Sunday, December 2, 2012

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Hikmah Diciptakannya Langit Dan Bumi Selama 6 Hari

Posted: 02 Dec 2012 03:00 PM PST

Pertanyaan:

Dikatakan dalam Al Qur’an bahwa Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi selama 6 hari. Tolong jelaskan kepada kami karena setahu kami Allah cukup mengatakan ‘kun‘ (jadilah) maka sesuatu bisa langsung terjadi.

 

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dalam 6 hari. Sebagaimana dikabarkan oleh Allah sendiri dan Ia adalah Ash Shadiq. Ia juga Maha Kuasa menciptakan semua itu dalam sekejap mata. Sebagaimana firman-Nya:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: Jadilah!” maka terjadilah ia" (QS. Yasin: 82)

Namun para ulama menjelaskan bahwa tujuan Allah menciptakan semua itu dalam 6 hari yaitu untuk mengajarkan hamba-Nya sikap tidak tergesa-gesa. Juga untuk mengabarkan bahwa Allah-lah yang mengatur dan segala sesuatu di alam ini dan menghubungkan semuanya. Rabb semesta alam yang Maha Mengetahui segala sesuatu dan Rabb yang Maha Kuasa atas segala sesuatu tidak menjadikan langit dan bumi sekaligus, melainkan dalam 6 hari. Sebagaimana juga Allah menciptakan manusia tidak sebagaimana menciptakan makhluk yang lain. Allah menciptakan manusia dengan susunan dan pengaturan yang paling baik. Semua itu agar hamba-Nya belajar untuk menunggu dan belajar sikap tidak tergesa-gesa, juga untuk mengabarkan kepada mereka bahwa perkara mereka telah diatur sedemikian rupa dengan sempurnanya di atas ilmu yang sempurna tanpa ketergesa-gesaan dan tanpa gangguan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kekuasaan-Nya terhadap segala sesuatu dan ke-Maha Tahuan-nya terhadap segala sesuatu tidak menciptakan langit dan bumi sekaligus melainkan dalam enam hari, padahal Ia Maha Kuasa untuk menciptakan semua itu dalam sekejap mata karena jika Allah menginginkan sesuatu terjadi maka ia mengatakan ‘kun‘ (jadilah) maka terjadilah. Allah Ta’ala mengatur penciptaan langit dan bumi selama beberapa hari agar hamba-Nya memahami bagaimana seharusnya mereka bersikap, bagaimana seharusnya mereka mengatur urusan mereka, bagaimana mereka bersabar menunggu dalam perkara-perkara mereka tanpa tergesa-gesa hingga maslahah mereka sudah tersusun dengan baik dan hingga perkara mereka telah tepat berada pada jalan yang jelas dan membuat hati tenang. Dengan sikap itu tercapailah maslahah mereka dan terhindarlah mereka dari berbagai bahaya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengisyaratkan makna ini dalam firman-Nya:

وَهُوَ الَّذِي خَلَق السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya" (QS. Huud: 7)

Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Ia menciptakan langit dan bumi dengan cara demikian untuk menguji dan menyeleksi siapakah yang paling baik dan paling sempurna amalnya. Maka tergesa-gesa lah orang yang tidak mengatur urusannya, sehingga ia pun kurang sempurna dalam beramal. Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi dalam enam hari untuk menguji hamba-Nya untuk berusaha sempurna dalam beramal, dan berusaha sebaik mungkin dalam beramal serta tidak tergesa-gesa dalam melakukannya sehingga tidak ada cacat dalam urusan-urusan mereka. Dan Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, ketika itu Arsy-Nya ada di atas air, tujuannya untuk menguji siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya. Allah juga berfirman:

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلً

"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya" (QS. Al Kahfi: 7)

Allah juga menciptakan segala apa yang ada di bumi berupa pohon-pohon, tumbuhan, hewan, logan-logam dan benda-benda lainnya untuk menguji dan menyeleksi hamba-Nya, siapakah yang paling sempurna amalnya dalam mengeksplorasi apa yang ada di dalam bumi, mengambil manfaat serta menggunakannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلً

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya" (QS. Al Mulk: 2)

Dalam ayat-ayat ini serta makna yang terkandung di dalamnya menunjukkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan segala sesuatu dengan pengaturan yang sedemikian rupa dan juga rentang waktu yang tertentu untuk menguji hamba-Nya dan menyeleksi siapa yang bisa beramal dengan sempurna. Allah tidak berkata كثر عملاً (siapa yang paling banyak amalnya) namun berkata أَحْسَنُ عَمَلً (yang paling baik amalnya). Maka yang dianggap adalah yang paling profesional, sempurna, dan baik, bukan jumlahnya.

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Ibadah Saat Winter (Musim Dingin)

Posted: 01 Dec 2012 08:00 PM PST

Segala puji bagi Allah, Rabb pencipta malam dan siang, musim panas dan musim dingin. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Di bumi bagian utara di akhir tahun semacam ini telah  memasuki musim dingin (winter). Dalam kitab Lathoif Al Ma'arif, Ibnu Rajab rahimahullah memiliki satu bahasan tentang keutamaan musim dingin (dengan judul "Fadhl Asy Syita' "). Pembahasan kali ini akan sedikit menyarikan apa yang beliau sampaikan dalam kitab tersebut. Sekaligus hal ini jadi faedah berharga untuk kami yang sedang menghadapi musim tersebut sebentar lagi. Moga bermanfaat.

Musim Dingin Bagaikan Musim Semi Bagi Orang Beriman

Imam Ahmad mengeluarkan hadits dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الشِّتَاءُ رَبِيعُ الْمُؤْمِنِ

"Musim dingin terasa seperti musim semi bagi orang beriman."[1]

Imam Al Baihaqi dan selainnya mengeluarkan dengan tambahan,

الشِّتَاءُ رَبِيعُ الْمُؤْمِنِ قَصُرَ نَهَارُهُ فَصَامَ وَطَالَ لَيْلُهُ فَقَامَ

"Musim dingin seperti musim semi bagi orang beriman. Siangnya begitu singkat, maka ia gunakan untuk berpuasa dan malamnya begitu panjang, maka ia gunakan untuk shalat malam."[2]

Dikatakan seperti di atas karena seorang mukmin di musim dingin begitu mudah untuk berpuasa. Siangnya begitu pendek dan ia pun tidak dapati kesulitan apa-apa, tidak mendapati rasa lapar dan haus ketika berpuasa.

Musim Dingin Saat Meraih Ghonimah

Dalam musnad Ahmad dan At Tirmidzi, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,

الْغَنِيمَةُ الْبَارِدَةُ الصَّوْمُ فِى الشِّتَاءِ

"Ghonimah baaridah adalah puasa di musim dingin."[3]

Abu Hurairah pernah bertanya, "Tahukah kalian ghonimah baaridah (yang menyejukkan, terasa dingin)?" "Tidak", jawab mereka (yang ditanya). "Berpuasa saat musim dingin", jawab Abu Hurairah.[4]

Yang dimaksud ghonimah baaridah bahwasanya ghonimah tersebut diperoleh tanpa melakukan peperangan, tanpa ada rasa capek dan tanpa ada kesulitan sama sekali. Artinya, orang yang mendapatkan ghonimah ini tanpa ada kesulitan sama sekali.

Shalat Tahajjud di Musim Dingin

Malam di musim dingin amat panjang. Hal ini bukan berarti seorang mukmin malas-malasan, berselimut terus hingga shuhuh hari sehingga enggan bermunajat pada Sang Khaliq di akhir malam. Justru ini adalah kesempatan yang baik untuk melaksanakan shalat tahajjud.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, "Adapun shalat malam di musim dingin, karena begitu panjang, maka seseorang bisa menggunakannya untuk tidur. Setelah itu, ia bisa menggunakannya untuk shalat malam. Di malam seperti itu ia bisa gunakan waktunya untuk membaca Al Qur'an seluruhnya sesuai kebiasaannya dan sebelumnya telah dia gunakan waktu malam itu untuk tidur. Di sini tergabunglah dua hal yaitu antara tidur yang ia butuhkan dan rutinitas ia dalam membaca Al Qur'an. Sehingga ia pun memperoleh kemaslahatan dalam agama dan istirahat pada jasadnya."

Yahya bin Mu'adz pernah mengatakan,

الليل طويل فلا تقصره بمنامك و الإسلام نقي فلا تدنسه بآثامك

"Malam yang panjang, janganlah engkau membuatnya singkat dengan hanya tidur-tiduran saja. Islam adalah agama yang bersih, janganlah engkau campuri dengan gelimangan dosamu."[5]

Sangat berbeda dengan musim panas. Malam di musim panas begitu singkat dan amat panas, amat sulit mengambil waktu istirahat saat itu. Sehingga seseorang yang ingin melaksanakan shalat malam pun butuh usaha keras. Waktu malam pun tidak bisa digunakan banyak untuk membaca Al Qur'an sesuai rutinitas.

Ibnu Mas'ud pernah mengatakan,

مرحبا بالشتاء تنزل فيه البركة و يطول فيه الليل للقيام و يقصر فيه النهار للصيام

"Selamat datang musim dingin. Kala itu turun barokah dengan malam yang begitu panjang untuk shalat malam. Sebaliknya, siang begitu singkat untuk berpuasa."[6]

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

نعم زمان المؤمن الشتاء ليله طويل يقومه و نهاره قصير يصومه

"Sebaik-baik waktu bagi orang mukmin adalah di musim dingin. Malamnya begitu panjang untuk shalat malam dan siangnya begitu singkat untuk puasa."[7]

‘Ubaid bin ‘Umair berkata,

يا أهل القرآن طال ليلكم لقراءتكم فاقرأوا و قصر النهار لصيامكم فصوموا

"Wahai ahli Qur’an, ini adalah malam yang panjang, waktu untuk kalian memperbanyak bacaan Al Qur’an, maka banyak bacalah. Saat ini siang begitu singkat untuk puasa kalian, maka berpuasalah."[8]

Begitu Berat Shalat Tahajjud

Di musim dingin memang terasa berat untuk melaksanakan shalat tahajjud meskipun sudah diberi kesempatan dengan malam yang begitu panjang. Kenapa terasa berat? Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan ada dua alasan.

Alasan pertama, jiwa yang begitu berat untuk bangun karena kondisi yang begitu dingin.

Alasan kedua, rasa sulit ketika ingin menyempurnakan wudhu.

Namun ketahuilah bahwa menyempurnakan wudhu di saat cuaca begitu dingin adalah amalan yang afdhol. Disebutkan dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,

أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ. قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ  إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ.

"Maukah kalian untuk aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada sesuatu yang dibenci (seperti keadaan yang sangat dingin pent), banyaknya langkah kaki ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Itulah ribath."[9] Al Qodhi Abul Walid Al Baji berkata, “Asal kata ‘ribath’ adalah terikat pada sesuatu. Artinya di sini, ia menahan dirinya (dari kemalasan) untuk tetap melakukan ketaatan.”[10]

Ibnu Sa'ad meriwayatkan dengan sanadnya bahwasanya 'Umar radhiyallahu 'anhu mewasiatkan kepada anaknya 'Abdullah menjelang wafatnya, beliau berkata padanya,

يا بني عليك بخصال الإيمان قال : و ما هي ؟ قال : الصوم في شدة الحر أيام الصيف و قتل الأعداء بالسيف و الصبر على المصيبة و إسباغ الوضوء في اليوم الشاتي و تعجيل الصلاة في يوم الغيم و ترك ردغة الخبال فقال : ما ردغة الخبال ؟ قال : شرب الخمر

"Wahai anakku, wajib kalian memiliki tanda keimanan." "Apa itu?", anaknya bertanya. Beliau menjawab, "Berpuasa di hari yang amat terik di musim panas, memerangi musuh dengan pedang, bersabar atas musibah, menyempurnakan wudhu di hari yang amat dingin (musim dingin), menyegerakan shalat di saat mendung, dan meninggalkan 'rodhghotul khobal'." "Apa itu 'rodhghotul khobal'?", anaknya bertanya. "Rodhghotul khobal adalah meminum khomr (segala sesuatu yang memabukkan, pen)", jawab 'Umar.[11]

Berkemul dengan Baju Wol

Di musim dingin, maka sudah sepantasnya setiap orang mengatasi suhu yang teramat dingin tersebut dengan pakaian dan lainnya. Allah telah menciptakan pada hamba pakaian dari wol yang berasal dari bulu hewan dan selainnya. Allah Ta'ala berfirman,

وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ

"Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan." (QS. An Nahl: 5)

Allah Ta'ala juga berfirman,

وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ

"Dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)." (QS. An Nahl: 80)

Umar bin Al Khottob radhiyallahu 'anhu pun pernah memberi wasiat ketika masuk musim dingin untuk berbekal dengan pakaian-pakaian tebal karena beliau katakan bahwa musim dingin adalah musuh, begitu cepat menyerang dan amat sulit untuk keluar.[12]

Meminta Kemudahan dari Allah

Untuk menghadapi musim dingin ini tentu saja bukan sekedar usaha yang dilakukan. Namun yang utama sekali adalah banyak memohon kemudahan pada Allah agar dikeluarkan dari kesulitan yang ada. Demikianlah yang dilakukan oleh para ulama salaf dahulu. Ketika mereka amat sulit untuk berwudhu di musim dingin, mereka pun berdo'a pada Allah 'azza wa jalla. Akhirnya, cuaca yang begitu dingin, mereka rasakan hangat. Begitu pula cuaca yang begitu panas, mereka rasakan menyejukkan. Demikian dialami oleh beberapa ulama salaf sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah.[13]

Ingatlah tidak ada kemudahan kecuali yang Allah buat mudah.

اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً

"Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahlaa, wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahlaa" [artinya: Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah].[14]

Ya Allah, berilah kami kemudahan di musim dingin ini. Jadikanlah kondisi yang ada serasa di musim panas dengan penuh kehangatan. Mudahkanlah kami pula dalam setiap ibadah dan aktivitas yang ada.

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

[Bahasan ini diolah dari Lathoif Al Ma'arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 564-576]

 

20th Dzulhijjah 1431 H (26/11/2010), Riyadh, KSA

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

 

[1] HR. Ahmad 3/75. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakann bahwa sanad hadits ini dho'if.

[2] HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro (4/297). Namun hadits ini didhoifkan oleh Al Albani dalam Dho'if Al Jaami' no. 3429.

[3] HR. Tirmidzi no. 797. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[4] Lathoif Al Ma'arif, 564.

[5] Lathoif Al Ma'arif, 565.

[6] idem

[7] Idem

[8] Idem

[9] HR. Muslim no. 251

[10] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya' At Taurots, 1392, 3/141

[11] Lathoif Al Ma'arif, hal. 567.

[12] Lathoif Al Ma'arif, hal. 571.

[13] Lathoif Al Ma'arif, hal. 570.

[14] Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya (3/255). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi 'Umar, Ibnus Suni dalam 'Amal Yaum wal Lailah. (Lihat Jaami'ul Ahadits, 6/257, Asy Syamilah)

No comments:

Post a Comment