-apa terhadap keagungan kerajaan-Nya barang sedikit pun." (lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [6/264] cet. Dar Thaibah)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka hanya saja [manfaat] hal itu [juga] demi kepentingan dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kaya sehingga tidak membutuhkan alam semesta." (QS. al-'Ankabut: 6)

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, "Sesungguhnya bisa jadi ada seorang yang senantiasa berjihad walaupun tidak pernah menyabetkan pedang -di medan perang- suatu hari pun." (lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [6/264] cet. Dar Thaibah)

Hidup di dunia tidaklah sepi dari ujian dan cobaan. Oleh sebab itu hendaknya setiap diri berjuang dan bersungguh-sungguh dalam berupaya menyelamatkan dirinya dari kebinasaan dan demi menggapai kebahagiaan. Allah ta'ala berfirman,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ

"Apakah kalian mengira bahwa kalian akan begitu saja masuk surga sedangkan Allah belum mengetahui [melihat] siapakah orang-orang yang bersungguh-sungguh diantara kalian dan  untuk mengetahui siapakah orang-orang yang sabar?" (QS. Ali 'Imran: 142)

Dengan ujian inilah akan tampak siapakah orang yang benar keimanannya dengan orang yang hanya berpura-pura. Allah ta'ala berfirman,

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

"Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka benar-benar Allah akan mengetahui [membuktikan] siapakah orang-orang yang jujur dan akan mengetahui siapakah orang-orang yang dusta." (QS. al-'Ankabut: 3)

Oleh sebab itu semestinya setiap hamba yang takut akan perjumpaan dirinya dengan Allah dalam keadaan hina untuk mengisi waktunya dengan amal salih dan nilai-nilai keimanan serta menghadapi berbagai fitnah dengan kesabaran. Allah ta'ala berfirman,

مَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

"Barangsiapa yang berharap bertemu dengan Allah, maka sesungguhnya ketetapan ajal dari Allah itu pasti datang, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-'Ankabut: 5)

Imam al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan maksud ayat ini, "Para ulama ahli tafsir sepakat bahwa maksud ayat ini adalah; barangsiapa yang merasa takut akan kematian hendaklah dia melakukan amal salih karena sesungguhnya kematian itu pasti akan mendatanginya." (lihat al-Jami' li Ahkam al-Qur'an [16/338-339])

Kematian tidak bisa dielakkan. Tidak ada yang bisa berlari untuk menghindar darinya. Oleh sebab itu -wahai saudaraku- membekali diri untuk menyambutnya adalah sebuah keniscayaan. Allah ta'ala telah menegaskan,

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

"Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kalian senantiasa berusaha lari darinya, sesungguhnya ia pasti datang menemui kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat yang mengetahui perkara yang gaib dan yang tampak, lalu Allah akan mengabarkan kepada kalian dengan apa yang dahulu kalian kerjakan." (QS. Al-Jumu'ah: 8)

Membekali diri dengan keimanan, meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, dan berjuang di jalan Allah. Membekali diri dengan sabar dan syukur. Membekali diri dengan tauhid dan amal salih. Membekali diri dengan pundi-pundi ketakwaan. Inilah jalan orang-orang yang merindukan rahmat dan ampunan-Nya. Allah ta'ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah serta berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 218)

Dikisahkan, bahwa suatu hari Abud Darda' radhiyallahu'anhu melihat seorang lelaki ketika menghadiri jenazah. Lelaki itu berkata, "Jenazah siapakah ini?". Maka Abud Darda' berkata, "Inilah dirimu, inilah dirimu. Allah ta'ala berfirman,

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ

"Sesungguhnya engkau pasti mati dan mereka pun pasti akan mati." (QS. Az-Zumar: 30) (lihat Aina Nahnu min Haa'ulaa'i karya Abdul Malik al-Qasim, hal. 110)

Dikisahkan bahwa Muhammad bin al-Munkadir rahimahullah menangis sejadi-jadinya menjelang kematiannya. Lalu ada orang yang bertanya kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis?". Maka beliau mengangkat pandangan matanya ke langit seraya berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah memerintah dan melarang kepadaku lalu aku justru berbuat durhaka. Jika Engkau mengampuni [diriku] sungguh Engkau telah memberikan anugerah [kepadaku]. Dan apabila Engkau menghukum [aku], sungguh Engkau tidak melakukan kezaliman [kepadaku]." (lihat Aina Nahnu min Haa'ulaa'i, hal. 94)

Allah ta'ala berfirman,

تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ۚ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

"Itulah negeri akhirat yang Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian [keangkuhan] di atas muka bumi dan berbuat kerusakan. Dan sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Qashash: 83)

al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, "Masuk ke alam dunia ini adalah sesuatu yang ringan/mudah. Akan tetapi keluar darinya -dengan sukses dan selamat, pent- adalah sesuatu yang berat/tidak sederhana." (lihat Aina Nahnu min Haa'ulaa'i, hal. 94)

Abud Darda radhiyallahu'anhu berkata, "Jika disebut nama-nama orang yang sudah mati maka anggaplah keadaan dirimu seperti halnya salah satu diantara mereka." (lihat Aina Nahnu min Haa'ulaa'i, hal. 68)

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kesudahan yang baik di alam dunia ini dan menjadikan kita sebagai penghuni surga-Nya. Allahul musta'aan.

Penulis: Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Serial 2 Alam Jin: Pengingkaran Terhadap Keberadaan Jin

Posted: 17 Mar 2013 07:30 AM PDT

Muslim.Or.Id kembali melanjutkan pembahasan alam jin. Sebagian orang ada yang mengingkari keberadaan jin dengan berbagai alasan yang mengada-ngada. Bahkan  sebagian orang musyrik menyatakan bahwa yang dimaksud jin adalah arwah-arwah bintang. Demikian yang disebutkan dalam Majmu' Al Fatawa, 24: 280.

Sedangkan golongan falasifah (ahli filsafat) berpendapat bahwa jin hanyalah keinginan jelek di hati manusia, sedangkan malaikat adalah keinginan baik. Demikian disebutkan dalam Majmu' Al Fatawa, 4: 346.

Ada pula peneliti kontemporer yang menganggap bahwa jin hanyalah mikroba yang sudah ditemukan dalam penelitian mutakhir. Dan juga ada pendapat dari Dr. Muhammad Al Bahi yang menyatakan bahwa jin itu sama dengan malaikat, keduanya dianggap berada dalam satu alam.

Tidak Tahu Tidak Bisa Menjadi Dalil Akan Tidak Adanya Sesuatu

Para pengingkar jin ini asalnya beralasan dengan ketidaktahuan mereka akan wujud jin. Padahal tidak adanya ilmu tidak bisa menjadi dalil akan tidak adanya sesuatu. Allah Ta'ala katakan terhadap orang-orang semacam ini,

بَلْ كَذَّبُوا بِمَا لَمْ يُحِيطُوا بِعِلْمِهِ

"Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna" (QS. Yunus: 39).

Begitu pula manusia sebenarnya hanya diberikan ilmu yang sedikit. Allah Ta'ala berfirman,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”." (QS. Al Isra': 85). Jadi tidak seenak kita menentukan sesuatu itu ada atau tidak dan bagaimana gambarannya terkhusus untuk masalah alam ghaib yang kita tidak tahu.

Dalil yang Menunjukkan Adanya Jin

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Tidak ada satu pun yang mengingkari keberadaan jin dari kaum muslimin. Tidak ada yang mengingkari pula bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus pada kalangan jin. Dan mayoritas orang kafir pun menetapkan adanya jin. Adapun orang Yahudi dan Nashrani, mereka mengakui adanya jin sebagaimana kaum muslimin. Jika ada dari kalangan ahli kitab tersebut yang mengingkari keberadaan jin, maka sama halnya dengan sebagian kaum muslimin seperti Jahmiyah dan Mu'tazilah. Akan tetapi mayoritas kaum muslimin mengakui adanya jin.

Pengakuan seperti ini dikarenakan keberadaan jin itu secara mutawatir dari berita yang datang dari para nabi. Bahkan keyakinan terhadap jin sudah ma'lum bidh dhoruroh yaitu tidak mungkin seseorang tidak mengetahui perkara tersebut[1]." (Majmu' Al Fatawa, 19: 10).

Di tempat lain, Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Seluruh kelompok kaum muslimin mengakui keberadaan jin sebagaimana pula mayoritas kaum kafir dan sebagian besar ahli kitab, begitu pula kebanyakan orang musyrik Arab dan selain mereka dari keturunan Al Hadzil, Al Hind dan selain mereka yang merupakan keturunan Haam, begitu pula mayoritas penduduk Kan'an dan Yunan yang merupakan keturunan Yafits. Jadi mayoritas manusia mengakui adanya jin." (Majmu' Al Fatawa, 19: 13).

Beberapa dalil pendukung dari Al Qur'an,

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآَنًا عَجَبًا

"Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan." (QS. Al Jin: 1).

Begitu pula dalam ayat dalam surat yang sama,

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (QS. Al Jin: 6).

Juga dalam ayat dalam surat lainnya,

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآَنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ

"Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan." (QS. Al Ahqaf: 29).

Dan masih banyak dalil lainnya dalam Al Qur'an yang menyebutkan keberadaan jin. Di samping itu banyak pula yang menyaksikan dan mendengar keberadaan jin. Namun yang menyaksikan tidak tahu kalau itu jin. Mereka mengklaim itu adalah arwah atau makhluk ghaib. Sebagai bukti pula bahwa Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berbicara dengan kalangan jin, mengajari mereka, dan membacakan Al Qur'an untuk mereka.

Adapun yang menyatakan bahwa jin itu satu alam dengan malaikat, maka itu keliru. Karena alam kedua golongan tersebut berbeda. Malaikat tidak makan dan tidak minum, serta tidak durhaka pada perintah Allah dan hanya melakukan yang diperintahkan. Sedangkan jin itu ada yang pendusta, jin pun makan dan minum, dan durhaka pada perintah Allah.

 

Referensi:

'Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. 'Umar bin Sulaiman bin 'Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 5 Jumadal Ula 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id



[1] Al ma'lum minad diin bid dhoruroh bisa berarti:

1- Mujma' 'alaih (sesuatu yang disepakati), contoh wajibnya shalat lima waktu

2- Laa yasa'u ahadan jahluhu, tidak mungkin seseorang tidak mengetahui perkara tersebut

3-Ushul wa qowa'id al islam, pokok dan landasan agama seperti rukun Islam yang lima

(Penjelasan Syaikh 'Ali bin 'Abdul 'Aziz Asy Syibl dalam kajian Al Qowa'idul Arba')

Soal-249: Shalat Malam Karena Ujian

Posted: 16 Mar 2013 09:00 PM PDT

Apakah orang yang shalat malam karena ada ujian itu boleh?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

4 Syarat Poligami

Posted: 15 Mar 2013 03:53 PM PDT

Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam. Poligami juga adalah syariat yang banyak juga ditentang di antara kaum muslimin. Yang katanya merugikan wanita, menurut mereka yang memegang kaedah emansipasi perempuan.

Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Para ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:

1- Seorang yang mampu berbuat adil

Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring." (HR. Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)

Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.

Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), "…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…" (QS. An-Nisa: 3)

2- Aman dari lalai beribadah kepada Allah

Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam melakukan poligami.

Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…" (QS. At-Taghabun: 14)

3- Mampu menjaga para istrinya

Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.

Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!

Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4- Mampu memberi nafkah lahir

Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.

Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), "Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…" (QS. An-Nur: 33)

Demikian tulisan singkat tentang poligami. Poligami adalah syariat mulia yang bisa bernilai ibadah. Namun untuk melaksanakan syariat tersebut membutuhkan ilmu, dan terpenuhi syarat-syaratnya. Jika anda merasa tidak mampu memenuhi 4 syarat di atas, maka jangan coba-coba untuk berpoligami.

Penulis: Wiwit Hardi Priyanto

Artikel Muslim.Or.Id

Kajian Umum Tafsir dan Ushul Tafsir (16, 23,24 dan 30 Maret 2013, Yogyakarta)

Posted: 15 Mar 2013 01:02 AM PDT

Hadirilah, Semarak Kajian Tafsir dan Dasar Tafsir

Kajian Tafsir

Pemateri
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc.

Waktu Kajian
Sabtu, 16 Maret 2013
Pukul 08.30 – 15.00 WIB

Kitab Rujukan
Syarh ba'dhi fawa'id surah al-Fatihah, karya Syaikh Shalih Al Fauzan (fotokopian kitab gratis)

Tempat Kajian
Masjid Al Ashri, Pogung Rejo

Ushul Tafsir

Pemateri
Ustadz Abu Yasir, M.A.

Waktu Kajian
Sabtu, 23 Maret 2013 (pukul 08.30 – 15.00)
Ahad, 24 Maret 2013 (pukul 13.00 – 15.00)
Sabtu, 30 Maret 2013 (pukul 08.30 – 15.00)

Kitab Rujukan
Ushul fit Tafsir, karya Syaikh Muhammad bin shalih Al Utsaimin

Tempat Kajian
Masjid Al Ashri, Pogung Rejo, Sleman, DIY

Kontak Kajian
0857 3203 8110 (putra)
0852 9299 5015 (putri)

Gratis, Terbuka Untuk Umum
Putra-Putri

Penyelenggara
:: Ma’had al-’Ilmi Yogyakarta
:: Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari

Kajian Ma'had ilmi

Serial 1 Alam Jin: Penciptaan dan Bentuk Fisik Jin

Posted: 14 Mar 2013 11:00 PM PDT

Dalam beberapa serial ke depan, Muslim.Or.Id -insya Allah- akan mengangkat suatu pembahasan mengenai alam jin karena urgennya pemahaman terhadap makhluk Allah yang satu ini, ditambah beberapa kekeliruan pemahaman yang ada di tengah-tengah masyarakat. Semoga bermanfaat.

Jin Tertutup dari Pandangan Manusia

Perlu diketahui bahwa jin berada di alam yang berbeda, bukan di alam manusia, bukan pula di alam malaikat.

Jin dinamakan jin karena mereka tertutup dari pandangan manusia. Ibnu 'Aqil mengatakan bahwa jin disebut jin karena mereka menjauh dan tertutup dari pandangan manusia. Demikian nukilan dari Aakamul Marjaan fii Ahkamil Jaan. Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ

"Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka." (QS. Al A'raf: 27).

Jin Diciptakan dari Api

Jin diciptakan dari api sebagaimana disebutkan dalam tiga dalil berikut ini,

وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ

"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas." (QS. Al Hijr: 27).

Begitu pula disebutkan dalam surat Ar Rahman,

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

"Dan Dia menciptakan jin dari nyala api." (QS. Ar Rahman: 15).

Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, dari 'Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

"Malaikat diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari nyala api. Adam diciptakan dari apa yang telah ada pada kalian." (HR. Muslim no. 2996).

Jin Diciptakan Lebih Dulu daripada Manusia

Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (26) وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ (27)

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas" (QS. Al Hijr: 26-27).

Bentuk Fisik Jin

Kita tidaklah bisa memastikan bentuk fisik jin kecuali berdasarkan dalil. Di antara dalil menyebutkan bahwa jin memiliki qolbun (jantung, hati). Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al A'raf: 179). Di dalam ayat ini disebutkan pula bahwa jin di samping memiliki hati (jantung), juga memiliki mata dan telinga. Bahkan setan memiliki suara sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ

"Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu (ajakanmu)" (QS. Al Isra': 64). Ayat di atas membicarakan tentang setan (iblis).

Bahkan dalam berbagai hadits juga disebutkan bahwa setan memiliki lisan, jin itu makan, minum, dan tertawa, juga disebutkan berbagai sifat lainnya.

Berbagai Sebutan untuk Jin

Ada berbagai macam penyebutan jin dalam bahasa Arab:

1- Untuk jin murni, maka disebut jinni

2- Untuk  yang tinggal bersama manusia disebut 'aamir, bentuk pluralnya adalah 'ammaar

3- Jin yang mengganggu anak kecil disebut arwah

4- Yang jahat dan sering mengganggu adalah syaithon (setan)

5- Yang lebih jahat lagi adalah maarid

6- Yang paling jahat dan begitu garang adalah ifriit, bentuk pluralnya adalah 'afaarit.

Disebutkan dalam hadits riwayat Ath Thobroni dan Al Hakim dengan sanad shahih, jin itu ada tiga kelompok:

1- Jin yang terbang di udara

2- Jin yang berbentuk ular dan anjing

3- Jin yang lepas dan berjalan

Demikian bahasan ringkas untuk serial perdana ini. Moga Allah mudahkan untuk dilanjutkan pada serial berikutnya.

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

'Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. 'Umar bin Sulaiman bin 'Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 3 Jumadal Ula 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-248: Telat Qadha Puasa Ramadhan

Posted: 14 Mar 2013 08:00 PM PDT

Saudara saya belum sempat mengqadha puasa ramdahan tahun lalu, dan sekarang sudah masuk waktu ramadhan, apakah masih ada kesempatan mengqadha setelah ramadhan selesai?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Berislam Secara Utuh

Posted: 14 Mar 2013 07:16 PM PDT

Tidak dapat disangkal lagi bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai Allah 'Azza wa Jalla karena Islam adalah agama yang datang dari Rabbul 'alamin. Maka siapa pun orangnya yang mencari-cari agama selain agama Islam, maka ia akan ditolak di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam." (QS Alu Imran: 19).

Juga penegasan-Nya:

وَ مَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَ هُوَ فِي الْأخِرَةِ مِنَ الْخسِرِيْنَ

"Dan siapa yang mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi." (QS Alu Imran: 85)

Yaitu, Siapa yang menempuh suatu jalan  selain yang Allah syariatkan kelak di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih, "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan termasuk perkara kami, maka ia tertolak." (Tafsir Al-Quran Al-'Azhim III/103).

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu melaporkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَ لَا نَصْرَانِيٌّ وَ مَاتَ وَ لَمْ يُؤْمِنُ بِي إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari kalangan umat ini baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar (dakwah)ku sedangkan ia wafat dalam keadaan tidak beriman kepadaku, kecuali dia termasuk penduduk neraka." (HR Muslim dalamShahih-nya)

Bukti yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama sempurna yang diridhai Allah adalah firman-Nya dalam surat Al-Maidah ayat ke-3, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu."

Dalam hal ini juga, telah berkata Abu Dzarr Jundub bin Junadah radhiyallahu 'anhu, "Sungguh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam telah wafat. Tidaklah ada seekor burung yang mengepakkan kedua sayapnya ke udara kecuali beliau telah mengingatkan (menjelaskan) ilmunya kepada kita." Selanjutnya Abu Dzarr berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah ada sesuatu yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali sudah dijelaskan kepada kalian." (HR Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)

Bahkan yang mengakui kesempurnaan Islam tidak hanya orang di kalangan Islam sendiri, sampai pun Yahudi mengakuinya. Dengarkanlah pengakuan seorang Yahudi kepada Salman Al-Farisi radhiyallahu 'anhu, "Sungguh, Rasul kalian telah menjelaskan (segala hal) kepada kalian sampai buang hajat." Selanjutnya Salman radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Beliau telah melarang kami menghadap kiblat saat buang air besar dan kecil atau beristinja dengan tangan kanan, beristinja dengan kotoran atau belulang." (HR Muslim)

Maka tidaklah ada suatu kebaikan yang dengannya seoramg hamba mendekatkan diri kepada Rabb-nya kecuali telah beliau ajarkan. Demikian dengan hal-hal yang menjerumuskan kepada keburukan, maka beliau telah memperingatkan jauh-jauh hari darinya.

Allah Jalla wa 'Ala sendiri menjelaskan kesempurnaan Kitab-Nya yang menjadi pedoman umat Islam (yang artinya), "Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Quran) sebagai penjelas segala sesuatu." (QS An-Nahl: 89) Juga firman-Nya (yang artinya), "Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab (Al-Quran)." (QS Al-An'am: 38)

Seluruh dalil ini adalah sebagai bantahan buat orang nyleneh dari kalangan Liberal yang mengganggap bahwa semua agama itu sama dan juga sebagai bantahan untuk para ahli bid'ah yang menganggap bahwa risalah yang disampaikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam belum sempurna sehingga perlu disempurnakan lagi dengan mengada-ngadakan amalan-amalan baru yang belum dikenal di tiga kenerasi awal. Padahal Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam dengan tegas mengatakan:

وَ شَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كَلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَ كُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

"Dan seburuk-buruk perkara adalah apa yang diada-adakan. Karena sesunggunya setiap yang diada-adakan itu bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan neraka tempatnya."

Dalil-dalil yang mengancam perilaku bid'ah tidak hanya sampai ini saja, namun masih banyak lagi. Di antaranya ialah sabda beliau shallalahu 'alaihi wa sallam:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

"Siapa yang mengada-ngadakan suatu perkara dalam urusan kami ini yang bukan wewenangnya, maka ia tertolak." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Siapa yang mengerjakan sesuatu yang bukan termasuk perkara kami, maka ia tertolak."

Berkata 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, "Setiap bid'ah adalah sesat meski manusia memandangnnya baik."

Imam Darul Hijrah, Malik bin Anas rahimahullah, berkata, "Barangsiapa yang membuat suatu bid'ah dalam Islam yang dipandang baik, maka sungguh dia telah mengira bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah berlaku khianat terhadap risalah. Sebab, Allah berfirman, 'Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu…'  Apa yang pada hari itu bukan agama, pada hari ini juga tetap bukan agama." (Riwayat Abu Dawud)

Kewajiban mengambil seluruh syariat Islam dan tidak membeda-bedakannya

Setelah mengetahui kebenaran dan kesempurnaan agama Islam, sepantasnya orang segera memeluk Islam agar keselamatan segera menghampirinya. Baginda Nabi Muhammad 'alaihi afdhalush shalatu was salam dalam suratnya yang ditujukan kepada raja Romawi, Herakliaus:

أَسْلِمْ تَسْلَمْ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، أَسْلِمْ يُئْتِكَ اللهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ

"Peluklah Islam Anda akan selamat. Masuklah ke dalam Islam Anda akan selamat. Masuklah ke dalam Islam, niscaya Allah akan melimpahkan kepada Anda ganjaran dua kali lipat." (HR Al-Bukhari)

Dan bagi yang sudah memeluk Islam untuk memegang erat-erat seluruh syariatnya tanpa memilah dan memilih. Dan sangat tidak pantas orang yang berperinsip, "Apa yang disukai dikerjakan dan yang bertentangan dengan hawa nafsu ditinggalkan." Bukankah Allah secara tegas telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memeluk Islam secara sempurna. Dia berfirman:

 يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً وَ لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia merupakan musuh yang nyata bagimu." (QS Al-Baqarah: 208)

Berkaitan dengan ayat ini dan satu ayat setelahnya, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullah mengatakan, "Ini merupakan titah dari Allah Ta'ala kepada orang-orang beriman agar mereka masuk { فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً (ke dalam Islam secara keseluruhan)}, yaitu dalam seluruh syariat agama dan tidak meninggalkan darinya sedikit pun dan agar tidak menjadi orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya; jika perkara yang disyariatkan itu sesuai dengan hawa nafsu dikerjakannya namun jika bertentangan ia akan meninggalkannya. Akan tetapi yang menjadi kewajiban adalah hawa nafsu itu haruslah mengikuti agama. Dan agar ia mengerjakan setiap yang ia mampu berupa perbuatan-perbuatan baik dan yang belum mampu ia (tetap) memandangnya wajib dan berniat (mengerjakan)nya sehingga niatnya itu dapat menggapainya.

"Oleh karena masuk ke dalam Islam secara keseluruhan tidak akan mungkin dan tergambar kecuali dengan menyelisihi langkah-langkah setan, Allah berfirman, '…dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan', yaitu dalam bermaksiat kepada Allah.'Sesungguhnya dia (setan) adalah musuh nyata bagi kalian', dan musuh yang nyata tidak akan memerintah kecuali dengan keburukan, kekejian, dan yang membahayakan kalian." (Taisir Al-Karim Ar-Rahman hlm. 78)

"Oleh karena itu," kata Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi hafizhahullah, "Jika ada seseorang berkata, 'Aku menerima Islam dan memeluknya, hanya saja apa yang diharamkannya berupa minuman dan makanan, aku tidak mengharamkannya.' Atau yang lain mengatakan, 'Aku memeluk Islam, namun aku tidak mau mengakui puasa karena ia akan melemahkan kekautan badanku.' Atau yang lain mengatakan, 'Aku memeluknya tapi aku enggan mengakui apa yang ditetapkan Islam bahwa bagian wanita itu setengah daripada bagian laki-laki dalam pewarisan.' Atau lainnya berkata, 'Aku mengakui Islam, tetapi aku tidak mau mengakui hukum potong tangan pencuri atau rajam pezina muhshan (yang sudah kawin).'

"Apakah Islam mereka ini bisa diterima? Jawabannya, tidak akan diterima selamanya. Mereka adalah orang-orang kafir yang kekal di neraka jika mereka mati dalam keadaan kafir semacam ini." (Nida'at Ar-Rahman li Ahli Al-Iman hlm. 20)

Beliau juga mengatakan, "Dan tidak diperkenankan bagi seorang mukmin yang sejati kecuali berserah diri secara sempurna kepada Allah Ta'ala. Yang demikian itu dengan menerima apa yang Dia syariatkan dan tidak memilih-milihnya dengan menerima sebagian dan menolak yang sebagiannya."

Allah Ta'ala juga berfirman memerintahkan kepada manusia agar menerima semua yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam (artinya), "Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Dan bertawqalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras siksa-Nya." (QS Al-Hasyr: 7)

Syaikh Muhammad Nawawi bin 'Umar Al-Bantani rahimahullah dalam tafsirnya, At-Tafsir Al-Munir li Ma'alim At-Tanzil(II/509), berkata, "Wajib patuh, karena beliau tidak berucap menurut nafsunya. Dan ini mengharuskan apa yang diperintahkan Nabishallallahu 'alaihi wa sallam merupakan titah dari Allah. Meskipun ayat ini khusus tentang fai', namun seluruh perintah dan larangannya termasuk di dalamnya."

Kebinasaan bagi Orang yang memilah-milah ajaran Islam

Ketika seseorang telah memutuskan dirinya untuk memeluk agama Islam yang memang satu-satunya agama yang benar sebagaimana diterangkan di atas, maka haruslah ia menerima seluruh konsekuensinya secara sempurna tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Ia harus melakukan seluruh ajarannya tanpa terkecuali. Demikian juga ia harus berserah diri kepada hukum yang Allah turunkan; baik hukum itu sudah diketahui hikmahnya atau belum.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan dalam risalahnya yang amat berharga, Al-Ushul Ats-Tsalatsah, "(Islam adalah) berserah diri kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kemusyrikan dan pelakunya."

Maka jika seorang muslim mendengar titah dari Allah dan Rasul-Nya, maka tak ada pilihan baginya kecuali mentaati perintah tersebut dengan penuh kerelaan dan keridhaan. Allah berfirman , "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS An-Nisa': 65)

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." (QS Al-Ahzab: 36)

Adapun orang-orang yang memilah-milah ajaran Islam dalam artian jika ajaran itu sesuai dengan kebutuhan mereka maka akan mereka ikuti namun jika tidak serta-merta mereka meninggalkannya, maka ini adalah kebiasan kaum munafik.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan apabila mereka diseru kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS An-Nur: 47-50)

Akan tetapi sikap seorang mukmin sejati adalah tunduk dan patuh sebagaimana lanjutan ayat di atas, "Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar, dan kami patuh.'  Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS An-Nur: 51)

Demikian juga kebiasaan buruk dalam beragama ini sudah menjadi kebiasaan umat sebelum umat ini. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, 'Kami beriman kepada sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain),' serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman dan kafir). Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyiapkan siksaan yang menghinakan untuk orang-orang yang kafir itu." (QS An-Nisa': 150-151)

Ancaman Allah kepada orang-orang yang setengah-setengah dalam berislam adalah sangat besar. Dimana Allah Ta'ala berfirman:

أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَ تَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ، فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذلِكَ مِنْكُمْ إِلّا خِزْيٌّ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّوْنَ إِلَى أَّشَّدِّ الْعَذَابِ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ

"Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab  dan ingkar kepada sebagian kepada sebagian (yang lainnya)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian itu di antara kalian selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Baqarah: 85)

Dalam ayat selanjutnya Allah 'Azza wa Jlla menyebutkan sebab mengapa ada orang yang memilih-milih syariat untuk dikerjakan. Dia berfirman, "Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan siksanya dan mereka tidak akan ditolong."

Maka sepantasnya bagi seseorang yang mengaku dirinya sebagai seorang mukmin agar dengan lapang dada dalam menerima seluruh syariat Islam dan tidak membeda-bedakannya. Inilah sifat seorang mukmin sebenarnya. "Ucapan seorang mukmin yang apabila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka hanya, 'Kami mendengar dan kami taat.' Dan merekalah orang-orang yang beruntung." (QS An-Nur: 51)

Adapun hawa nafsu, maka sepatutnya tidak dijadikan sebagai tolak ukur kebaikan karena dia hanya akan mengajak kepada keburukan sebagaimana firman Allah ketika menghikayatkan perkataan Nabi Yusuf 'alaihissalam –menurut suatu pendapat-,"Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang dirahmati Rabb-ku." (QS Yusuf: 53)

Lebih jauh lagi Allah Ta'ala berfirman, "Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya?" (QS Al-Jatsiyyah: 23)

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ

"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu." (QS Al-Mukminun: 71)

Disebutkan dalam sebuah hadits, "Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai nafsunya mengikuti apa yang aku bawa."

Karena pada dasarnya seorang yang berislam berarti ia menyerahkan dirinya kepada Allah dan tunduk hanya kepada-Nya. Apa pun yang Allah titahkan akan dilakukannya dan apa pun yang dilarang akan dijauhinya. Inilah prinsip yang benar bagi seorang muslim.

Yang memperihatinkan adalah adanya penindasan-penindasan yang tidak hanya dilakukan orang-orang kafir terhadap syariat Islam serta tuduhan-tuduhan miring yang mereka alamatkan kepada setiap muslim yang konsisten terhadap agamanya. Bahkan hal semacam ini juga terjadi di perguruan-perguruan tinggi yang berlabelkan "Islam".

Padahal jika kita cermat mengamati seluruh syariat Islam, tentu kita akan mendapatinya di puncak keindahan dan kekokohan. Seluruh maslahatnya akan berpulang kepada hamba. Oleh sebab itu kita jumpai dalam kaidah fiqih, "Pembuat syariat (Allah) tidak menitahkan kecuali maslahatnya murni atau dominan dan tidak melarang kecuali mafsadatnya murni atau dominan." (Al-Qawa'id wa Al-Ushul hlm. 27)

Adapun hukum-hukum Islam seperti rajam, potong tangan, cambuk, dan seterusnya yang dianggap tidak berkeprimanusiaan oleh musuh-musuh Islam dari kalangan orang kafir dan liberal, maka itu merupakan pandangan dan pendapat yang sangat dangkal dan sama sekali jauh dari kebenaran dan realita yang ada. Karena sebenarnya yang tidak berkeprimanusiaan itu adalah pelaku kejahatan itu dan mereka sendiri. Hal ini sudah dibuktikan oleh penemuan-penemuan keajaiban dan hikmah yang begitu menakjubkan dalam syariat-syariat Islam. Tapi karena hati yang sudah terkunci dan sudah terlanjur benci, maka yang baik pun tetap dipandang buruk meski lubuk hati mereka yang terdalam tidak dapat mengingkarinya. Kesombongan itulah biang keroknya. "Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS An-Naml: 14)

Padahal sikap membenci syariat agama termasuk pembatal Islam. Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam Nawaqidh Al-Islam, "(Pembatal Islam) kelima: siapa yang membenci sesuatu dari apa yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meski ia kerjakan, maka ia kafir." Pernyataan ini disimpulkan dari firman Allah, "Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang Allah turunkan lalu Allah menghapus seluruh amal-amal mereka." (QS Muhammad: 9)"

Begitu pula termasuk pembatal Islam adalah tindakan memperolok-olok syariat Islam. Allah berfirman (yang artinya), "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan beralasan, 'Sesungguhnya kami hanya bersendau gurau dan main-main saja.' Katakanlah, 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?' Tidak usah kalian meminta mencari-cari alasan, karena kalian telah kafir setelah beriman." (QS At-Taubah: 65-66)

Sebuah contoh akibat buruk bagi orang yang enggan menjalankan syariat Islam adalah sebagaimana laporan Imam Muslim rahimahullahdalam kitab Shahih-nya, "Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah bersabda, 'Makanlah dengan tangan kananmu!' Dia malah menjawab, ‘Aku tidak bisa.’ Beliau bersabda, 'Benarkah kamu tidak bisa?' -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya."

Berkata Abul 'Aliyyah Ar-Rayahi rahimahullah, "Pelajarilah oleh kalian Islam itu. Apabila kalian sudah mempelajarinya, janganlah kalian benci. Hendaklah kalian mengambil shirath mustaqim (jalan yang lurus). Karena jalan yang lurus adalah Islam. Dan kalian jangan menyimpang ke kanan maupun ke kiri dari jalan yang lurus itu. Ambillah sunnah Nabi kalian dan waspadalah terhadap hawa nafsu ini yang melontarkan  permusuhan dan kebencian di tengah pengagumnya." (Diriwayatkan Ibnu Baththah).

Semoga shalawat beriringan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad, keluarga, shahabat, dan siapa pun yang teguh serta tegar mengikuti sunnah-sunnahnya dengan penuh ketundukan.  Allahua'lam. []

Penulis: Firman Hidayat
Artikel Muslim.Or.Id

Nasihat Asy Syaikh Rabi’ Pada Pertemuan Salafiyyin Di Qatar

Posted: 14 Mar 2013 12:30 AM PDT

بسم الله الرحمن الرحيم

Setelah hamdalah dan shalawat serta salam kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau berkata:

Pada pertemuan ini saya ingin berbicara bersama saudara-saudaraku dan orang-orang yang aku cintai karena Allah seputar perkara-perkara yang bermanfaat bagiku –insyaAllah- dan bermanfaat bagi mereka (juga) di kehidupan dunia ini dan (kehidupan) akhirat (kelak)

Sesungguhnya perkara terpenting dalam agama ini adalah mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam peribadatan kepada-Nya dan pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan perkara ini telah ditunjukkan oleh Al Qur'an Al Karim dan sunnah nabawiyah dan semua Rasul –Alaihimus-Shalatu was-Salam- mengajak (umat mereka) kepada perkara ini. Landasan pokok ini merupakan poros dakwah segenap Nabi –Alaihimus-Shalatu was-Salam- karena pentingnya perkara ini. Dan juga karena hal ini merupakan pokok utama dari landasan-landasan agama. Agama ini tidak akan menjadi lurus tanpanya dan amalan seseorang tidak akan diterima kecuali apabila ia menegakkan perkara ini. Perbedaan yang ada di antara para nabi –Alaihimus-Shalatu was-Salam- hanyalah pada perkara tauhid ibadah yang merupakan makna dari syahadat "Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad Rasulullah, yaitu pada risalah penutup, "dan bahwasanya Nuh rasululah", "dan bahwasanya Ibrahim rasulullah, "dan bahwasanya Shalih rasulullah" dstnya.

Semua Nabi –Alaihimus-Shalatu was-Salam- datang dengan membawa dakwah yang besar ini. Dan tidak seorang pun ketinggalan dari berdakwah kepadanya. Dan dalam mendakwahkannya mereka mendapatkan gangguan yang hanya Allah Ta'aala saja yang mengetahui (kadarnya). Nuh Alaihissalaam berdakwah selama 950 tahun, menyeru kepada tauhid ini, tauhid ibadah kepada Allah dan mengikhlaskan agama ini hanya untuk-Nya dan menunggalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam peribadahan. Dan perkara ini merupakan kandungan dari syahadat: Laa ilaaha illallaah. Seribu tahun (kurang) beliau tidak melangkahinya dan konsentrasi kepadanya.

Begitu pula Shalih Alaihissalaam dan Ibrahim dan selain mereka dari para rasul yang kisah mereka Allah ceritakan kepada kita di dalam Al Qur'an dan selain mereka dari (rasul-rasul) yang tidak Allah kisahkan kepada kita. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menceritakan kisah rasul-rasul ini dan sebagian nabi-nabi dan sejarah mereka dan Dia tidak menceritakan kepada kita (nabi-nabi) yang lainnya. Maka wajib bagi kita untuk beriman kepada nabi-nabi tersebut seluruhnya, dari yang telah disebutkan di dalam Al Qur'an dan yang tidak disebutkan.

Termasuk dari landasan pokok keimanan: beriman kepada rasul-rasul tersebut, yang mana mereka mengajak untuk mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan mencintai mereka serta memberikan loyalitas kepada orang-orang yang loyal kepada mereka dan memusuhi orang-orang yang memusuhi mereka. Rasul-rasul tersebut, setiap mereka berkata kepada kaumnya;

"Beribadahlah kalian kepada Allah. Tidak ada bagi kalian sesembahan selain Dia." (Qs. Al A'raf: 59)

"Dan kami telah mengutus pada setiap ummat seorang rasul: (mereka berkata: beribadahlah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah peribadahan kepada thaghut." (Qs. An-Nahl: 36)

Berdakwah kepada mentauhidkan Allah dan peribadahan kepada-Nya semata Subhanahu Wa Ta’ala serta mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya dan meninggalkan thaghut-thaghut yaitu sesembahan-sesembahan yang dahulu diibadahi oleh umat-umat yang sesat. Dan masih saja sampai saat ini –sangat disayangkan- di dunia ini (orang-orang) dari selain muslimin, meskipun mereka meninggalkan peribadahan kepada berhala, batu, akan tetapi mereka mengambil tandingan-tandingan bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari para wali-wali dan orang-orang shalih –sangat disayangkan- seperti kaum Rafidhah dan Sufiyah dan selain mereka dari orang-orang yang mengikuti mereka di dalam medan yang jelek dan kelam ini.

Maka wajib bagi kita untuk memberi perhatian terhadap jenis-jenis tauhid ini. Kita mempelajarinya dari Kitabullah dan sunnah Rasullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan dari akidah-akidah salaf Rhadiyallahu ‘Anhum. Mereka telah menulis seputar masalah ini dan menyusun bagitu banyak (tulisan) dan banyak sekali tulisan dalam perkara ini, mengingat pentingnya hal ini. Dan diantara yang akan saya sebutkan: As-Sunnah karya Al Khalal dan Asy-Syariah karya Al Aajurri dan Syarah I'tiqad Ahlissunnah atau Ushul Ahlissunah karya Al Laalika'i dan kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim serta kitab-kitab Al Imam Muhammad bin Abdulwahhab dan putra-putranya serta murid-murid beliau.

Kitab-kitab ini harus bagi kita untuk mempelajarinya dan memahaminya dan mengajak manusia kepada apa yang dikandungnya. Dan pada kalian ada kitab At-Tauhid dan syarahnya Fathul Majid dan Taysir Al Aziz Al Hamid. Karena kesesatan terjadi dari masa ke masa pada ummat ini. Dan para imam-imam menghadapi mereka (menerangkan) kesesatan-kesesatan ini dengan berdakwah ke jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan tulisan dan lisan dan berdakwah ke jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahkan sebagian mereka berjihad di jalan ini seperti Al Imam Muhammad bin Abdulwahhab berjihad dengan pedang dan tombak dan dengan pena dan lisan.

Maka mulailah men-tarbiyah manusia dengan macam-macam tauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini. Yang mana ia merupakan inti pokok dari agama ini. Kita memulai dengannya sebelum yang lainnya. Dan apabila manusia dan negeri menyambut seruan kepada pokok yang agung ini kita bawa mereka. Dan muslimin mudah (bagi kita) membawa mereka. Karena orang-orang yang beriman dengan shalat, zakat, puasa dan haji bagaimana pun dahsyatnya penyimpangan dan kesesatan mereka sesungguhnya mereka menyambutmu dengan mudah. –Barakallahufikum-

Dan kita tidak menyibukkan diri dengan perkara politik dan tidak pula dengan khurafat-khurafat sufiyah dan tidak juga dengan selainnya. Karena di antara dakwah-dakwah yang rusak di zaman ini, orang-orang yang meninggalkan landasan-landasan pokok ini dan menyibukkan diri dengan memainkan perasaan-perasaan awam dan orang-orang bodoh melalui khurafat dan cerita-cerita bohong dan menjauh dari medan dakwah tauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena ingin mengumpulkan manusia kepada dakwahnya, apakah dakwah politik atau dakwah sufiyah khurafat. Dan mereka membahayakan ummat dan tidak berguna bagi mereka bahkan mereka telah menghalangi manusia dari mengetahui dakwah para nabi dan manhaj-manhaj mereka Alaihimus-Shalatu was-Salam. Mereka menyibukkan manusia dengan apa yang mereka punya dari khurafat-khurafat dan kebohongan-kebohongan dari mengenal kebenaran yang dibawa para rasul Alaihimus-Shalatu was-Salam terlebih lagi penutup mereka Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Maka sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan petunjuk para nabi. Allah telah menyebutkan sejumlah nabi kemudian Dia berfirman setelah menyebutkan satu per satu nama-nama mereka (yang artinya) : "Merekalah orang-orang yang Allah beri petunjuk, maka dengan petunjuk merekalah hendaknya kalian menauladani." (Qs. Al An'am: 90)

Allah menunjuki mereka kepada agama yang hak, kepada mentauhidkan-Nya, kepada mengikhlaskan agama ini untuk-Nya dan memerintahkan Rasulullah dan ummatnya untuk mencontoh para nabi tersebut di dalam mentauhidkan Allah dan beribadah kepada-Nya serta mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya dan mengajak manusia kepadanya

Inilah dakwah para nabi Alaihimus-Shalatu was-Salam dan datang perkara shalat, zakat dan syari'at-syari'at yang banyak, datang pada agama-agama yang lalu. Akan tetapi memulai (dakwah) tetap pada yang terpenting kemudian perkara penting setelahnya. Sebagaimana yang terdapat pada hadits Mu'adz Rhadiyallahu ‘Anhu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutusnya ke Yaman, beliau berkata: “Sesungguhnya engkau mendatangi kaum ahli kitab, jadikanlah yang pertama kali kamu seru mereka adalah kepada: syahadat Laa ilaaha illallaah dan sesungguhnya aku utusan Allah. Apabila mereka mentaatimu dalam hal ini beritahu mereka bahwasanya Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, bertahu mereka bahwasanya Allah mewajibkan atas mereka sedekah pada harta-harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada fakir-miskin dari mereka. Dan apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, jauhilah harta-harta mereka yang paling baik. Karena tidak ada antara doa orang yang terzalimi dengan Allah satu pun penghalang“.

Yang dimaukan dari hadits ini adalah: bahwa Nabi mengarahkan Mu'adz dan dia akan pergi menuju kaum ahli kitab. (Ahli kitab) beriman kepada risalah Musa Alaihissalaam dan nabi-nabi sebelumnya dan mereka mengucapkan: Laa ilaaha illallaah. Akan tetapi mereka telah merusak maknanya dan tidak beriman kepada penutup para rasul ini Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan Muadz untuk mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada pokok seruannya kepada Allah, yaitu beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dan demikianlah para mushlihun (orang-orang yang mengajak kepada perbaikan): seperti Ibnu Taimiyah dan selain mereka dari orang-orang yang mendapati masyarakat islam telah menyimpang disebabkan kaum sufi dan Rafidhah. Mereka berdakwah kepada tauhid dan menulis seputar masalah ini tulisan yang banyak dan monumental. Maka kita berjalan di atas manhaj para nabi dan para mushlihin di dalam berdakwah ke jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Inilah pokok dan inti dari dakwah Islam. Kita mengajak manusia kepadanya. Apabila mereka menyambut dakwah ini dan menyambut untuk berpegang dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam serta untuk mentaati Rasul yang mulia ini Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah Allah utus untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, maka kita telah mencintai Rasul ini dan mentaatinya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kita mencintai beliau lebih daripada anak-anak kita dan diri-diri kita serta harta benda kita.

"Tidaklah kalian beriman sampai aku lebih dia cintai dari dirinya sendiri dan anaknya dan bapaknya dan manusia sekalian." (Al Hadits)

Maka beliaulah yang paling kita cintai daripada perkara-perkara ini semua Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebagaimana kita (juga) mencintai para shahabatnya yang mulia Radhiyallahu ‘Anhum dan ahlulbait beliau yang istiqamah di atas manhajnya. Kita mencintai mereka dan mendahulukan mereka daripada diri-diri kita dan anak-anak kita Radhiyallahu ‘Anhum. Para shahabat yang mulia berhak mendapatkan penghormatan kita dan kecintaan kita yang besar. Karena merekalah yang menyampaikan agama ini kepada kita, merekalah yang menyebarkan agama ini, merekalah yang mengorbankan diri-diri mereka dan harta benda mereka dalam menyebarkan agama ini Radhiyallahu ‘Anhum pada masa hidupnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan setelahnya sehingga kebanyakan ummat pada waktu itu menjadi dekat dengan mereka Rhadiyallahu ‘Anhum. Maka kenalilah kedudukan mereka dan kehormatan mereka Radhiyallahu ‘Anhum.

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan kita dari mencela mereka: "Jangan kalian cela shahabatku sungguh demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, apabila salah seorang kalian menyedekahkan emas sebesar bukit Uhud, tidak akan menyamai segenggam sedekah mereka bahkan setengahnya.". Kita mencintai Rasul ini dan mencintai para shahabatnya yang mulia dan ahlulbait beliau yang terhormat Radhiyallahu ‘Anhum, (semua ini) karena Allah.

Kita mencintai Allah dan mencintai para rasul dan di antara mereka penutup para Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan shahabat yang mulia, kita mencintai mereka karena hal ini di antara kesempurnaan kecintaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan Allah tidak menerima kita hanya mencintainya saja. Bahkan wajib atas kita untuk mencintai-Nya dan mencintai rasul-rasul-Nya dan mencintai wali-wali-Nya yang beriman, loyal kepada mereka dan mendahulukan loyalitas kita kepada mereka daripada loyalitas yang lainnya. Bahkan kita tidak berloyal kepada siapa pun di sisi loyalitas kita kepada mereka Radhiyallahu ‘Anhum. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah dan kerabatnya serta para shahabatnya semua.

Kita mentaati Rasul ini. Dan Al Qur'an telah memulai atau banyak ayat Al Qur'an lebih dari tiga puluh nash mengajak kepada ketaatan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengikutinya:

"Dan taatilah Allah dan taatilah Rasul." (Qs. Al Ma'idah: 92)

"Dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya sesungguhnya untuknya neraka jahannam mereka kekal di dalamnya." (Qs. An-Nisaa': 14)

Maka mentaati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan satu-satunya jalan setelah mentauhidkan Allah yang mengantarkan kepada surga-Nya yang luas (surga-Nya) seluas langit dan bumi. Maka kita mencintai Allah, kita mencintai tauhid, kita mencintai para malaikat, kita mencintai para rasul dan kita mentaati Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada setiap perintahnya dan pada setiap larangannya:

"Apa yang aku perintahkan kepada kalian kerjakanlah semampu kalian dan apa yang aku larang tingalkanlah." (Al Hadits)

"Maka berhati-hatilah orang-orang yang menyelisihi perintahnya bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa oleh azab yang pedih." (Qs. An-Nur: 63)

Maka orang yang menyelisihi Rasulullah bisa saja ditimpa fitnah atau azab yang pedih. Tahukah kalian apa itu fitnah?! Fitnah adalah: kekufuran.

Menyelisihi Rasulullah akan berakibat hatinya menjadi menyimpang dan mengantarkan kepada kekufuran –hanya kepada Allah kita berlindung- kita mohon kepada Allah keselamatan. "Maka berhati-hatilah orang-orang yang menyelisihi perintahnya bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa oleh azab yang pedih." (Qs. An-Nur: 63) Fitnah adalah kekufuran dan kemurtadan dan penyimpangan dari apa yang dibawa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka kita harus berhati-hati dari menyelisihinya karena menyelisihi beliau akibatnya bahaya. Kita mentaati beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membenarkannya pada setiap beritanya dan mentaatinya pada setiap perintahnya dan berhenti dari perkara-perkara yang beliau larang atau peringatkan kita darinya. Kita mencintai para shahabatnya dan mencintai sesama mukminin.

Dan wajib bagi kita untuk saling mencintai di antara kita dan saling menjalin hubungan di antara kita dan saling kasih sayang di antara kita dan saling mengajak kepada yang ma'ruf dan saling mengingatkan dari yang mungkar dan saling menasihati untuk mentaati Allah Subhanahu Wa Ta’alaDan pihak yang keliru dari saudara-saudara kita salafiyyin kita nasihatkan dengan hikmah dan kita jelaskan kepadanya dan kita tegakkan hujjah kepadanya karena yang demikian lebih bermanfaat dan berguna dan jangan langsung kita memutus hubungan dengannya. Karena penyakit ini merebak pada kebanyakan orang-orang yang menisbatkan diri-diri mereka kepada manhaj salaf sampai-sampai menyeret sebagian mereka kepada perpecahan dan menyeret sebagian mereka kepada penyimpangan dari manhaj ini kepada manhaj lainnya. Hanya kepada Allah kita mohon keselamatan.

Maka jagalah persaudaraan di antara kalian dan saling mendekat dan saling mengasihi di antara kalian dan saling menjalin hubungan di antara kalian dan saling mengajak kepada yang ma'ruf dan saling mengingatkan dari yang mungkar. Karena amar ma'ruf dan nahi mungkar adalah di antara ciri khusus yang ada pada ummat ini, dengannya ummat ini berbeda dengan ummat-ummat lainnya. Karena Allah telah memilih mereka, karena mereka saling mengajak kepada yang ma'ruf dan saling melarang dari yang mungkar.

"Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan kepada manusia kalian memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar." (Qs. Ali Imran; 110)

Dan saling cinta di sini bukan berarti saling cinta yang menyeret kepada sikap basa-basi, bukan maksud saling cinta kita berbasa-basi dan mendiamkan kesalahan bahkan barangsiapa yang melakukan kesalahan besar maupun kecil kita jelaskan hal ini kepadanya bahwa dia terjatuh pada kesalahan ini, dia telah menyelisihi dalil ini dari Al Kitab dan menyelisihi nash ini dari As-Sunnah dan menyelisihi manhaj salaf. Kita jelaskan hal ini kepadanya. Dan apabila ia terjatuh kepada suatu bid'ah kita nasihatkan dia dan kita jelaskan hal ini padanya. Dan apabila dia menentang dan sombong dan terus mengajak kepada bid'ahnya maka yang seperti ini berdasarkan kesepakatan kaum muslimin (ummat) diperingatkan darinya dan dia (harus) diboikot. Dan apabila dia terjatuh kepada bid'ah terlebih lagi bid'ah yang besar dan dinasihati tapi tidak menerima nasihat dan sombong bahkan dia terus menerus mengajak kepada bid'ahnya dan fitnah. Maka yang seperti ini ketika itu (ummat) diperingatkan darinya.

Saya mohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatukan kita di atas kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengokohkan kita di atasnya dan mewafatkan kita di atasnya sesungguhnya Rabb kita Maha Mendengar doa.

Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad dan keluarganya serta para shahabatnya.

 

Wassalamualaikum warahmatullahu wabarakatuh.

Shahibul qaul: Asy Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah

Sumber: http://sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=912

Judul asli: Kalimatun Taujihiyyah Dhimnal-Liqa'aat As-Salafiyah Al Qatariyah

Transkrip oleh: Abu Ubaidah Munjid bin Fadhl Al Haddad

Penataan dan penyusunan kembali: Abdullah bin Zaid Al Khalidi

Penerjemah: Ustadz Ja’far Salih
Artikel asli dari akun facebook Ust Ja’far Shalih dipublish ulang oleh Muslim.Or.Id

Kajian Umum Pelajar “Antara Sains dan Kejumudan” (17 Maret 2013, Yogyakarta)

Posted: 13 Mar 2013 09:13 PM PDT

Kajian Umum Pelajar (KUPER)
Buat Kamu yang Ngakunya Pelajar Jogja

REMAJA MUSLIM
Antara Sains dan Kejumudan

Bersama Pembicara
Ustadz Andi Bangkit, M.A, Ph.D
(Dosen UDINUS Semarang)

Dengan Keynote Speaker
Ustadz Noor Akhmad Setiawan, Ph.D
(Dosen Jurusan Teknik Elektro dan Informatika UGM)

Waktu
Ahad, 17 Maret 2013
Pukul 08.30-selesai

Tempat
Masjid Agung Syuhada Yogyakarta

CP: 0856 4389 1053

Gratis, Terbuka untuk Umum
Putra dan Putri

Terselenggara atas Kerja Sama
Yayasan Pendidikan Islam al-Atsari dengan Takmir Masjid Agung Syuhada Yogyakarta

kuper

Soal-247: Riya di Tengah Beramal

Posted: 13 Mar 2013 08:20 PM PDT

Terkadang dalam beramal pada awalnya bisa ikhlas, namun di tengah amal muncul bisikan riya, apakah amalan kita telah gugur?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Hati Tidak Terpengaruh dengan Ayat yang Dibaca

Posted: 13 Mar 2013 04:00 PM PDT

Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- pernah ditanya bagaimanakah seseorang mampu untuk menguatkan iman, padahal ketika membaca ayat-ayat Al Qur'an, ia tidak terpengaruh kecuali sedikit.

Syaikh rahimahullah memberikan nasehat berharga bahwa yang bertanya seperti ini berarti adalah orang yang nampak beriman pada hari akhir dan membenarkannya. Akan tetapi, hatinya masih tertutupi kotoran. Kotoran hati pada zaman kita ini banyak sekali.

Di antara sebab kotornya hati adalah berpaling dari beribadah dan ketundukan pada Allah secara sempurna. Seandainya seseorang beribadah dan tunduk pada Allah secara sempurna, maka ia akan dapati hatinya itu lembut dan penuh kekhusyu'an. Begitu pula ketika seseorang dapat menerima kandungan Al Qur'an, juga dapat merenungkan maknanya, maka hatinya pun akan nampak hal yang sama, yaitu menjadi lembut dan penuh kekhusyu'an. Allah Ta'ala berfirman,

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ

"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah." (QS. Al Hasyr: 21).

Sebab lain yang membuat hati tertutup adalah karena cinta dunia dan terfitnah dengan kemewahannya. Oleh karena itu, kita lihat bahwa para pemuda yang belum dibukakan pintu dunia baginya, malah terlihat khusyu' dan mudah menangis dalam beribadah dibanding dengan orang yang berusia dewasa yang telah diberikan kemewahan dunia. Inilah yang kita saksikan saksikan di Masjidil Haram. Kita lihat bahwa para pemuda yang berumur 18 tahun terlihat lebih mudah menangis ketika mengingat ayat Allah yang berisi ancaman dan motivasi dibanding dengan mereka yang berusia lebih tua. Karena hati mereka lebih lembut dan hatinya tidak banyak tersibukkan dengan dunia. Pandangan mereka tidak ditujukan pada perhiasan dunia yang jauh maupun yang dekat. Oleh karenanya, mereka lebih mudah khusyu' dan hatinya lebih lembut dibandingkan dengan orang lain yang telah dibukakan pintu dunia.

Nasehat Syaikh Muhammad Al 'Utsaimin kepada si penanya adalah agar hatinya cukup disibukkan dengan agamanya (jangan dilalaikan dengan dunia, -pen). Kemudian beliau nasehati agar si penanya rajin membaca Al Qur'an sambil merenungkan makna yang dibaca. Begitu pula beliau nasehatkan agar rajin membaca berbagai hadits yang berisi motivasi penyemangat dan juga ancaman supaya bisa terus melembutkan hati.

[Diterjemahkan secara bebas dari Fatawal 'Aqidah wa Arkanil Islam, hal. 95-96, terbitan Darul 'Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H]

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 2 Jumadal Ula 1434 H

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-246: Membaca dengan Target, atau Menambah Hafalan Al-Quran?

Posted: 12 Mar 2013 08:00 PM PDT

Mana yang lebih utama  membaca al-quran dengan target tertentu 1 hari, atau menambah hafalan?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Janganlah Saling Bermusuhan

Posted: 12 Mar 2013 06:31 PM PDT

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan :

Terjadi pertengkaran antara saya dengan saudara saya, dimana kami tidak berbicara, namun kami masih saling mengucapkan salam saja. Apakah hal itu termasuk ‘pertengkaran’? Tidak ada dalam hati saya rasa benci kepadanya. Akan tetapi, dia tidak ingin berbicara kepada saya. Apa hukumnya perkara ini? Apakah artinya (karena hal ini) amal kami tidak diangkat?

Syaikh Khalid bin Ali Musyaiqih menjawab:

Dalam Shahih Muslim terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تفتح أبواب الجنة يوم الاثنين ويوم الخميس فيغفر لكل عبد لا يشرك بالله شيئا إلا رجلا كانت بينه وبين أخيه شحناء فيقال: أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا

"Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka akan diampuni semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali dua orang laki-laki yang terdapat permusuhan antara dia dengan saudaranya. Maka dikatakan: ‘Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai.’"

Kerugian yang nyata

Sesungguhnya, terhalangnya seseorang dari kebaikan ini (yaitu diangkatnya amal -pent), benar-benar merupakan kerugian yang nyata. Dan termasuk perkara yang mengherankan dari seorang muslim, dimana dia mengedepankan hawa nafsunya di atas keridhaan Rabb-nya. Allah menghendaki seorang hamba mencintai orang-orang beriman, dan jangan sampai terdapat permusuhan diantaranya dengan seorangpun dari kaum muslimin. Kalau seandainya terjadi, Allah memerintahkannya untuk memaafkan dan mengampuni. Jika dia melakukannya, maka Allah menjanjikan untuknya pahala yang besar. Akan tetapi, sungguh mengherankan hamba ini, dimana dia melanggar perintah Rabb-nya, dan mentaati setan; maka dia mengharamkan bagi dirinya kebaikan yang banyak.

Wajib berdamai 

Ketahuilah wahai saudaraku yang mulia, bahwasanya apabila terjadi permusuhan diantara kedua orang, maka akan terhalang bagi mereka mendapatkan ampunan, sampai mereka berdamai. Jika salah seorang dari mereka berusaha berdamai, dan yang lainnya menolaknya, maka orang yang menolak tersebutlah yang akan tertutup baginya ampunan, disebabkan karena penolakannya dan ketidak taatannya kepada Allah.

Wajib bagimu wahai saudaraku, untuk sungguh-sungguh dalam berusaha untuk berdamai, dan meminta pertolongan – setelah pertolongan kepada Allah – kepada orang-orang yang baik (untuk mendamaikan kalian).

Diantara keutamaan akhlak yang baik

Dan saya nasihatkan kepadamu wahai saudaraku yang mulia, untuk berhias diri dengan akhlak yang baik.

Nawwaas bin Sam’aan Radhiyallahu ‘anhu berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan dosa. Maka beliau bersabda:

البر حسن الخلق، والإثم: ما حاك في نفسك، وكرهت أن يطلع عليه الناس

Kebaikan adalah akhlak yang baik. Sedangkan dosa adalah apa-apa yang terbetik dalam jiwamu, dan kamu tidak suka diketahui manusia.’" (HR. Muslim)

Paling berat di timbangan

Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما من شيءٍ أثقل في ميزان المؤمن يوم القيامة من حسن الخلق، وإن الله يبغض الفاحش البذي

"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat di dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat, dari akhlak yang baik. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang berakhlak jelek, lagi al-badzii’." (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, "Hadis ini hasan shahih")

al-Badzii’ yaitu orang yang berbicara dengan akhlak yang buruk, dan dengan perkataan yang kotor.

Paling banyak memasukkan ke surga

Abu Huraira Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang perkara yang paling banyak memasukkan manusia ke Surga, maka beliau bersabda,

تقوى الله وحسن الخلق

"Takwa kepada Allah, dan akhlak yang baik."

Beliau juga pernah ditanya tentang perkara yang banyak menjerumuskan manusia ke Neraka, maka beliau bersabda,

الفم والفرج

"Mulut dan kemaluan" (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, "Hadis ini hasan shahih.")

Tolak ukur keimanan

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً، وخياركم خياركم لنسائهم

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik diantara kalian, adalah orang yang paling baik terhadap istrinya." (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, "Hadis ini hasan shahih.")

Mencapai derajat ahli ibadah

Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata bahwasanya dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن المؤمن ليدرك بحسن خلقه درجة الصائم القائم

"Sungguh seorang mukmin, dengan akhlak baiknya, dia dapat mencapai derajat orang yang gemar berpuasa lagi rajin shalat malam" (HR. Abu Dawud)

Jaminan rumah di surga

Abu Umamah al-Bahiliy Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أنا زعيمٌ ببيتٍ في ربض الجنة لمن ترك المراء، وإن كان محقاً، وببيتٍ في وسط الجنة لمن ترك الكذب، وإن كان مازحاً، وببيتٍ في أعلى الجنة لمن حسن خلقه

"Saya menjamin sebuah rumah di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan kendati dia benar, rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kebohongan kendati hanya bercanda, dan rumah di tingkat atas surga bagi orang yang memperbaiki akhlaknya (sampai menjadi akhlak hasanah)." (Hadis shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad shahih)

Paling dekat dengan Rasulullah

Jabir Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن من أحبكم إلي، وأقربكم مني مجلساً يوم القيامة، أحاسنكم أخلاقاً. وإن أبغضكم إلي، وأبعدكم مني يوم القيامة، الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون

"Sesungguhnya termasuk orang yang paling saya cintai diantara kalian, dan paling dekat dengan saya tempat duduknya pada hari kiamat; adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan sesungguhnya termasuk orang yang paling saya benci diantara kalian, dan paling jauh dengan saya tempat duduknya pada hari kiamat; adalah tsartsaarun (orang yang banyak bicara dengan berlebih-lebihan dan keluar dari kebenaran), mutasyaddiqun (orang yang banyak bicara dengan tidak hati-hati), dan mutafaihiqun."

Para shahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui makna tsartsaarun dan mutasyaddiqun. Apakah makna dari mutafaihiqun?" Rasulullah bersabda, "(Mereka adalah) orang-orang yang sombong (yaitu orang yang banyak bicara untuk menunjukkan kefasihan dan keutamaannya -pent)." (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, "Hadis ini hasan.")

Perbanyaklah taubat dan istighfar !

Dan kami katakan kepada Anda, hendaklah banyak bertaubat, dan ber-istighfar (meminta ampunan kepada Allah). Hal-hal buruk yang menimpamu, hal itu disebabkan dosa yang telah Anda lakukan. Maka bertaubatlah kepada Allah, dan perbanyaklah sedekah dan kebaikan. Salah seorang salaf (orang terdahulu) berkata,

إني لا أجد شؤم المعصية في دابتي وخلق زوجتي

Sungguh saya mendapatkan dampak buruk maksiat di dalam hewan tungganganku dan akhlak istriku.

Allah Ta’ala berfirman :

{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [الروم: 41]

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Ruum: 41)

{وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ} [الشورى: 30]

"Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syura: 30)

Kami memohon kepada Allah Ta’ala supaya mengampuni kami dan Anda, dan memaafkan kami dan Anda. Amin.[]

Sumber : Situs resmi Syaikh Khalid bin Ali Mushaiqih [ http://www.almoshaiqeh.com/ ]

Diterjemahkan dari : http://ar.islamway.net/fatwa/33581

Penerjemah : Abu Kaab Prasetyo
Artikel Muslim.Or.Id

Kajian Umum Bersama Ustadz Badrussalam, Lc (31 Maret 2013, Yogyakarta)

Posted: 11 Mar 2013 11:59 PM PDT

Hadirilah!
Kajian Islam Ilmiah bersama

Al-Ustadz Badrussalam, Lc (beliau adalah pengisi radio rodja 756 AM)

Tema Kajian
Panduan Hidup di Akhir Zaman

Waktu Kajian
Ahad, 31 Maret 2013
Pukul 08.30 – 11.30 WIB

Tempat Kajian
Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada

Kontak Kajian
0857 9920 5557

Gratis, terbuka untuk UMUM
Putra dan Putri

Insya Allah Live Streaming via www.RadioMuslim.Com

Penyelenggara
Yayasan Pendidikan Islam AL-Atsari Yogyakarta

ust badru

Soal-245: Tolak Ukur Jamak Shalat

Posted: 11 Mar 2013 11:00 PM PDT

Batasan minimal jamak berapa kilometer dan berapa jam?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Memanfaatkan Milik Orang Lain, Harus Dengan Izin

Posted: 11 Mar 2013 08:11 PM PDT

Ini adalah suatu aturan dalam Islam sehingga kita tidak bisa seenaknya melanggar hak yang menjadi milik orang lain. Para ulama juga membuat kaedah dalam bab fikih ketika membahas ghasab (harta curian), "Tidak boleh seseorang memanfaatkan milik orang lain tanpa izinnya."

Penjelasan Kaidah

Kaedah tersebut berbunyi,

لا يجوز لأحد أن يتصرف في ملك الغير بلا إذن

"Tidak boleh seseorang memanfaatkan kepemilikian orang lain tanpa izinnya."[1]

Di antara dalil kaedah tersebut adalah,

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ

"Tidak halal harta seseorang kecuali dengan ridho pemiliknya" (HR. Ahmad 5: 72. Syaikh Syu'aib Al Arnauth berkata bahwa hadits tersebut shahih lighoirihi).

Izin di sini boleh jadi:

  1. Izin secara langsung,
  2. Izin tidak langsung (izin dalalah) yaitu misalnya secara 'urf (kebiasaan), hal seperti itu sudah dimaklumi tanpa ada izin lisan atau sudah diketahui ridhonya si pemilik jika barangnya dimanfaatkan.

Mengenai bentuk izin jenis kedua ini kita bisa berdalil dengan kisah Khidir yang menghancurkan perahu orang miskin yang nantinya akan dirampas oleh raja. Ia sengaja menghancurkannya karena ia tahu bahwa mereka (para pemilik) ridho akan perbuatan Khidr. Allah Ta'ala berfirman,

أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا

"Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera." (QS. Al Kahfi: 79). Oleh karenanya, mengenai izin jenis kedua ini, Ibnu Taimiyah memiliki kaedah,

وَالْإِذْنُ الْعُرْفِيُّ كَالْإِذْنِ اللَّفْظِيِّ

"Izin secara 'urf (kebiasaan) teranggap sama dengan izin secara lisan" (Majmu' Al Fatawa, 11: 427).

Di tempat lain, beliau rahimahullah mengatakan,

وَكُلُّ مَا دَلَّ عَلَى الْإِذْنِ فَهُوَ إذْنٌ

"Segala sesuatu yang bermakna izin maka dihukumi sebagai izin" (Majmu' Al Fatawa, 28: 272).

Contoh Kaedah

  1. Tidak boleh masuk dalam rumah atau kebun seseorang tanpa izinnya.
  2. Dalam akad mudharabah (usaha bagi hasil), jika pengelola telah diberi syarat oleh pemodal untuk menjalankan usaha di tempat tertentu, atau menjual barang tertentu, atau ditentukan waktu tertentu, lalu syarat ini dilanggar, maka itu berarti telah memanfaatkan sesuatu tanpa izin.
  3. Jika ada seseorang yang dititipi sejumlah uang, lantas ia memanfaatkannya tanpa izin orang yang menitipkan, maka jika ada kehilangan, dialah yang mengganti rugi karena ia telah memanfaatkan barang tanpa izin.
  4. Jika suatu jalan khusus terlarang dilewati lalu pintunya sengaja dibuka tanpa meminta izin pada pemiliknya, itu berarti telah memanfaatkan milik orang lain tanpa izin.
  5. Jika seseorang mengetahui dari keadaan sahabatnya bahwa ia selalu ridho jika diambil sesuatu miliknya, maka barang milik sahabatnya tadi boleh diambil tanpa izinnya. Ini termasuk izin jenis kedua yang disebutkan di atas.[2]
  6. Di antara contoh lain dari izin jenis kedua, misalnya ada orang yang dititipkan uang. Lalu ia meminjam uang tersebut dan ia tahu si pemilik uang ridho apalagi pada orang yang sifatnya amanah, maka boleh saja ia manfaatkan. Namun jika ia ragu apakah si pemilik meridhoi ataukah tidak, maka tidak boleh ia memanfaatkannya.[3]

Wallahul muwaffiq.

 

Referensi Utama:

  • Al Mufasshal fil Qawa'idil Fiqhiyyah, Dr. Ya'qub 'Abdul Wahab Al Bahisin, taqdim: Syaikh Prof. Dr. 'Abdurrahman As Sudais (Imam Masjidil Haram), terbitan Dar At Tadmuriyah, cetakan kedua, tahun 1432 H, hal. 557-558.
  • Al Qawa'id wadh Dhawabith Al Fiqhiyyah lil Mu'amalat Al Maaliyah 'inda Ibni Taimiyyah, 'Abdussalam bin Ibrahim bin Muhammad Al Hushain, terbitan Dar At Ta'shil, cetakan pertama, tahun 1422 H, 2: 117-125.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Soal-244: Tata Cara Dzikir Pagi Petang

Posted: 11 Mar 2013 01:10 AM PDT

Bolehkan dzikir pagi petang saat berkendaraan? Kapan batas waktunya?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Aplikasi Penghitung Waris At-Tashil Online

Posted: 10 Mar 2013 08:42 PM PDT

At-Tas-hil, sebuah aplikasi penghitung waris berdasarkan syariat Islam. Aplikasi ini dibuat untuk membantu umat Islam dalam menghitung bagian waris berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Software yang dikembangkan oleh KaisanSOFT dengan bahasa Python ini dibuat untuk mempermudah umat Islam untuk menerapkan salah satu hukum Islam, yaitu pembagian harta waris sesuai syariat yang sudah banyak ditinggalkan di masa ini.

Setelah mengembangkan software penghitung waris at tashil untuk desktop, kini KaisanSoft mengembangkan software tersebut agar bisa diakses via web. Sehingga penghitungan waris dengan At Tashil kini dapat dilakukan dimana saja secara online.

Cara penggunaannya pun mudah, langkah pertama, masukkan rincian jumlah ahli waris pada kotak-kotak yang tersedia.

Attashil-Online-1

 

Lalu pada tabel rincian saham akan muncul detail saham untuk masing-masing ahli waris

Attashil-Online-2

 

Jumlah waris = total harta waris x jumlah saham / total saham

Misalnya pada contoh diatas dengan asumsi total harta waris adalah Rp 100.000.000,- maka bagian untuk satu orang anak lelaki adalah:

Jumlah waris = 100.000.000 x 28 / 40 = 70.000.000

karena anak lelaki ada 2 orang maka satu orang anak lelaki mendapatkan 70.000.000 / 2 = Rp 35.000.000,-

Silakan coba aplikasi ini di alamat http://muslim.or.id/apps/waris/

Semoga bermanfaat. Silahkan kirimkan komentar dan masukan anda ke kaisansoft[at]gmail.com.

Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Penutup Para Nabi dan Isa yang Akan Datang di Akhir Zaman

Posted: 10 Mar 2013 04:00 PM PDT

Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin rahimahullah

 

Soal:

Bagaimana kita mengkompromikan antara keyakinan bahwa Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- adalah penutup para nabi dan Nabi Isa yang akan muncul di akhir zaman?

Jawab:

Isa 'alaihis salam tidak datang membawa syari'at baru (di akhir zaman). Isa telah diutus sebelum Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika datang, Isa cuma jadi penyempurna risalah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan itu dengan izin Rasul kita sendiri dan persetujuannya. Karena Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa Isa tidaklah menerima ajaran kecuali Islam, ia akan menghapus jizyah, membunuh babi, menghancurkan salib, dan semua itu termasuk syari'at Rasul kita shallallahu 'alaihi wa sallam.

[Tanya Jawab dengan Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin dalam kitab Syarh 'Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama'ah, terbitan Maktabah Ash Shofaa, hal. 28]

 

* Syaikh Muhammad Sholih Al 'Utsaimin adalah ulama besar Kerajaan Saudi Arabia di masa silam. Beliau berasal dari 'Unaizah, Qasim. Beliau terkenal sebagai seorang yang fakih. Beliau meninggal dunia tahun 1421 H.

** Hadits yang menerangkan hal di atas:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ

"Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh semakin dekat Isa bin Maryam akan turun sebagai hakim yang adil, ia akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus jizyah dan harta semakin banyak dan semakin berkah sampai seseorang tidak ada yang menerima harta itu lagi (sebagai sedekah, pen)" (HR. Bukhari no. 2222 dan Muslim no. 155).

 

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-GK, Senin, 29 Rabi'ul Akhir 1434 H

Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Soal-243: Menukil Perkataan Orang yang Bermasalah

Posted: 09 Mar 2013 11:40 PM PST

Bagaimana hukum menukil perkataan ulama yang bermasalah?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Fatwa Ulama: Yang Penting Hatinya?

Posted: 09 Mar 2013 09:11 PM PST

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal: 

Bagaimana jawaban terhadap orang yang jika diberi nasehat ia lalu ia menunjuk ke arah hatinya sambil berkata: “yang paling penting adalah ini (hati)” ?

Jawab:

Yang ditanyakan ini adalah tentang sikap sebagian orang yang jika dinasehati ia berkata “taqwa itu di sini (hati)“. Ini kalimat yang benar, karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

-التَّقوَى هَاهُنَا – وَيُشيرُ إِلَى صَدرِهِ ثَلاَثَ مَراتٍ

Taqwa itu ada di sini (beliau menunjuk pada dadanya, dan berkata demikian sebanyak 3x)” (HR. Muslim 239)

Namun orang yang bersabda ”taqwa itu di sini (hati)“, beliau juga orang yang mensabdakan:

ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله

Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah, jika ia baik seluruh tubuh akan baik, dan jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak” (Muttaqun ‘alaih)

Ini menunjukkan kerusakan yang tampak secara lahiriah merupakan tanda dari rusaknya batin (hati). Sehingga orang yang mengatakan bahwa “taqwa itu di sini (hati)” (yaitu Rasulullah) beliau juga orang yang mengatakan bahwa taqwa itu ada dalam lahiriah. Karena barangsiapa yang hatinya bertaqwa maka pasti anggota tubuhnya juga bertaqwa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله

jika ia baik seluruh tubuh akan baik, dan jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak” (Muttaqun ‘alaih)

Maka kami katakan, kalau memang benar hati anda itu bertaqwa, maka tentu anggota tubuh anda juga harus bertaqwa.

 

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/1561

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Apakah Suami Wajib Menghajikan Istrinya?

Posted: 08 Mar 2013 10:50 PM PST

Fatwa Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Barrak

Soal:

Apakah secara syar’i suami diwajibkan menghajikan istrinya?

Jawab:

Tidak wajib. Namun jika ia berhaji bersamanya, atau ia memberikan dana untuk berhaji kepadanya, maka ini lebih baik. Dan ini yang sebaiknya dilakukan jika ia orang yang berkemampuan, sebagai bentuk muamalah yang baik kepada istri.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/41885

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Soal-242: Donor Darah Saat Puasa

Posted: 08 Mar 2013 07:00 PM PST

Bolehkah kita donor darah saat puasa?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Perbedaan Antara Adat Dan Ibadah

Posted: 08 Mar 2013 05:39 PM PST

Sebagian orang kurang memahami perbedaan antara ibadah dan adat sehingga rancu dalam memahami kaidah para ulama. Kaidah yang dimaksud adalah,

hukum asal adat atau muamalah itu boleh sampai ada dalil yang melarang, sedangkan untuk perkara ibadah, hukum asalnya haram sampai ada dalil yang mendukungnya

Karena kurang paham akan hal ini, jadi ada yang seenaknya memasukkan suatu amalan yang sebenarnya berisi ibadah pada masalah adat, sampai ia mengatakan, "Kenapa dilarang? Kan asalnya boleh?"

Beda antara Adat dan Ibadah

  1. Ibadah kembali pada penjagaan agama dan ingin meraih pahala di sisi Allah seperti iman dan shalat. Adat kembali pada penjagaan diri, harta atau kehormatan seperti jual beli dan makanan.
  2. Ibadah adalah hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba seperti disebutkan dalam hadits Mu'adz, "Hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba adalah hendaklah mereka menyembah Allah dan tidak berbuat syirik pada-Nya dengan sesuatu pun" (Muttafaqun 'alaih). Adapun adat adalah hak hamba yang mengandung maslahat bagi mereka.
  3. Ibadah dibangun di atas tawqif (dalil) dan dicukupkan apa yang ada dalam dalil. Sedangkan adat terdapat kebebasan untuk melakukannya selama tidak ada dalil yang melarang.
  4. Ibadah tidak mungkin bagi akal memikirkan maksudnya, seperti kita tidak perlu bertanya mengapa shalat Zhuhur empat raka'at. Sedangkan adat ditunjukkan oleh akal manakah yang maslahat. (Diringkas dari penjelasan Syaikh Dr. Muhammad bin Husain Al Jizaniy dinukil dari Multaqo Ahlil Hadits)

Kaidah Penting

Setelah kita memahami perbedaan antara adat dan ibadah, maka ada Kaidah yang perlu diperhatikan yang disebutkan oleh para ulama. Mereka berkata,

كل تقرب إلى الله بفعل شيء من العادات أو المعاملات من وجه لم يعتبره الشارع فهو بدعة

"Setiap pendekatan diri pada Allah dengan melakukan perkara adat atau muamalah dengan cara yang tidak dianggap oleh syari'at, maka ia termasuk bid'ah".

Kaidah ini di antaranya disebutkan oleh Imam Asy Syatibi dalam Al I'tishom.

Contoh penerapan kaidah di atas:

  1. Menjadikan memakai pakaian shuf (wol) sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah seperti yang dilakukan kalangan sufiyah.
  2. Menjadikan diam (tidak berbicara) selamanya, enggan makan daging (vegetarian) atau enggan minum air, begitu pula berdiri di terik matahari tanpa mau mengambil tempat untuk berteduh, semua ini dilakukan dalam rangka ibadah (pendekatan diri pada Allah).

Kaidah di atas berlaku untuk perkara adat dan muamalat saja yang digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah. Disebut bid'ah karena asalnya tidak ada tuntunan, dan tata caranya tidak diajarkan dalam Islam. Ada juga perkara adat atau muamalat yang secara hakiki termasuk bid'ah karena tidak ada dalilnya secara umum, maupun secara terperinci.

Lihat bahasan di atas dalam Qowa'id Ma'rifatil Bida' karya Muhammad bin Husain Al Jizaniy, hal. 106-107.

Adat atau Muamalah Diniatkan Ibadah

Ada yang sering bertanya, "Berarti Facebook untuk dakwah itu bid'ah, begitu pula mencari nafkah juga bid'ah jika diniatkan untuk ibadah karena tidak ada dalilnya?" Nah, point berikut ini yang harus dipahami.

Perlu diketahui bahwa adat atau muamalah bisa termasuk ibadah dan bukan bid'ah ketika memenuhi salah satu dari dua syarat:

  1. Dilakukan dengan niat yang benar.
  2. Sebagai wasilah (perantara) dan men-support amalan shalih.

Dalil yang mendukung syarat pertama adalah hadits,

وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ ، إِلاَّ أُجِرْتَ ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ

"Sesungguhnya engkau tidaklah menafkahkan suatu nafkah dalam rangka mengharap wajah Allah melainkan akan diganjar dengan usaha itu sampai pun sesuap makanan yang engkau masukkan dalam mulut istrimu." (HR. Bukhari no. 6373 dan Muslim no. 1628).

Di sini disebutkan dengan niat ikhlas mengharap pahala di sisi Allah, barulah perbuatan yang asalnya bukan ibadah berbuah pahala.

Dalil bahwasanya perbuatan non-ibadah jika sebagai wasilah (perantara) pada ketaatan atau ibadah dapat bernilai pahala dapat disimpulkan dari firman Allah Ta'ala,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ

"Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh." (QS. At Taubah: 120). Ayat ini menunjukkan bahwa wasilah (perantara) dan mendukung terwujudnya ketaatan dianggap sebagai ketaataan pula dan bernilai pahala. [Lihat bahasan di atas dalam Qowa'id Ma'rifatil Bida', hal. 107]

Sebagai Wasilah (Perantara), Bukan Tujuan

Namun ingat di sini, itu jika perkara non-ibadah dijadikan sebagai sarana dan bukan tujuan. Sehingga tidak tepat berdalil dengan point ini untuk mendukung acara mauludan (peringatan Maulid Nabi) dan acara bid'ah lainnya. Karena mauludansendiri yang dimaksud adalah tujuan, bukan sarana karena yang melakukan mauludan memaksudkan amalan tersebut untuk meraih pahala dengan dibacakan shalawat, dll. Sedangkan jika seseorang menggunakan FB atau HP untuk berdakwah, itu sebagai wasilah (sarana) dan bukan maksud atau tujuan. Jadi sungguh keliru yang serampangan dalam menggunakan Kaidah ini karena tidak paham.

Dua syarat yang telah disebutkan sebelumnya dianggap oleh syari'at. Sehingga tepatlah dalam Kaidah yang kami sebutkan di atas ditambahkan embel-embel, "Setiap pendekatan diri pada Allah dengan melakukan perkara adat atau muamalah dengan cara yang tidak dianggap oleh syari'at, maka ia termasuk bid'ah." Di antara cara yang tidak dianggap oleh syari'at adalah menjadikan perkara non-ibadah (adat atau muamalat) secara dzatnya sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Inilah yang terjadi di tengah masyarakat kita pada acara yasinan atau tahlilan. Acara ini termasuk adat, namun secara dzat dimaksudkan untuk ibadah. Dan di dalamnya dikhususkan ibadah pula yang tidak dituntunkan. Karena mengkhususkan selamatan kematian dengan surat Yasin atau bacaan tahlil tidak ada dalil pendukungnya.

Ibnu Rajab dalam Jaami'ul 'Ulum wal Hikam berkata,

فمن تقرَّب إلى الله بعمل ، لم يجعله الله ورسولُه قربة إلى الله ، فعمله باطلٌ مردودٌ عليه

"Barangsiapa mendekatkan diri pada Allah dengan amalan yang Allah dan Rasul-Nya tidak nilai sebagai ibadah (pendekatan diri pada-Nya), maka amalannya batil dan tertolak."

Coba renungkan berbagai amalan yang tersebar di tengah masyarakat, apakah termasuk ibadah atau non-ibadah? Contohnya peringatan Maulid, apakah itu non-ibadah? Bukankah -asalnya- acara maulid diadakan untuk cari pahala, bukan untuk cari keuntungan seperti dalam jual beli? Kalau jelas ibadah, lantas mengapa masih membuat rancu dengan mengatakan maulid Nabi itu perkara muamalat (sehingga sah-sah saja diperingati) dan bukan ibadah padahal di dalamnya terdapat shalawatan, yang tentu itu dimaksud untuk mendapatkan pahala di sisi Allah?

Semoga jadi renungan, hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Diselesaikan selepas shalat Fajar di Mabna 27, Jami'ah Malik Su'ud, Riyadh-KSA

Rabu, 18 Rabi'ul Awwal 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Soal-241: Mengingatkan Pengajian Ustadz Lain

Posted: 07 Mar 2013 10:00 PM PST

Bagaimanakah jika ada seorang ustadz mengingatkan muridnya dari ustadz lain, dikarenakan kurangnya adab sang ustadz?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Fatwa Ulama: Hukum Bermajelis Dengan Ahlul Bid’ah

Posted: 07 Mar 2013 06:04 PM PST

Fatwa Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak

Soal

Terdapat banyak atsar (riwayat) dari para salaf (ulama terdahulu) yang menganggap sama antara orang-orang yang bersahabat dengan ahli bid’ah atau bermajelis dengannya, ke dalam hukum ahli bid’ah itu sendiri (yaitu menganggap mereka termasuk ahli bid’ah -pent). Apakah hukum ini dimaknai sebagaimana apa adanya (yaitu mereka benar-benar termasuk ahli bid’ah), atau dimaknai sebagai peringatan (supaya orang-orang menjauhi majelis mereka), dan pencegahan darinya? Apakah perbedaan dari kedua hal itu? Apakah hukum (dalam atsar-atsar) tersebut berlaku pada semua majelis, atau perlu melihat sebab-sebab bermajelis?

Jawab

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وبعد

[ Larangan bermajelis dengan ahli bid'ah ]
Allah Ta’ala berfirman :

{وقد نزل عليكم في الكتاب أن إذا سمعتم آيات الله يكفر بها ويستهزأ بها فلا تقعدوا معهم حتى يخوضوا في حديث غيره إنكم إذاً مثلهم} [النساء: 140]

"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al Qur’an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka." (QS. An-Nisaa’ : 140)

Ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwasanya orang yang duduk dalam majelis yang di dalamnya ayat-ayat Allah diingkari, dan diperolok-olokkan; maka dia seperti mereka (yaitu orang-orang yang kafir lagi mengolok-olok ayat-ayat-Nya). Hukum ini juga diterapkan dalam majelis ahli bid’ah ketika mereka berbicara tentang kebid’ahan mereka dan berdakwah kepadanya, karena orang yang duduk-duduk dengan mereka, sementara mereka berkata-kata dengan kebatilan dan menyesatkan manusia, maka dia (dihukumi) seperti mereka. Hal ini disebabkan duduknya dia bersama mereka, tanpa melakukan pengingkaran, menunjukkan kerelaannya terhadap ahli bid’ah tersebut, dan terhadap kebatilan mereka.

[ Hukum-hukum terkait dengan bermajelis dengan ahli bid'ah ]
Maka barangsiapa yang tidak mampu mencegah kemungkaran itu, wajib baginya tidak menghadiri majelis tersebut, bahkan berdiri dari majelis yang bermaksiat kepada Allah (jika sebelumnya dia duduk di dalam majelis -pent). Sedangkan apabila tidak membicarakan kebatilan, baik berupa kekafiran, bid’ah, maupun maksiat; maka duduk-duduk dalam keadaan seperti ini berbeda-beda hukumnya sesuai dengan maksud, sebab, dan dampak yang ditimbulkan. Kadang duduk-duduk tersebut hukumnya disyariatkan, seperti apabila dimaksudkan dengannya untuk melunakkan hati dan berdakwah, tanpa adanya kekhawatiran bahaya menimpa agamanya. Kadang hukumnya makruh, dan kadang juga hukumnya mubah, jika dilakukan karena adanya keperluan yang mubah. Kadang juga hukumnya bisa menjadi haram, jika menimbulkan mafsadah yang menimpa agamanya, atau menimpa agama orang lain yang mengikuti/mencontohnya.

[ Diantara maksud hajr ]
Hajr (boikot) orang-orang yang gemar bermaksiat dan ahli bid’ah kadang dimaksudkan untuk menjaga diri dari kejelekan mereka, dan kadang dimaksudkan untuk pengingkaran, dan peringatan kepada mereka supaya bertaubat.

Atsar-atsar dari salaf berupa peringatan dari bermajelis dengan ahlul bid’ah, disebabkan kekhawatiran terhadap kejelekan mereka, karena mereka akan memberikan dampak buruk kepada orang yang bermajelis dengan mereka. Dan kebanyakan manusia tidak memiliki ilmu dan kekuatan iman yang menjadi penjaga diri dari kejelekan ahli bid’ah dan ahli kesesatan, sebagaimana dikatakan bahwa "pencegahan lebih baik dari pengobatan".

Wallaahu a’lam.

Catatan : diantara tanda [ dan ] merupakan tambahan dari penerjemah.

Diterjemahkan dari : http://ar.islamway.net/fatwa/36288

Penerjemah : Abu Kaab Prasetyo
Artikel Muslim.Or.Id

Soal-240: Ulama Yang Buruk

Posted: 06 Mar 2013 07:00 PM PST

Seperti apakah ulama yang suu’?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Ngalap Berkah Yang Dibolehkan Dan Terlarang

Posted: 06 Mar 2013 04:44 PM PST

Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau "ngalap berkah".

Adapun makna barokah dalam Al Qur'an dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya. Demikian kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai' dalam At Tabaruk, hal. 39.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Maksud dari ucapan do'a "keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, do'a keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan karena apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah". Lihat Jalaul Afham fii Fadhlish Sholah 'ala Muhammad Khoiril Anam karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 308.

Ngalap berkah kepada makhluk yang terlarang ada dua macam:

Macam pertama: Termasuk Syirik Akbar

Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di mana orang yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta'ala, atau ingin mendapatkan syafa'at dari makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.

Macam kedua: Termasuk Bid'ah

Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan mengusap-usap kain ka'bah, dengan menyentuh dinding ka'bah, dengan menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh nabawiyah, atau dengan menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi; ini semua dilakukan dalam rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah tabarruk yang bid'ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu.

Pelajaran dari pohon Dzatu Anwath

عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ »

Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju Khoibar. Lalu, beliau melewati pohon orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan senjata mereka. Lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Subhanallah! Sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan." (QS. Al A'raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian." (HR. Tirmidzi no. 2180. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits ini dikatakan shahih oleh Al Hafizh Abu Thohir Zubair 'Ali Zaiy)

Syaikh Sulaiman At Tamimi dalam Taisir Al 'Azizil Hamid (1: 407) berkata, "Jika menggantungkan senjata di pohon, lalu bersemedi (i'tikaf) di sampingnya, serta menjadikan sekutu bagi Allah, walau tidak sampai menyembahnya atau tidak pula memintanya, (dinilai keliru), maka bagaimana lagi jika ada yang sampai berdo'a pada orang yang telah mati seperti yang dilakukan oleh para pengagum kubur wali, atau ada yang sampai beristighotsah padanya, atau dengan melakukan sembelihan, nadzar atau melakukan thowaf pada kubur?!"

Beberapa bentuk ngalap berkah yang terlarang

1- Ngalap berkah dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah beliau wafat

Di antara yang terlarang adalah tabaruk dengan kubur beliau. Bentuknya adalah seperti meminta do'a dan syafa'at dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di sisi kubur beliau. Semisal seseorang mengatakan, "Wahai Rasul, ampunilah aku" atau "Wahai rasul, berdo'alah kepada Allah agar mengampuniku dan menunjuki jalan yang lurus". Perbuatan semacam ini bahkan termasuk kesyirikan karena di dalamnya terdapat bentuk permintaan yang hanya Allah saja yang bisa mengabulkannya. (Lihat At Tabaruk, hal. 325.)

Juga yang termasuk keliru adalah mendatangi kubur Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantas mengambil berkah dari kuburnya dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa yang menziarahi kubur Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau menziarahi kubur para nabi dan orang sholih lainnya, termasuk juga kubur para sahabat dan ahlul bait, ia tidak dianjurkan sama sekali untuk mengusap-usap atau mencium kubur tersebut." (Majmu' Al Fatawa, 27: 79).

Imam Al Ghozali mengatakan, "Mengusap-usap dan mencium kuburan adalah adat Nashrani dan Yahudi". (Ihya' 'Ulumuddin, 1: 282).

2- Tabarruk dengan orang sholih setelah wafatnya

Jika terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja tidak diperkenankan tabarruk dengan kubur beliau dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut, maka lebih-lebih dengan kubur orang sholih, kubur para wali, kubur kyai, kubur para habib atau kubur lainnya. Tidak diperkenankan pula seseorang meminta dari orang sholih yang telah mati tersebut dengan do'a "wahai pak kyai, sembuhkanlah penyakitku ini", "wahai Habib, mudahkanlah urusanku untuk terlepas dari lilitan hutang", "wahai wali, lancarkanlah bisnisku". Permintaan seperti ini hanya boleh ditujukan pada Allah karena hanya Allah yang bisa mengabulkan. Sehingga jika do'a semacam itu ditujukan pada selain Allah, berarti telah terjatuh pada kesyirikan.

Begitu pula yang keliru, jika tabarruk tersebut adalah tawassul, yaitu meminta orang sholih yang sudah tiada untuk berdo'a kepada Allah agar mendo'akan dirinya.

3- Tabarruk dengan pohon, batu dan benda lainnya.

Ngalap berkah dengan benda-benda semacam ini, termasuk pula ngalap berkah dengan sesuatu yang tidak logis seperti dengan kotoran sapi (Kebo Kyai Slamet), termasuk hal yang terlarang, suatu bid'ah yang tercela dan sebab  terjadinya kesyirikan.

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Adapun pohon, bebatuan dan benda lainnya … yang dijadikan tabarruk atau diagungkan dengan shalat di sisinya, atau semacam itu, maka semua itu adalah perkara bid'ah yang mungkar dan perbuatan ahli jahiliyah serta sebab timbulnya kesyirikan." (Majmu' Al Fatawa, 27: 136-137)

Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk perbuatan ghuluw (berlebihan) terhadap orang sholih dan pada suatu benda. Sikap yang benar untuk meraih keberkahan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah beliau wafat adalah dengan ittiba' atau mengikuti setiap tuntunan beliau, sedangkan kepada orang sholih adalah dengan mengikuti ajaran kebaikan mereka dan mewarisi setiap ilmu mereka yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Inilah tabarruk yang benar.

Beberapa bentuk ngalap berkah yang dibolehkan

1- Keberkahan orang sholih

Di antara keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia akan memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan sengsara. Allah Ta'ala berfirman,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

"Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (QS. Thoha: 123). Ibnu 'Abbas menjelaskan keutamaan orang yang mengikuti petunjuk Allah,

لا يضل في الدنيا، ولا يشقى في الآخرة

"Ia tidak sesat di dunia dan tidak celaka di akhirat". Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 9: 376-377.

Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang dimaksudkan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih yang berilmu sebagai pewaris para nabi.

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi". (HR. Abu Daud no. 3641, At Tirmidzi no. 2682 dan Ibnu Majah no. 223. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

2- Keberkahan lewat jujur dalam jual beli

Dari Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

"Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang". (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532)

3- Keberkahan karena tidak tamak pada harta

Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa tamak, maka keberkahan pun akan mudah datang. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam,

يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

"Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah" (HR. Bukhari no. 1472). Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat dari sisi orang yang mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak dan tidak meminta-minta. Sedangkan jika dilihat dari orang yang memberikan harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati yang lapang. (Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani, 3: 336.)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, "Qona'ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan senantiasa mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti itu tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna." (Syarh Ibni Batthol, Asy Syamilah, 6: 48)

4- Keberkahan dari berpagi-pagi dalam mencari rezeki

Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

"Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya."

Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta. (HR. Abu Daud no. 2606, At Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

5- Keberkahan lewat air zam-zam

Dalam sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut air zam-zam,

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ

"Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan." (HR. Muslim no. 4520)

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ

"Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya." (HR. Ibnu Majah no. 3062 dan Ahmad 3: 357).

Dan masih banyak contoh lainnya. Namun yang terpenting dalam meraih keberkahan adalah dengan iman dan takwa. Allah Ta'ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al A'rof: 96). Dari sini menunjukkan bahwa jika ada yang mengambil berkah dengan kemaksiatan, seperti melakukan ritual zina yang dilakukan di tempat pesugihan Gunung Kemukus atau memenuhi ritual zina ala alam ghaib, maka ini adalah sesuatu kesesatan. Apalagi yang dicontoh adalah pelaku dosa.

Demikian sedikit ulasan dari kami mengenai beberapa penyimpangan dalam ngalap berkah dan beberapa bentuk yang dibolehkan. Moga kaum muslimin semakin mendapat pencerahan. Moga Allah pun beri hidayah.

Panggang-Gunungkidul, 25 Rabi’ul Akhir 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Fatwa Ulama: Apakah Malaikat Itu Laki-Laki?

Posted: 06 Mar 2013 12:00 AM PST

Fatwa Syaikh Khalid bin Ali Al Musyaiqih

Soal

Apakah boleh memutlakkan bahwa Malaikat itu berjenis laki-laki ?

Jawab

Tidak boleh memutlakkan bahwa Malaikat itu laki-laki. Karena info tentang hal ini tidak ada dalam dalil. Jika kita mutlakkan bahwa Malaikat itu laki-laki berarti kita menetapkan bahwa Malaikat memiliki sifat-sifat fisik dan perilaku sebagaimana seorang laki-laki, padahal yang demikian tidak ada dalam diri Malaikat. Malaikat itu makhluk yang diciptakan dari cahaya. Sebagaimana kata para ulama, mereka itu makhluk yang tidak makan, tidak minum, tidak merasa sombong dengan kekuatannya. Mereka adalah makhluk yang dibebani dengan tugas-tugas yang dijelaskan oleh Allah dalam kitab-Nya dan oleh Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam dalam sunnahnya.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/38467

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Soal-239: Ghuluw Dalam Tajwid

Posted: 05 Mar 2013 07:00 PM PST

Bagaimanakah contoh ghuluw dalam makhraj huruf atau tajwid?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Faidah Seputar Aqidah Dari Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Posted: 05 Mar 2013 04:33 PM PST

بسم الله الرحمن الرحيم

Hakikat Iman

Allah ta'ala berfirman,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

"Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan kepada-Nya agama secara lurus, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus" (QS. al-Bayyinah: 5)

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Ayat ini menunjukkan bahwa iman itu adalah ucapan, perbuatan, dan keyakinan. Karena Allah menamakan perkara-perkara ini sebagai agama yang lurus. Istilah agama dan iman adalah semakna. Yang dimaksud dengan agama yang lurus adalah millah/ajaran yang benar." (lihat Syarh Lum'at al-I'tiqad, hal. 181)

Unsur Keimanan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang. Yang tertinggi adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Bahkan, rasa malu juga merupakan salah satu cabang keimanan." (HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Beliau menjadikan perkara-perkara ini semuanya sebagai bagian dari iman. Yaitu ucapan laa ilaha illallah, ini adalah ucapan. Menyingkirkan gangguan dari jalan, ini adalah amalan. Dan rasa malu sebagai cabang keimanan, maka ini adalah keyakinan…" (lihat Syarh Lum'at al-I'tiqad, hal. 181)

Fluktuasi Iman

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya mereka maka bertambahlah keimanan mereka, dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka." (QS. al-Anfal: 2).

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Ayat ini menunjukkan bahwa iman itu bertambah. Apabila seorang insan mendengar al-Qur'an maka bertambahlah imannya. Dan apabila dia jauh dari al-Qur'an maka berkuranglah imannya." (lihat Syarh Lum'at al-I'tiqad, hal. 175)

Tujuan Penciptaan

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, "Makna 'supaya mereka beribadah kepada-Ku- adalah agar mereka mengesakan Aku (Allah, pent) dalam beribadah. Atau dengan ungkapan lain 'supaya mereka beribadah kepada-Ku' maksudnya adalah agar mereka mentauhidkan Aku; karena tauhid dan ibadah itu adalah sama (tidak bisa dipisahkan, pent)." (lihat I'anat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid [1/33])

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Dia (Allah) tidaklah membutuhkan ibadahmu. Seandainya kamu kafir maka kerajaan Allah tidak akan berkurang. Bahkan, kamulah yang membutuhkan diri-Nya. Kamulah yang memerlukan ibadah itu. Salah satu bentuk kasih sayang Allah adalah dengan memerintahkanmu beribadah kepada-Nya demi kemaslahatan dirimu sendiri. Jika kamu beribadah kepada-Nya, maka Allah subhanahu wa ta'ala akan memuliakanmu dengan balasan dan pahala. Ibadah menjadi sebab Allah memuliakan kedudukanmu di dunia dan di akherat. Jadi, siapakah yang memetik manfaat dari ibadah? Yang memetik manfaat dari ibadah adalah hamba. Adapun Allah jalla wa 'ala, Dia tidak membutuhkan makhluk-Nya."(lihat Syarh al-Qawa'id al-Arba', hal. 15-16)

Asas Agama Islam

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Aqidah tauhid ini merupakan asas agama. Semua perintah dan larangan, segala bentuk ibadah dan ketaatan, semuanya harus dilandasi dengan aqidah tauhid. Tauhid inilah yang menjadi kandungan dari syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah. Dua kalimat syahadat yang merupakan rukun Islam yang pertama. Maka, tidaklah sah suatu amal atau ibadah apapun, tidaklah ada orang yang bisa selamat dari neraka dan bisa masuk surga, kecuali apabila dia mewujudkan tauhid ini dan meluruskan aqidahnya." (lihat Ia'nat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid [1/17] cet. Mu'assasah ar-Risalah)

Tiga Pilar Ibadah

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Ibadah yang diperintahkan itu harus mengandung unsur perendahan diri dan kecintaan. Ibadah ini mengandung tiga pilar; cinta, harap, dan takut. Ketiga unsur ini harus berpadu. Barangsiapa yang hanya bergantung kepada salah satu unsur saja maka dia belum dianggap beribadah kepada Allah dengan sebenarnya. Beribadah kepada Allah dengan modal cinta saja, maka ini adalah metode kaum Sufi. Beribadah kepada-Nya dengan modal rasa harap semata, maka ini adalah metode kaum Murji'ah. Adapun beribadah kepada-Nya dengan modal rasa takut belaka, maka ini adalah jalannya kaum Khawarij." (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad, hal. 35)

Tauhid Rububiyah Tidak Cukup

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Sebagaimana pula wajib diketahui bahwa pengakuan terhadap tauhid rububiyah saja tidaklah mencukupi dan tidak bermanfaat kecuali apabila disertai pengakuan terhadap tauhid uluhiyah (mengesakan Allah dalam beribadah) dan benar-benar merealisasikannya dengan ucapan, amalan, dan keyakinan…" (lihat Syarh Kasyf asy-Syubuhat, hal. 24-25).

Landasan Kecintaan

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Kecintaan merupakan pokok agama Islam yang menjadi poros segala ajaran agama. Dengan kesempurnaan cinta maka sempurnalah agama islam, dan dengan berkurangnya cinta maka berkuranglah tauhid seorang insan. Yang dimaksud dengan cinta di sini adalah kecintaaan penghambaan yang mengandung perendahan diri dan ketundukan serta ketaatan secara mutlak dan lebih mendahulukan sosok yang dicintai dari segala sesuatu selain-Nya. Kecintaan semacam ini murni untuk Allah, tidak boleh dipersekutukan dengan-Nya dalam hal ini sesuatu apapun."(lihat al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad, hal. 84)

Maqam Tauhid Yang Tertinggi

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Tawakal kepada Allah adalah sebuah kewajiban yang harus diikhlaskan (dimurnikan) untuk Allah semata. Ia merupakan jenis ibadah yang paling komprehensif, maqam/kedudukan tauhid yang tertinggi, teragung, dan termulia. Karena dari tawakal itulah tumbuh berbagai amal salih. Sebab apabila seorang hamba bersandar kepada Allah semata dalam semua urusan agama maupun dunianya, tidak kepada selain-Nya, niscaya keikhlasan dan interaksinya dengan Allah pun menjadi benar." (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad, hal. 91)

Larangan Provokasi

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Memberontak kepada para pemimpin terjadi dalam bentuk mengangkat senjata, dan ini adalah bentuk pemberontakan yang paling parah. Selain itu, pemberontakan juga terjadi dengan ucapan; yaitu dengan mencaci dan mencemooh mereka, mendiskreditkan mereka dalam berbagai pertemuan, dan mengkritik mereka melalui mimbar-mimbar. Hal ini akan menyulut keresahan masyarakat dan menggiring mereka menuju pemberontakan terhadap penguasa. Hal itu jelas merendahkan kedudukan pemerintah di mata rakyat. Ini artinya, pemberontakan juga bisa terjadi dalam bentuk ucapan/provokasi." (lihat Da'aa'im Minhaj Nubuwwah, hal. 272)

Wallahu a'lam. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil 'alamin.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Pengobatan GRATIS Di Desa Lereng Gunung Merapi (Yogyakarta, 17 Maret 2013)

Posted: 05 Mar 2013 05:36 AM PST

donasi kesehatan, donasi merapiInsya Allah pada Ahad, 17 Maret 2013 nanti, Tim Peduli Muslim akan mengadakan pelayanan kesehatan – pengobatan GRATIS di desa Lereng Gunung Merapi, tepatnya di dusun Tritis, Girikerto, Turi.

Dusun ini dipilih karena sangat minim dengan akses kesehatan (Puskemas terdekat berjarak 7 km), sinyal HP hampir tidak ada, dan cukup jauh dari keramaian manusia. Tempat yang akan dijadikan penyelenggaraan kegiatan ini adalah rumah Pak Parjo, tokoh masyarakat di dusun tersebut. Secara personal, beliau mengurus anak-anak yatim (26 orang), dan membuat pondokan untuk tempat tinggal mereka. Biaya yang dikeluarkan pak Parjo untuk memberi makan anak-anak yatim ini adalah Rp. 65.000 per hari (untuk 26 anak tersebut).

Pada tahun 1994, terjadi erupsi Merapi yang meluluhlantakkan dusun ini. Alhamdulillaah, erupsi tahun 2010 tidak berdampak separah yang terjadi tahun 1994. Pemerintah memberikan akses jalan beraspal sampai ke tempat ini sehingga memudahkan jalur evakuasi jika letusan merapi terjadi kembali. Meskipun demikian, akses kesehatan di tempat ini masih minim.

Berdasarkan hal tersebut, rekan-rekan dari Tim Peduli MuslimYayasan Pendidikan Islam Al-Atsari berinisiatif mengadakan program Layanan Kesehatan Gratis di tempat ini.

# Anggota Tim:

Penanggung jawab: Amrullah Akadhinta, S.T

Koordinator Umum: Ginanjar Indrajati

Koordinator Tim Medis: dr. Adika Mianoki

Anggota Tim Medis Putra:

  • dr. Adika Mianoki
  • dr. Muhaimin Ashuri
  • dr. Raehanul Bahraen
  • Abdiyat Sakrie, S.Ked
  • Rahadian Faisal, S.Ked
  • Nugraha Septian
  • Agung Panji W

Anggota Tim Medis Putri

  • dr. Tutik Pristiyanti
  • dr. Ika Kartika Sari
  • dr. Avie Andriyani
  • dr. Fitri Rachmayanti
  • Nafsa Muthmainna
  • Anita Rahmawati
  • Latifah Estriani
  • Elfian Yogi Fista
  • Maria Nova Nurfitri
  • Diah Ayu Kusuma Wardani
  • Nurkhasanah M
  • Nur Isnaini Mulyorini

(Tim medis merupakan gabungan dari para dokter dan mahasiswa-mahasiswi fakultas kedokteran, farmasi, gizi, dan keperawatan Universitas Gadjah Mada).

PJ Obat-obatan: Ronal Abu Ahmad, S.Farm, A.PT

===========
Anda yang ingin berpartisipasi dengan kami dalam kegiatan di Merapi ini (dan juga kegiatan-kegiatan kami yang lain) dalam hal donasi, dapat menyalurkan donasinya melalui rekening berikut:

  1. Bank Mandiri, Cabang Cilegon, no. rekening 163.0000.501.463 atas nama Muhammad Iqbal.
  2. Bank BNI Syariah Yogyakarta, no. rekening 0284.8124.96 atas nama Muhammad Oksa.

*) Untuk memudahkan pencatatan laporan keuangan, mohon setiap setelah mengirimkan donasi, agar menyampaikan konfirmasi via sms ke nomor +628.961.546.4449 (Muhammad Iqbal).

———————
NB: Bantulah kami dengan menshare post ini, semoga Allah memberikan balasan yang baik kepada Anda. Amiiin.

Soal-238: Amalan yang Niatnya Lebih dari Satu

Posted: 04 Mar 2013 10:00 PM PST

Apa sajakah amalan yang niatnya boleh lebih dari satu, dan yang boleh hanya satu niat?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

E-BOOK: Keagungan Surat Al Fatihah

Posted: 04 Mar 2013 07:31 PM PST

Kedudukan Surat Al-Fatihah

Surat al-Fatihah memiliki kedudukan yang tinggi dalam al-Quran; karena merupakan surat yang paling agung, sebagaimana ayat kursi merupakan ayat yang paling agung.

Saking pentingnya surat ini, ia dicantumkan di awal mushaf. Oleh karena itu, ia disebut juga “Faatihatul kitab” (Pembukaan Al-Quran). Ini menunjukkan betapa penting dan tingginya kedudukan surat ini, sebab ia tidak dikedepankan maupun dicantumkan di awal mushaf, melainkan karena kedudukannya yang amat penting.

 

Hukum Membaca Al-Fatihah dalam Shalat

Allah Subhaanahu wata’ala mewajibkan membaca surat al-Fatihah pada setiap rakaat dalam shalat, ini menunjukkan pentingnya surat al-Fatihah.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa membaca surat al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib, dan barangsiapa tidak membacanya, maka shalatnya tidak sah (batal). Sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam :

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca al-Fatihah”. 1

Kewajiban ini adalah bagi yang mampu membacanya, adapun yang tidak mampu membacanya karena tidak hafal, maka ia membaca ayat al-Quran apa saja yang ia hafal selain al-Fatihah.

Jika tidak dapat membaca ayat apapun dari al-Quran, maka boleh baginya untuk membaca dzikir berikut sebagai gantinya:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ

“Maha Suci Allah, Segala puji bagi Allah, Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah, Allah Maha Besar, Tiada kemampuan dan kekuatan kecuali dari Allah”.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam :

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ، فَإِنْ كَانَ مَعَكَ قُرْآنٌ فَاقْرَأْ، وَإِلَّا فَاحْمَدِ اللَّهَ وَكَبِّرْهُ وَهَلِّلْهُ، ثُمَّ ارْكَعْ

Apabila kamu berdiri untuk shalat maka bertakbirlah, jika engkau menghafal sebagian dari al-Qur’an maka bacalah. Namun jika tidak, maka ucapkan hamdalah, takbir, dan tahlil, kemudian ruku’lah…” 2

 

Mayoritas Ulama berpendapat wajibnya membaca surat al-Fatihah bagi imam dan yang shalat sendirian. Namun mereka berbeda pendapat tentang bacaan al-Fatihah bagi makmum dalam tiga pendapat :

Pendapat pertama : Membaca al-Fatihah wajib bagi setiap orang yang melaksanakan shalat; baik sebagai imam atau makmum atau shalat sendiri, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam :

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca al-Fatihah”.

Pengertian hadits ini mencakup semua orang yang melaksanakan shalat.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam juga bersabda:

لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ. قُلْنَا: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: لَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا

“Sepertinya kalian membaca di belakang imam kalian? Kami (shahabat) menjawab: Benar, wahai Rasulullah. Maka kata beliau: Janganlah melakukan itu, kecuali membaca surat al-Fatihah; karena tidak ada shalat bagi yang tidak membacanya”. 3

Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan sejumlah ahli hadits, seperti Imam Bukhori dan yang lainnya. Mereka berpendapat wajibnya membaca al-Fatihah bagi imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian.

Pendapat kedua : Makmum tidak wajib membacanya, karena bacaan imam telah cukup baginya.

Pendapat ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam:

مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ، فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ

“Barangsiapa yang (shalat) mengikuti imam, maka bacaan imam menjadi bacaan baginya”4

Akan tetapi, keabsahan sanad hadits ini masih diperdebatkan.

Mereka juga berdalil dengan firman Allah Subhaanahu wata’ala :

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkan baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Al-A’raaf:204)

Menurut mereka, dalam ayat ini Allah Subhaanahu wata’ala memerintahkan untuk menyimak dan memerhatikan bacaan al-Quran, dan ayat ini turun berkenaan dengan bacaan al-Quran ketika shalat. Artinya, apabila imam membaca al-Quran, maka makmum harus menyimak dan memerhatikannya. Jadi, ayat ini menunjukkan bahwa makmum tidak ikut membaca al-Quran, karena imam telah membaca bagi dirinya dan para makmum. Ini adalah pendapat mazhab Abu Hanifah dan Ahmad.

Pendapat ketiga, -yaitu pendapat Imam Malik yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan banyak ulama lainnya- : Makmum wajib membaca al-Fatihah pada shalat sirriyah saat imam tidak mengeraskan bacaannya, seperti pada shalat Dzuhur dan Ashar. Adapun pada shalat jahriyah, maka cukuplah imam yang membaca, sedangkan makmum hendaknya diam sambil menyimak bacaan imam.

Menurut mereka, pendapat inilah yang dapat mengkompromikan dalil-dalil yang ada. Artinya, hadits-hadits yang mewajibkan bacaan al-Fatihah maksudnya ialah ketika shalat sirriyah, sedangkan ayat dan hadits lain yang mencukupkan bacaan bagi imam saja, maksudnya ialah ketika shalat jahriyah.

Inilah pendapat yang paling kuat (rajih) insya Allah.

 

1 Muttafaqun alaih. HR. Bukhari (kitab Adzan, bab 95, no 756) dan Muslim (kitab Shalat, no 394) dari Ubadah bin Shamit.

2 HR. Abu Dawud (kitab Shalat, bab 148, no 861) dan Tirmidzi (kitab Shalat, bab 110, no 302, 2/100) dari Rifa’ah bin Raafi’.

3 HR. Abu Daud (kitab shalat, bab 136, no 824, 1/362) dan Nasa’i (kitab al-Iftitah, bab 29, no 919, 1/489) dari Ubadah bin Shamit.

4 HR. Ahmad (no 14698, (5/125), dan Ibnu Majah (kitab iqamatus shalat, bab 13, no 850) dari Jabir. Lafadz ini adalah lafadz al-Baihaqi dalam Sunan-nya (kitab shalat, bab 265, no.2898, 2/22).

Artikel selengkapnya silakan unduh e-book Keagungan Surat Al Fatihah

Soal-237: Ingin Sedekah Namun Tak Punya Uang

Posted: 03 Mar 2013 07:00 PM PST

Bagaimanakah orang yang ingin sedekah, namun tidak punya uang?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download