Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah |
- Mereka yang Dilaknat
- Fatwa Ulama: Usia Berapa Anak Mulai Diajari Al Qur’an?
- Memupuk Rasa Takut Kepada Allah
Posted: 30 Dec 2012 09:52 AM PST Dari Humran -bekas budak yang dimerdekakan oleh Utsman-, dia berkata: Setelah Utsman -radhiyallahhu'anhu- selesai berwudhu, dia berkata, "Demi Allah, aku benar-benar akan menyampaikan hadits kepada kalian. Demi Allah, kalau bukan karena teringat akan sebuah ayat yang terdapat di dalam Kitabullah niscaya aku tidak akan menyampaikan hadits kepada kalian. Aku dulu pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tidaklah seseorang berwudhu lalu membaguskan wudhunya kemudian mengerjakan sholat kecuali pasti akan diampuni dosanya semenjak itu sampai mengerjakan sholat berikutnya.'." Urwah -salah seorang periwayat hadits ini- berkata, "Ayat yang dimaksud -oleh Utsman- adalah (yang artinya), "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk setelah Kami jelaskan ia kepada manusia di dalam al-Kitab, maka mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah dan dilaknat oleh segenap orang yang melaknat." (QS. al-Baqarah: 159)." (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [3/16]) Hadits yang mulia ini mengandung pelajaran-pelajaran penting, di antaranya:
— Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi Artikel Muslim.Or.Id |
Fatwa Ulama: Usia Berapa Anak Mulai Diajari Al Qur’an? Posted: 30 Dec 2012 01:09 AM PST Fatwa Syaikh Khalid Abdul Mun’im Ar Rifa’i -hafizhahullah- Soal: Usia berapa usia yang paling afdhal untuk mulai mengajarkan Al Qur’an kepada anak? Dan bagaimana caranya? Jawab: الحمدُ لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصَحْبِه ومَن والاه، أمَّا بعدُ Usia yang afdhal untuk mulai untuk mulai mengajarkan Al Qur’an kepada anak adalah sejak tiga tahun. Karena ketika itu akalnya mulai berkembang, memorinya masih bersih murni, ia masih senang dengan kisah-kisah dan ia masih mudah menuruti apa yang diperintahkan. Diantara metode yang bagus dalam mengajarkan hafalan Al Qur’an Al Karim adalah sebagai berikut:
Demikianlah caranya. Mengajarkan Al Qur’an kepada anak sejak kecil membuahkan banyak kebaikan dan pahala. Hendaknya para orang tua bersemangat mengajarkan anak mereka sejak dari kecil, semoga dari itu semua mereka mendapatkan pahala yang besar insya Allah. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: خيرُكم من تعلَّم القُرآن وعلَّمه “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya” (Muttafaqun ‘alaihi) Wallahu’alam
Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/40439 — Penerjemah: Yulian Purnama |
Memupuk Rasa Takut Kepada Allah Posted: 29 Dec 2012 08:04 PM PST Pernahkah kita tersadar bahwa lancangnya kita melakukan hal-hal yang dilarang agama, meninggalkan perintah agama, dan meremehkan ajaran-ajaran agama itu semua karena betapa minimnya rasa takut kita kepada Allah. Bahkan kita terkadang lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah Ta’ala. Padahal Allah berfirman (yang artinya) : "..Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku" (QS. Al Ma’idah: 44). Maka takut kepada Allah (al khauf minallah) adalah ibadah salah satu bentuk ibadah yang semestinya dicamkan oleh setiap mukmin. Sifat Orang Yang Bertaqwa Takut kepada Allah adalah sifat orang yang bertaqwa, dan ia juga merupakan bukti imannya kepada Allah. Lihatlah bagaimana Allah mensifati para Malaikat, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : "Mereka takut kepada Rabb mereka yang berada di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)" (QS. An Nahl: 50). Lihat juga bagaimana Allah Ta’ala berfirman tentang hamba-hambanya yang paling mulia, yaitu para Nabi ‘alahimus wassalam (artinya) : "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami" (QS. Al Anbiya: 90) Semakin Berilmu Semakin Takut Kepada Allah Oleh karenanya, seseorang semakin ia mengenal Rabb-nya dan semakin dekat ia kepada Allah Ta’ala, akan semakin besar rasa takutnya kepada Allah. Nabi kita Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya aku yang paling mengenal Allah dan akulah yang paling takut kepada-Nya" (HR. Bukhari-Muslim). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya) : "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama" (QS. Fathir: 28) Ya, karena para ulama, yaitu memiliki ilmu tentang agama Allah ini dan mengamalkannya, merekalah orang-orang yang paling mengenal Allah. Sehingga betapa besar rasa takut mereka kepada Allah Ta’ala. Karena orang yang memiliki ilmu tentang agama Allah akan paham benar akan kebesaran Allah, keperkasaan-Nya, paham benar betapa pedih dan ngeri adzab-Nya. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu’alahi Wasallam bersabda kepada para sahabat beliau: "Demi Allah, andai kalian tahu apa yang aku ketahui, sungguh kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Kalian pun akan enggan berlezat-lezat dengan istri kalian di ranjang. Dan akan kalian keluar menuju tanah datang tinggi, mengiba-iba berdoa kepada Allah" (HR. Tirmidzi 2234, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi) Demikian, sehingga tidaklah heran jika sahabat Umar bin Khattab radhiallahu’anhu, sahabat Nabi yang alim lagi mulia dan stempel surga sudah diraihnya, beliau tetap berkata: "Andai terdengar suara dari langit yang berkata: ‘Wahai manusia, kalian semua sudah dijamin pasti masuk surga kecuali satu orang saja’. Sungguh aku khawatir satu orang itu adalah aku" (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 138) Yaitu karena rasa takut yang timbul dari ma’rifatullah yang mendalam. Orang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu’alahi Wasallam, Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, beliau ulama di kalangan para sahabat, yang tidak perlu kita ragukan lagi keutamaannya, beliau pun menangis ketika sekarat menghadapi ajalnya dan berkata: "Aku tidak menangis karena urusan dunia kalian. Aku menangis karena telah jauh perjalananku, namun betapa sedikit bekalku. Sungguh kelak aku akan berakhir di surga atau neraka, dan aku tidak mengetahi mana yang diberikan padaku diantara keduanya" (HR Nu’aim bin Hammad dalam Az Zuhd, 159) Maka orang-orang yang lancang berbuat maksiat, yang mereka tidak memiliki rasa takut kepada Allah, adalah karena kurangnya ilmu mereka terhadap agama Allah serta kurangnya ma’rifah mereka kepada Allah Ta’ala. Memupuk Rasa Takut Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, adalah bagaimana kita memupuk rasa takut kepada Allah Ta’ala?
Jangan Merasa Aman Sebagian orang merasa sudah banyak beramal, sudah banyak berbuat baik, merasa sudah bertaqwa, merasa dirinya suci, sehingga ia pun merasa Allah tidak mungkin mengadzabnya. Hilang darinya rasa takut kepada Allah. Allah berfirman tentang manusia yang demikian (yang artinya) : "Apakah kalian merasa aman dari makar Allah? Tidaklah ada orang yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi" (QS. Al A’raf: 99). Bagaimana mungkin seorang yang beriman merasa percaya diri dengan amalnya, merasa apa yang telah ia lakukan pasti akan membuatnya aman dari adzab Allah? Sekali-kali bukanlah demikian sifat seorang mukmin. Adapun orang beriman, ia senantiasa khawatir atas dosa yang ia lakukan, tidak ada yang ia anggap kecil dan remeh. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata: "Seorang yang beriman melihat dosa-dosanya bagai ia sedang duduk di bawah gunung yang akan runtuh, ia khawatir tertimpa. Sedangkan orang fajir (ahli maksiat), melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang melewati hidungnya" (HR. Bukhari 6308) Tapi Jangan Putus Asa Seorang mukmin senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah. Namun bukan berarti rasa takut ini menyebabkan kita putus asa dari rahmat-Nya, sehingga kita merasa tidak akan diampuni, merasa amal kita sia-sia, merasa pasti akan masuk neraka dan bentuk-bentuk keputus-asaan lain. Ini tidak benar. Keimanan yang sempurna kepada Allah mengharusnya kita memiliki keduanya, rasa takut (khauf) dan rasa harap (raja’). Dengan berputus-asa terhadap rahmat Allah seakan-akan seseorang mengingkari bahwa Allah itu Ar Rahman (Maha Pemberi Rahmat), Ar Rahim (Maha Penyayang), dan Al Ghafur (Maha Pengampun). Ingatlah nasehat Nabi Yusuf ‘alahissalam kepada anak-anaknya: "dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS. Yusuf: 87). Al Hasan Al Bashri berkata: "Raja’ dan khauf adalah kendaraan seorang mukmin". Al Ghazali pun berujar: "Raja’ dan khauf adalah dua sayap yang dipakai oleh para muqarrabin untuk menempati kedudukan yang terpuji". Demikian sedikit yang dapat kami paparkan. Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang senantiasa takut kepada-Nya, sehingga dengan itu kita engga mengabaikan segala perintahnya dan enggan melanggar segala larangannya.
(Penulis mengambil banyak faidah dari tulisan Syaikh DR. Falih bin Muhammad As Shughayyir berjudul "Al Khauf Minallah") — Penulis: Yulian Purnama |
You are subscribed to email updates from Muslim.Or.Id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
No comments:
Post a Comment