Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah |
Fatwa Ulama: Memejamkan Mata Saat Shalat Posted: 09 Dec 2012 12:00 AM PST Fatwa Syaikh 'Abdul Karim Al Khudair hafzihohullah Soal: Apakah ketika sujud mata dalam keadaan dipejam atau mesti dibuka? Jawab: Asalnya, mata dalam keadaan terbuka baik ketika sujud dan keadaan lainnya dalam shalat. Sebagian ulama mengatakan bahwa disunnahkan untuk memejamkan kedua mata karena hal itu lebih mudah mendatangkan khusyu'. Namun hal itu cuma was-was saja dalam shalat dan tidak ada dalil pendukung. Perlu diketahui bahwa Yahudi biasa memejamkan mata dalam shalat mereka. Kita diajarkan tidak mengikuti jejak mereka (kita dilarang tasyabbuh).[1] (Sumber fatwa di website pribadi Syaikh 'Abdul Karim Khudair: http://www.khudheir.com/text/4112)
* Syaikh 'Abdul Karim Al Khudair adalah ulama senior di Saudi Arabia, berdomisi di kota Riyadh. Beliau adalah anggota Hai-ah Kibaril Ulama dan menjadi pengajar di kuliah hadits Jami'ah Malik Su'ud (King Saud University), Riyadh Saudi Arabia.
— Riyadh, KSA, 22 Muharram 1434 H
Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Muslim.Or.Id
|
Permasalahan Khilafiyah Tidak Perlu Diingkari, Benarkah? Posted: 08 Dec 2012 05:00 PM PST Sebagian orang beralasan, kalau ada masalah khilaf yang ada perselisihan para ulama, maka tidak perlu diingkari. Biarkanlah, biar umat Islam bersatu. Biar orang kafir pun tahu bahwa umat Islam tidak terpecah belah. Pernyataan bahwa masalah khilafiyah tidak perlu diingkari tidaklah tepat. Yang tepat kita katakan, لا إنكار في مسائل الاجتهاد "Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah" Karena masalah khilafiyah sebenarnya ada dua macam:
Ibnu Taimiyah berkata, "Masalah ijtihadiyah seperti ini tidak boleh diingkari dengan tangan. Dan tidak boleh seorang pun memaksa untuk mengikuti pendapatnya. Akan tetapi yang dilakukan adalah sampaikanlah hujjah dengan alasan ilmiah. Jika telah terang salah satu dari dua pendapat yang diperselisihkan, ikutilah. Namun untuk pendapat yang lain tidak perlu diingkari (dengan keras)." (Majmu' Al Fatawa, 30: 80) Contoh Masalah Khilafiyah Masalah khilafiyah yang sudah ada nash tegas di dalamnya yang masuk dalam kategori pertama di atas yang jelas menyelisihi dalil dan patut diingkari seperti:
Masalah yang masih masuk ranah ijtihad yang boleh kita toleran dalam masalah ini seperti:
Syaikh Shalih Al Munajjid berkata, "Masalah ini dan semisalnya yang tidak ada nash tegas di dalamnya yang menjelaskan hukumnya, maka tidak perlu diingkari dengan keras jika ada yang menyelisihi selama ia mengikuti salah satu ulama terkemuka dan ia yakin itu benar. Akan tetapi tidak boleh seorang pun mengambil suatu pendapat ulama seenak hawa nafsunya saja. Karena jika melakukan seperti ini, ia berarti telah mengumpulkan seluruh kejelekan. Jika dikatakan tidak perlu mengingkari dengan keras pada orang yang menyelisihi dalam masalah ijtihadiyah, bukan berarti masalah tersebut tidak perlu dibahas atau tidak perlu dijelaskan manakah pendapat yang lebih kuat (rojih). Bahkan ulama dahulu hingga saat ini telah membahas masalah ijtihadiyah semacam ini. Jika telah jelas manakah pendapat yang benar, maka hendaklah kita rujuk padanya." (Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 70491) Penjelasan Para Ulama Ibnu Taimiyah berkata, "Jika ada yang mengatakan bahwa masalah khilaf tidak perlu diingkari, maka itu tidaklah benar jika melihat dari sisi ucapan yang dihukumi atau amalan. Jika ada ucapan yang menyelisihi ajaran Rasul atau menyelisihi ijma' (kesepakatan para ulama), maka wajib mengingkarinya. Jika masalah tersebut tidak disepakati, maka boleh mengingkari untuk menjelaskan bahwa pendapat tersebut lemah dan menyebutkan pendapat yang benar dari ulama salaf atau para fuqoha'. Adapun jika ada amalan yang menyelisihi ajaran Rasul atau menyelisihi ijma', maka wajib mengingkarinya tergantung pada bentuk kemungkarannya. … Adapun jika dalam suatu permasalahan tidak ditunjukkan dalil yang tegas, juga tidak ada ijma', maka berijtihad ketika itu dibolehkan dan tidak perlu orang yang berijtihad dan yang mengikuti diingkari dengan keras. … Dalam masalah ijtihad ini selama tidak ada dalil yang tegas tidak perlu sampai mencela para mujtahid yang menyelisihinya seperti dalam permasalahan yang masih diselisihi para salaf." (Majmu' Al Fatawa, 9: 112-113) Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Masalah khilaf sudah terjadi di antara para sahabat, tabi'in dan ulama sesudah mereka –radhiyallahu 'anhum ajma'in-. Hal seperti ini tidak perlu diingkari. Demikian mereka juga berkata bahwa tidak boleh bagi seorang mufti (ahli fatwa) dan tidak pula seorang qodhi (hakim) menentang orang yang menyelisihinya selama hal itu tidak menyelisihi dalil yang tegas, ijma' (kesepakatan ulama) dan qiyas jalii." (Syarh Muslim, 2: 24) Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin berkata, "Masalah khilafiyah terbagi menjadi dua macam:
Kami tutup dengan nasehat bagi orang yang berilmu yang banyak jadi panutan. Imam Malik berkata, لَيْسَ لِلْفَقِيهِ أَنْ يَحْمِلَ النَّاسَ عَلَى مَذْهَبِهِ "Tidak boleh bagi seorang faqih (yang berilmu) mengajak manusia pada madzhabnya" (Majmu' Al Fatawa, 30: 80). Namun ajaklah untuk mengikuti dalil. Karena dalil-lah yang jadi pegangan. Semoga Allah menunjuki kita untuk dapat terus berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. Wallahu waliyyut taufiq.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, tengah malam 27 Rajab 1433 H — Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal |
You are subscribed to email updates from Muslim.Or.Id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
No comments:
Post a Comment